Jakarta - Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat (Jabar), Dani Ramdan mengatakan wilayah Jabar merupakan daerah rawan bencana. Oleh karena itu, ia mengimbau agar kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana harus terus ditingkatkan.
Dani menyampaikan bencana yang rawan terjadi di Provinsi Jabar meliputi semua jenis kebencanaan, mulai dari banjir, longsor, gempa bumi, sampai tsunami. Ia menilai kewaspadaan dan kesadaran masyarakat akan potensi bencana tak hanya berguna untuk mencegah terjadinya bencana. Akan tetapi dapat meminimalisasi risiko korban meninggal dunia serta kerugian harta benda.
Ia pun mengungkap Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jabar telah menyusun kajian risiko bencana dan peta rawan bencana sampai ke tingkat desa. Menurutnya, hal tersebut dilakukan agar masyarakat memahami kondisi kebencanaan di lingkungannya.
"Peta rawan bencana tingkat desa itu disusun bersama-sama dengan masyarakat. Karena masyarakat tahu ada potensi bencana apa saja. Lalu, digambar. Tentunya di bawah bimbingan petugas BPBD dan instansi lain yang punya pengalaman dalam menyusun peta rawan bencana," kata Dani dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6/2021).
Dalam Podcast Juara, Dani menuturkan bahwa peta rawan bencana ini disusun melalui kolaborasi BPBD dengan berbagai pihak di antaranya Badan Informasi Geospasial (BIG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), sampai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
"Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi terkait gunung berapi. BMKG menyangkut cuaca dan iklim. Itu biasanya kami menyusun bersama-sama di tingkat pusat dikoordinasikan dengan BNPB untuk peta rawan bencana tingkat nasional," ujarnya.
"Di tingkat provinsi, kami menyusun kajian risiko bencana dievaluasi setiap dua tahun sekali, diturunkan di tingkat kabupaten dengan skala peta yang lebih detail. Kalau di provinsi 1:100.000, di pusat 1: 500.000, kalau di tingkat kabupaten kota 1:25.000, di tingkat desa 1:5.000. Setiap rumah kelihatan," imbuhnya.
Dani menjelaskan masyarakat dapat mengakses informasi peta rawan bencana di lingkungannya melalui situs resmi BNPB, BPBD Provinsi, maupun BPBD Kabupaten/Kota. Selain itu, masyarakat juga dapat melihat peta rawan bencana di kantor desa masing-masing.
"BPBD kabupaten/kota sudah menyampaikan dokumen-dokumen (peta rawan bencana) tingkat kecamatan dan desa. Sebenarnya masyarakat bisa cek di kantor-kantor pemerintahan tingkat desa," ungkap Dani.
Ia menilai jika masyarakat sudah mengetahui potensi bencana di lingkungannya, maka mereka dapat membuat perencanaan. Adapun perencanaan yang dimaksud meliputi menyusun jalur evakuasi, titik kumpul, dan tempat aman manakala bencana terjadi. Sehingga, dengan hal ini masyarakat dapat terhindar dari bencana.
"Dengan peta rawan bencana itu, masyarakat dapat melakukan pengurangan risiko bencana, kenapa ada longsor ternyata banyak tebing, tebingnya gundul tidak ada tanaman, maka ditanami tanaman keras. Atau ada saluran air yang tidak terkelola, drainasenya itu harus dikelola," tuturnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa 35 persen keselamatan masyarakat saat bencana terjadi ditentukan oleh kesiapsiagaan dan kemampuan diri sendiri. Selanjutnya, 32 persen keselamatan masyarakat ditentukan oleh keluarga. Oleh karena itu, menurutnya anggota keluarga harus mengetahui apa yang mesti dilakukan saat bencana datang.
"Komunitas itu 28 persen keselamatan bencana. Kami, BPBD, Tim SAR, dan sebagainya, itu hanya 1,7 persen. Kami saat kebencanaan belum tentu ada petugas di lapangan. Sedangkan, penyelamatan golden time-nya itu 0-30 menit," pungkasnya.