Jakarta: Hoaks terkait virus korona (covid-19) di media sosial kerap meresahkan masyarakat. Keaktifan para dokter dan peneliti untuk memberikan edukasi di media sosial diyakini efektif meredam hoaks tersebut.
"Saya ada buat satu panduan, judulnya Panduan Penggunaan Media Sosial untuk Dokter. Jadi, kita butuh lebih banyak scientist (dan dokter) yang aktif di media sosial untuk dapat memberikan informasi secara langsung dan mudah dipahami oleh masyarakat," kata Direktur Eksekutif Komunikonten Institut Media Sosial dan Diplomasi, Hariqo Wibawa Satria, dalam keterangan pers di BNPB, Rabu, 19 Agustus 2020.
Kehadiran peneliti dan dokter di media sosial dapat menciptakan interaksi dengan pengguna lain. Edukasi secara sederhana ini diyakini mendorong keinginan masyarakat untuk menyebarkan informasi yang benar."Mereka dengan sukarela akan menjadi buzzer (mendengungkan informasi) dari para scientist," ujar Hariqo.
Salah satu informasi yang perlu diedukasi oleh peneliti dan dokter ialah penggunaan sarung tangan sekali pakai atau surgical gloves. Beberapa masyarakat kedapatan menggunakan sarung tangan medis itu saat berkegiatan di luar rumah.
Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Budi Santoso menyebut penggunaan sarung tangan apa pun kurang efektif. Virus akan tetap menempel di sarung tangan.
"Ketika menggunakan surgical gloves, virus yang ada di tangan itu akan tetap menempel pada barang-barang yang lain. Sebenarnya tidak serta-merta memutus rantai penularan," kata Budi.
Masker masih menjadi alat pelindung diri (APD) bagi masyarakat untuk mencegah penularan virus korona. Masyarakat yang benar-benar memerlukan sarung tangan untuk pekerjaan bisa diganti dengan sarung tangan plastik.
"Bayangkan bila surgical gloves itu digunakan masyarakat, stoknya pasti akan berkurang. Seperti pada saat awal mula pandemi covid-19 di Indonesia, di mana masker beda sangat kekurangan. Nah, itu bisa terjadi lagi pada surgical gloves bila semua orang akhirnya menggunakan itu," kata Budi.
19 Aug2020