DIPONEGORO,(GM)- Selain Gunung Papandayan di Kab. Garut, Gunung Tangkubanparahu di perbatasan Kab. Bandung Barat dan Kab. Subang, juga mengalami kenaikan aktivitas. Hal itu diungkapkan Kasubdit Pengamatan dan Bidikan Gunung Api Wilayah Barat, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Agus Budianto yang ditemui di kantornya, akhir pekan lalu.
Agus menyebutkan, naiknya aktivitas Gunung Tangkubanparahu terlihat dari banyaknya burung yang mati di sekitar Kawah Ratu. "Selain itu, tanaman yang ada di sekitar Kawah Ratu mengalami kekeringan. Fenomena itu ditemukan sejak bulan Juni dan Juli lalu," tambahnya.
Disebutkan Agus, temuan itu berdasarkan laporan pengamat di stasiun pengamatan Gunung Tangkubanparahu. Agus pun mengungkapkan, banyaknya burung yang mati tersebut, diakibatkan tekanan gas beracun yang kuat. "Selain itu tekanan suara blazer atau mendesis di sekitar kawah, terutama Kawah Ratu dan Kawah Domas tidak seperti biasanya," ujarnya.
Menurut Agus, suara desis yang kuat dan tak biasanya itu merupakan indikasi naiknya aktivitas gunung. Namun PVMBG menyatakan, status Gunung Tangkubanparahau masih normal, tetapi aktivitasnya meningkat. "Belum saatnya statusnya dinaikkan menjadi waspada atau level II," tambah Agus.
Agus menyatakan, dari peningkatan aktivitas berulang ini, yang harus diwaspadi adalah gasnya terutama di kawasan Kawah Domas. Menurut Agus, gas beracun atau CO2 yang dikeluarkan pada saat meningkat aktivitas sangat banyak. "Kawah Domas untuk sementara jangan dikunjungi wisatawan atau lebih baik ditutup sementara," ujarnya.
Di saat gunung mengalami peningkatan aktivitas, ungkap Agus, alat untuk pengamatan (seismik) di Gunung Tangkubanparahu hilang. Alat yang dipasang dekat tower relay televisi ini, hilang digondol maling sejak beberapa bulan lalu.
"Sementara pengamatan gunung akan semakin ditingkatkan, seiring meningkatnya aktivitas gunung tersebut," ujarnya.
Selain Gunung Tangkubanparahu, lanjutnya, Gunung Guntur di Kab. Garut dan Gunung Galunggung di Kab. Tasikmalaya, mengalami peningkatan aktivitas. Namun kedua gunung tersebut statusnya masih aktif normal. Tapi pengamatan dan pengawasan terhadap kedua gunung tersebut terus ditingkatkan. "Terutama untuk Gunung Guntur. Gunung ini sejak 160 tahun lalu belum lagi meletus hingga sekarang," katanya.
Agus menyebutkan, PVMBG belum berani meningkatkan status ketiga gunung tersebut, dari aktif normal menjadi waspada. Ketiga gunung tersebut, merupakan objek wisata andalan ketiga kabupaten. "Kami sering diprotes oleh para pengusaha wisata, jika menaikkan status ketiga gunung berapi tersebut," ujarnya.
Alami penurunan
Sementara itu, hingga kemarin volume gempa (pergerakan magma) Gunung Papandayan di Kab. Garut mengalami penurunan menjadi level 3, dengan jumlah gempa sebanyak 11 kali, meliputi 2 kali gempa tektonik jauh (TJ), 4 kali gempa vulkanik dalam (VA) dan 5 kali gempa vulkanik dangkal (VB). Kondisi terbaru itu terhitung sejak pukul 00.00 hingga pukul 06.00 WIB.
"Sebelumnya, tingkat kegempaan Gunung Papandayan terjadi 48 kali. Sedangkan pada akhir Juli, kegempaan mencapai 50 kali. Peningkatan jumlah kegempaan tersebut membuat Gunung Papandayan naik status, dari waspada level II menjadi siaga level III," ujar Momon, petugas pengamatan Gunung Papandayan kepada sejumlah wartawan.
Momon mengungkapkan, sejak Gunung Papandayan meletus terakhir kali pada 11 November 2002 lalu, baru kali ini dinyatakan kembali terjadi peningkatan status siaga. Padahal sebelumnya hanya status waspada. Sedangkan suhu kawah tidak mengalami peningkatan yang signifikan atau masih tergolong normal.
Potensi bencana pada level III yakni terjadi erupsi freatik tiba-tiba, serta adanya potensi longsoran tebing di sekitar Gunung Papandayan yang bisa memicu banjir bandang lahar.
Pada hari Jumat (12/8), kegempaan terjadi sebanyak 54 kali meliputi 2 kali gempa VA, 48 kali gempa VB, dan 4 kali gempa TJ. Sedangkan pada hari Sabtu (13/8), terjadi 27 kali gempa, meliputi 23 kali gempa VB, 1 kali gempa TL, dan 3 kali gempa TJ.
Hingga sejauh ini, belum dilakukan pengungsian bagi penduduk yang berada di daerah radius 4 km. Hal ini disebabkan masih menunggu intruksi langsung dari Badan Penanggungalan Bencana Daerah (BPBD) setempat.
"Hingga sejauh ini penduduk sekitar belum ada yang diungsikan, sebelum ada intruksi dari BPBD," kata Camat Cisurupan Imam Prayogi