Aktivitas Gunung Merapi masih mengancam. Selain karena erupsi yang berlangsung periodik, ada 50 juta ton meter kubik material yang mengendap. Material ini bisa menjadi banjir lahar dingin jika terjadi hujan lebat di puncak Merapi.
Kesuburan tanah di area Gunung Merapi bersisian dengan bencana yang ditimbulkan. Lahar panas, semburan awan panas, dan hujan abu vulkanik menjadi ancaman dari aktivitas gunung yang terletak di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah.
Catatan terakhir, gunung berapi teraktif di Indonesia ini erupsi tahun 2006. Erupsi terhebat terjadi pada Selasa, 26 Oktober 2010 hinggga menewaskan sang Juru Kunci, Mbah Maridjan bersama 32 warga Kinahrejo, Sleman, DIY karena menolak mengungsi. Erupsi tahun 2010 diyakini siklus ratusan tahun. Namun, setiap tiga atau tiga tahun, Merapi selalu berpotensi menyemburkan lava.
Akibat erupsi, bangunan sabo yang berfungsi untuk mengendalikan material letusan Gunung Merapi terbawa arus. "Sebanyak 77 buah yang rusak atau hilang," kata Direktur Sungai dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Pitoyo Subandrio saat melakukan pengecekan Sabo Dam Kali Kuning di Desa Purwabinangun, Pakem, Sleman, Kamis (22/8).
Sabo merupakan pengendali lajunya material dari kawah gunung berapi. Pembangunannya sudah dirintis sejak 1977. Hingga saat ini, Gunung Merapi sudah memiliki 244 Sabo Dam dari 277 yang akan dibangun sesuai perencanaan tahun 2001 di 15 sungai yang memiliki hulu di Gunung Merapi.
Sabo Dam ini terletak di Provinsi Jawa Tengah di Kali Apu (5), Kali Pabelan (18), Kali Triing (6), kali Senowo (8), Kali Lamat (14), Kali Blongkeng (15), Kali Putih (22), Kali Batang (10), Kali Bebeng (12), dan Kali Woro (12). Sementara di Provinsi DIY terletak di Kali Krasak (23) Kali Boyong (56) Kali Kuning (16), Kali Opak (5) dan Kali Gendol (22).
Pitoyo menjelaskan teknologi Sabo ini diadopsi dari Jepang. Dari asalnya, sabo hanya sebatas pengendali erosi, sedimentasi, banji lahar dan penanggulangan tanah longsor.
"Namun kami adopsi dengan cara ATM (amati, tiru, modifikasi). Kalau gak ada sabo, Malioboro dan alun-alun Yogya bisa teredam," katanya.
Sabo yang sudah dimodifikasi di kawasan Merapi menjadi multi fungsi. Selain sebagai jembatan, juga menjadi irigasi yang mengairi lahan pertanian. "Ada sekitar 30 persen yang multi fungsi. Material seperti pasir dan batu juga ditambang oleh rakyat. Yang memberikan izin Pemda," tambah Pitoyo.
Sabo dibangun berdasarkan fungsinya. Sabo pertama disebut penahan sedimen yang menahan laju pertama material sebelum akhirnya mengalir melambat sampai ke laut. Ditunjang oleh tanggul pengarah. Kemudian ada Sabo Konsolidasi yang menjadi jembatan dan irigasi.
Direktur Bina Operasi dan Pemeliharaan pada Ditjen SDA Hartanto mengatakan dari 77 sabo yang rusak, baru 42 yang sudah direhabilitasi. Masih ada 35 sabo yang perlu pembenahan. Selain akan membenahi bangunan yang rusak, tahun 2014 Ditjen SDA sudah menganggarkan pembangunan 43 sabo.
Terjadinya kerusakan sabo akibat dari material 150 juta ton yang dimuntahkan Merapi tahun 2010. 244 Sabo yang dibangun hanya mampu menahan 20 juta ton meter kubik. "Ini memang sudah melebih kapasitas," ucapnya.
Erupsi sudah berlalu, namun bukan berarti ancaman tidak mengintai. Selain karena letusan yang terjadi secara periodik, endapan material juga masih bisa menjadi banjir lahar dingin.
"Masih ada sekitar 50 juta ton material yang mengendap. Jika hujan, ini bisa menjadi banjir lahar dingin," kata Hartanto.
Hartanto berharap masyarakat harus tetap waspada. Seiring dengan kewaspadaan itu, Ditjen SDA juga akan terus menggenjot pembangunan sabo hinggap 2014 sehingga jika terjadi bencana semuanya sudah disiapkan. Kerugian yang diakibatkan bisa diminimalisir.
sumber: http://www.jpnn.com