Jakarta - Presiden Bank Dunia menyatakan bahwa manusia menghadapi bencana krisis pangan yang timbul akibat invasi Rusia ke Ukraina.
Dia mengatakan bahwa rekor kenaikan harga pangan akan mendorong ratusan juta orang ke dalam jurang kemiskinan dan pemenuhan asupan gizi yang lebih rendah jika krisis berlanjut.
Menyadur BBC, Jumat (21/4/2022), Bank Dunia menghitung harga pangan mungkin akan meroket tajam, sekitar 37%. Itu akan memberi pukulan paling keras kepada orang miskin. Mereka akan makan lebih sedikit dan memiliki lebih sedikit uang untuk hal lain seperti sekolah.
Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Malpass yang memimpin lembaga yang bertanggung jawab atas pengentasan kemiskinan global, mengatakan dampak pada orang miskin menjadikannya jenis krisis yang tidak adil. Itu juga berlaku untuk COVID-19.
"Ini bencana manusia, artinya nutrisi turun. Tapi kemudian itu juga menjadi tantangan politik bagi pemerintah yang tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak menyebabkannya dan mereka melihat harganya naik," katanya di sela-sela pertemuan IMF-Bank Dunia di Washington.
Signifikannya kenaikan harga kata dia mempengaruhi makanan dari semua jenis minyak yang berbeda, biji-bijian, dan kemudian masuk ke tanaman lain, tanaman jagung. Sebab harga-harga pangan tersebut naik ketika harga gandum naik.
Dia menjelaskan ada cukup makanan di dunia untuk memberi makan semua orang, dan stok global mencukupi menurut standar sejarah. Tetapi harus ada proses berbagi atau penjualan untuk membawa makanan ke tempat yang dibutuhkan.
Malpass juga melarang negara-negara untuk mensubsidi produksi atau membatasi harga. Sebaliknya, katanya, fokusnya harus pada peningkatan pasokan pupuk dan makanan di seluruh dunia, di samping bantuan yang ditargetkan untuk orang-orang yang paling miskin.