JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG) Supari mengingatkan adanya fenomena La Nina yang dapat berdampak pada anomali cuaca yang berujung pada bencana hidrometeorologi.
Namun, dampak tersebut sangat bergantung pada musim dan bulan, wilayah serta intensitasnya.
"Berdasarkan analisis dari potret data suhu permukaan laut di Pasifik, saat ini La Nina sudah teraktivasi di Pasifik Timur," ujar Supari sebagaimana dikutip dari siaran pers BNPB, Kamis (1/10/2020).
"Kondisi ini dapat memicu frekuensi dan curah hujan wilayah Indonesia pada bulan-bulan ke depan, bahkan hingga April tahun depan jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya," lanjutnya menjelaskan.
Supari mengungkapkan, dampak La Nina dapat memicu curah hujan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kondisi normal.
Sehingga potensi banjir, banjir bandang dan tanah longsor ke depan perlu diwaspadai oleh masyarakat.
Menyikapi fenomena ini, dia menyampaikan perlunya kewaspadaan terhadap kondisi hujan di atas normal pada sepuluh hari pertama hingga sepuluh hari kedua Oktober.
“Beberapa provinsi pun diperkirakan akan memasuki musim hujan pada Oktober 2020,” ungkap Supari.
Adapun prakiraan awal musim hujan akan terjadi pada Oktober dengan wilayah teridentifikasi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan sebagian kecil Sulawesi, Maluku Utara dan sebagian kecil Nusa Tenggara Barat.
Secara rinci, prakiraan tersebut untuk wilayah Sumatera, seperti di pesisir timur Aceh, sebagian Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka dan Lampung.
Lalu, awal musim hujan di wilayah Jawa diprakirakan terjadi di Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian kecil Jawa Timur.
"Sementara itu, di wilayah Kalimantan, potensi hujan di sebagian Kalimantan Barat, sebagian Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara," papar Supari.