KBR, Jakarta- Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan sejumlah wilayah akan diguyur hujan lebat. Di antaranya, sebagian Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, hingga Papua. Padahal, semestinya wilayah-wilayah tersebut sudah masuk musim kemarau.
Prakirawan cuaca BMKG Bagas Briliano mengatakan, tingginya intensitas hujan disebabkan fenomena Madden Jullian Oscillation (MJO) atau gerakan aktivitas konveksi dan gelombang ekuator.
“Di mana hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti fenomena MJO dan gelombang ekuator. Kemudian ada juga sirkulasi siklonik yang terpantau di timur Filipina, di mana hal itu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah Sulawesi dan Maluku, serta wilayah-wilayah konvergensi yang ada di sekitar Sumatra hingga Kalimantan,” kata Bagas, Minggu, (9/7/2023).
Dua hari terakhir, hujan deras mengguyur sejumlah wilayah di tanah air. Cuaca ekstrem ini terjadi di tengah ancaman kekeringan imbas El Nino. Di Bali, hujan lebat menyebabkan banjir dan longsor.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Bali mencatat, longsor terjadi di lebih dari 60 titik. Beberapa orang dilaporkan tewas.
Banjir dan Longsor di Jawa Timur
Banjir dan longsor akibat hujan lebat juga melanda Lumajang, Jawa Timur. Selain itu, terdapat banjir lahar dari Gunung Semeru di sana.
Tiga orang tewas akibat tertimbun longsor. Hingga Minggu, (9/7), lebih dari seribu orang mengungsi. Pemerintah Kabupaten Lumajang telah menetapkan status tanggap darurat selama 14 hari hingga 21 Juli 2023.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menjamin korban bencana akan mendapat bantuan dari pemerintah. Khofifah juga memastikan ahli waris korban meninggal bakal menerima santunan.
Ia berjanji segera membangun fasilitas-fasilitas publik yang rusak akibat banjir dan longsor.
“Yang terkait dengan koneksitas penduduk dan mobilitas penduduk, itu memang harus segera dibangun rekonstruksinya. Tidak perlu menunggu proses tanggap darurat selesai,” kata Khofifah usai mengunjungi Lumajang, Minggu, (9/7/2023).
Waspada Bencana
Merespons berbagai kejadian bencana tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat waspada terhadap potensi banjir dan longsor akibat hujan lebat.
Juru bicara BNPB, Abdul Muhari meminta warga di daerah rawan bersiap melakukan evakuasi mandiri jika terjadi bencana.
"Dan bagi masyarakat yang berada di sepanjang aliran sungai atau di sepanjang atau di daerah kawasan perbukitan, biasakan melakukan evakuasi mandiri dulu untuk sementara waktu," ujar Abdul, kepada KBR, Minggu, 9/7/2023).
Juru bicara BNPB Abdul Muhari membenarkan banyak banjir dan longsor terjadi di Indonesia beberapa hari terakhir.
Dia mendorong BMKG dan pemerintah daerah bekerja sama menganalisis potensi bencana agar bisa menentukan mitigasi yang tepat.
"BNPB mengimbau kepada masyarakat bahwa untuk menyiapkan kesiap-siagaan yang berawal dari individu. Biasakan melihat perkiraan cuaca setiap kali kita mau keluar rumah, sehingga kita bisa tahu nanti dalam suatu hari akan terjadi seperti apa," ujarnya.
Pemerintah Belum Siap
Dalam wawancara terpisah, Anggota Komisi Sosial di DPR Iskan Qolba Lubis menilai pemerintah belum siap menghadapi ancaman bencana.
"Nah, sebetulnya memang kita menurut saya kurang siap menghadapi ini. Ke depan pemerintah pusat harus mempersiapkan konsep mitigasinya," ujar Iskan, kepada KBR, Minggu, (9/7/2023).
Anggota DPR dari Fraksi PKS Iskan Qolba Lubis mendorong pemerintah membuat analisis bencana beserta mitigasinya. Ia juga menekankan pentingnya evaluasi kebijakan kebencanaan nasional.
Jika antisipasi ancaman bencana tidak maksimal, maka anggaran yang dikeluarkan bakal membengkak.
"Dan ke depan juga diharapkan pemerintah daerah juga ikut mengganggarkan seminimal mungkin anggaran untuk memberikan pemahaman dan supervisi kepada masyarakat dan pemangku jabatan untuk mengerti kalau bencana itu sifatnya seperti apa, mengatasinya harus seperti apa," imbuhnya.
Kesiapan Mitigasi Bencana
Sementara itu, Masyarakat Peduli Bencana Indonesia (MPBI) mengingatkan pemerintah agar selalu siap memitigasi bencana apa pun.
Ketua Umum MPBI Avianto Amri mengatakan, mitigasi yang baik akan memperkecil dampak bencana hidrometeorologi.
“Walaupun BMKG menjelaskan bahwa akan terjadi kekeringan panjang atau lebih kuat, lebih intens, tetap saja baik itu ancaman banjir, banjir bandang atau gempa, tsunami dan seterusnya, itu harus tetap diperhitungkan,” kata Avianto kepada KBR, Minggu, (9/7/2023).
Ketua Umum MPBI Avinto Ameri juga mendorong pemerintah memperkuat sistem peringatan dini. Utamanya untuk bencana-bencana yang bisa diprediksi seperti banjir dan longsor.
Bencana Hidrometeorologi
Mengutip BMKG, Bencana hidrometeorologi adalah fenomena bencana alam atau proses merusak yang terjadi di atmosfer (meteorologi, air (hidrologi), dan lautan (oseanografi).
Bencana ini dapat menyebabkan cedera, hilangnya nyawa, atau dampak kesehatan lain. Selain itu, dapat menimbulkan kerusakan harta benda, hilangnya mata pencaharian, kerusakan lingkungan, serta gangguan sosial.
Contoh bencana hidrometeorologi antara lain banjir, curah hujan ekstrem, badai petir, badai es, dan suhu dingin.
Ribuan Bencana Terjadi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat data bencana triwulan pertama tahun ini mencapai 1.862 kejadian. Data tersebut berdasarkan hasil verifikasi dan validasi yang dilakukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi hingga 3 Juli 2023.
Bencana yang kerap terjadi yakni dari bencana banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Secara geografis, wilayah Sumatra dan Kalimantan menjadi daerah dengan penyumbang bencana paling tinggi di Indonesia.