Zona Bencana Jepang Berubah
Padang Ekspres • Sabtu, 10/09/2011 12:17 WIB
Enam Bulan Pascatsunami
Tokyo, Padek—Gempa bumi dahsyat berkekuatan 9 skala Richter (SR) dan tsunami yang memorak-porandakan timur laut Jepang pada 11 Maret lalu sudah enam bulan berlalu. Meski pemerintah menuai banyak kecaman karena dinilai terlalu lamban dalam mengatasi bencana nasional tersebut, sebenarnya upaya rehabilitasi dan rekonstruksi tidak jalan di tempat. Pemulihan mulai terlihat di beberapa titik.
Bahkan, koran Inggris Daily Mail edisi online kemarin (9/9) secara implisit memuji cepatnya proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca-gempa di Jepang. Sejumlah kantor berita asing juga memublikasikan foto-foto terakhir pasca-gempa dan tsunami kemarin.
Menurut Anna Edwards, koresponden Daily Mail, ribuan warga yang tewas dan ribuan jasad lain yang hilang tidak akan pernah kembali. Demikian juga dengan puluhan ribu bangunan dan banyak harta benda yang tersapu gelombang laut setinggi 8 meter tersebut. Tetapi, dia memuji semangat warga Jepang yang tidak pernah surut. Masa berduka dan meratapi kepergian orang-orang terdekat sudah berakhir. Kini, mereka mulai bangkit dan memupuk harapan baru.
Dia menuturkan, setelah proses evakuasi jenazah korban dihentikan beberapa bulan lalu, tersedia kesempatan bagi pemerintah dan warga Jepang untuk berbenah. ’’Genangan air yang semula merendam ribuan gedung kini sudah surut. Sampah yang dulu menggunung juga sudah bersih. Bahkan, rumput dan tanaman tertentu sudah mulai tumbuh,’’ terang Edwards.
Meski begitu, warga masih enggan meninggalkan tempat penampungan. Kebocoran nuklir di PLTN Fukushima Daiichi, sekitar 250 kilometer timur laut Tokyo, menjadi alasan utama mereka untuk tak kembali ke tempat tinggal masing-masing. Krisis nuklir yang berkepanjangan itu pula yang memaksa Perdana Menteri (PM) Naoto Kan lengser pada 26 Agustus lalu dan kemudian digantikan Yoshihiko Noda (mantan menteri keuangan dalam kabinetnya).
Meskipun sesekali mengunjungi tempat tinggal mereka untuk sekadar menyingkirkan reruntuhan bangunan, warga enggan menetap di lingkungan sama. Apalagi, pemerintah belum mengizinkan mereka kembali ke rumah. Terutama, warga yang semula tinggal dekat PLTN. Zona 20 kilometer di sekeliling PLTN itu harus tetap menjadi kawasan steril. Sebab, paparan radiasi masih cukup tinggi.
Kota Futuba yang berjarak sekitar 19 kilometer dari PLTN Fukushima pun kini menjadi kota hantu. Kekacauan masih terlihat jelas di kota tersebut. Tempat tinggal dan harta yang ditinggalkan warga saat tsunami melanda pun masih tetap berada di tempat masing-masing. Sejak krisis nuklir melanda, tak seorang pun diizinkan memasuki kota tersebut. Ternak dan binatang peliharaan yang tertinggal pun terpaksa dibiarkan mati karena radiasi atau kelaparan.
Suasana di Futaba itulah yang lantas menghantui Naoto Kan. Sebelum mundur, dia sempat dihantui bayangan Tokyo yang tak bisa ditinggali lagi alias tak berpenghuni. PM Yoshihiko Noda minta maaf atas terjadinya krisis nuklir. (jpnn)