Kekeringan Landa Ratusan Hektare Sawah di Trenggalek
TRENGGALEK - Ratusan hektare lahan pertanian di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, saat ini dilaporkan ikut terdampak bencana kekeringan yang melanda kawasan tersebut sejak akhir bulan Juli lalu.
"Ya, dampak langsung musim kemarau sudah berlangsung hampir sebulan lebih. Saat ini saluran irigasi debit airnya sangat kecil, bahkan untuk bisa mendapatkan air saja, kami terpaksa harus melakukannya secara bergilir, itupun tidak tentu semua kebagian," kata salah seorang petani di Kecamatan Gandusari, Djuwari, Selasa (13/9).
Ia menyebut, dampak langsung bagi kalangan petani akibat bahaya kekeringan yang mulai melanda daerahnya selama beberapa pekan terakhir, adalah sulitnya memenuhi kebutuhan air sawah lantaran banyak aliran sungai desa/irigasi yang mengering.
Untuk mengatasinya, sebagian besar petani terpaksa menggunakan mesin pompa disel untuk menyedot air dari dalam tanah. Tindakan darurat yang dilakukan kebanyakan petani di dataran itu adalah untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman produksi mereka yang terlanjur disemai.
Namun, konsekwensi dari penggunaan alat penyedot air bawah tanah tersebut, ongkos produksi petani menjadi membengkak/berlipat. Jika dalam kondisi normal ongkos produksi keseluruhan hanya dikisaran Rp2 juta hingga Rp5 juta, misalnya, pada musim kemarau biayanya bisa berlipat menjadi Rp7 juta hingga Rp10 juta.
"Kalau dibandingkan antara yang menggunakan saluran irigasi dengan yang menggunakan mesin, ya tentu jauh lebih mahal pakai pompa, karena butuh uang sewa dan lain sebagainya," tutur Djuwari.
Dikonfirmasi menganai fakta kekeringan tersebut, Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (Disperhutbun) Kabupaten Trenggalek, Joko Surono membenar kondisi tersebut. Ia bahkan menyebutkan bahwa potensi kekeringan lahan pertanian di wilayahnya diprediksi akan menyebar ke seluruh kecamatan.
"Semua (14) kecamatan di daerah ini rawan kekeringan. Mayoritas sawah di Trenggalek ini adalah sawah tadah hujan, sehingga ketika musim kemarau tiba, hampir dipastikan banyak yang kesulitan air," terang Joko.
Untuk meminimalisasi dampak kekeringan tersebut, kata Joko Surono, saat ini pihaknya mulai membantu petani dengan mengirimkan sejumlah mesin pompa disel.
"Untuk sumber air yang masih ada airnya kami coba bantu dengan mesin pompa, tapi jumlahnya tidak banyak. Selain itu, petani juga sudah kami imbau agar pada musim kemarau ini untuk mengganti jenis tanamannya dari padi ke palawija. Hal ini sekaligus untuk memutus mata rantai serangan hama wereng yang sempat mewabah beberapa waktu lalu," imbuhnya.
Sementara itu, bagi petani yang tetap ingin menanam padi dianjurkan untuk menerapkan metode tanam padi SRI ("system of rice intensification"), yakni dengan menggunakan pupuk organik, seperti pelepah pisang, sekam, jerami, pupuk kandang, serta pupuk organik lainnya.
"Sistem SRI ini sudah kami sosialisasikan dan masyarakat saya yakin juga banyak yang mengetahui, dengan pola tanam SRI ini akan mengurangi kebutuhan tanaman terhadap air," terang Joko Surono.
Joko berharap, produksi padi dan tanaman lainnya di Kabupaten Trenggalek tahun ini tidak mengalami penurunan yang signifikan, meskipun terjadi kekeringan serta seranga hama wereng di sejumlah kecamatan.(Ant)
Sumber: Sinar Harapan