Empat tahun yang lalu China menolak untuk mendukung konsensus Kopenhagen dalam pembatasan emisi karbon demi memerangi perubahan iklim.
Sekarang, pemerintahan baru Presiden Xi Jinping telah berikrar untuk melakukan kerja sama dekat dengan mitra-mitra globalnya dalam hal perubahan iklim dan emisi karbon. Dan media China yang dikelola pemerintah telah bersatu untuk menciptakan kesadaran mengenai masalah itu.
“Kepemimpinan China yang baru benar-benar menganggap serius masalah ini,” demikian perkataan Martin Hutchinson, seorang analis ekonomi untuk Reuters Breakingviews, kepada Asia-Pacific Defense Forum [APDF] dalam suatu wawancara. “Telah terdapat perubahan mencolok dalam hal arah, sejak kepemimpinan baru mengambil alih tahun ini.”
China Daily baru-baru ini menyorot baik suatu studi baru dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim [PIK] di Jerman, yang memberi peringatan bahwa gas rumah kaca yang dihasilkan dapat menaikkan ketinggian air laut global selama berabad-abad.
Setiap derajat kenaikan dari suhu rata-rata global “berkemungkinan untuk menaikkan ketinggian air laut sebanyak lebih dari 2 meter [6,56 kaki] di masa depan,” demikian kantor berita resmi China, Xinhua, mengutip PIK dalam beritanya.
“Jika suhu rata-rata global naik sebesar 4 derajat dibandingkan dengan masa pra-industri, yang diproyeksikan dalam skenario bisnis sehari-hari sebagai akan terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu abad, lapisan es Antartika akan berkontribusi pada peningkatan ketinggian air laut sebanyak sekitar 50 persen.”
“Pada saat ini, sebanyak kurang dari 10 persen kenaikan tersebut berasal dari hilangnya es di Antartika. Greenland akan menambah sekitar 25 persen ke kenaikan ketinggian total air laut,” demikian tulis laporan Xinhua.
Laporan tersebut mengikuti keputusan China sebelumnya pada bulan Juli untuk meluncurkan prakarsa gabungan baru bersama Amerika Serikat yang ditujukan untuk mengurangi emisi karbon secara besar-besaran dari kendaraan medan berat dan bekerja guna meningkatkan efisiensi energi bangunan, transportasi, dan industri di seluruh China. Bangsa China juga setuju untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat dalam hal pengembangan teknologi penangkapan karbon.
Kesepakatan terobosan ini tiba hanya sebulan setelah pertemuan Presiden Xi dengan Presiden A.S. Barack Obama di California pada bulan Juni, dan mereka sepakat untuk meluncurkan era baru dalam hal kerja sama dekat antara dua bangsa raksasa ini.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin sepakat untuk menghilangkan hidrofluorokarbon [HFC], suatu gas rumah kaca poten yang digunakan untuk lemari es dan penyejuk ruangan.
“Ini merupakan langkah besar bagi kedua negara,” demikian komentar analis lingkungan Alvin Lin dalam blog National Resources Defense Council [NRDC], dalam tulisannya bersama Direktur Kebijakan Iklim Internasional NRDC, Jake Schmidt.
Pemangkasan emisi HFC "tidak hanya akan memberi manfaat besar dan segera bagi iklim, namun juga manfaat ekonomi serta lingkungan besar bagi pemerintahan China, industri domestik, dan rakyatnya,” demikian tulis Lin dan Schmidt.
“Mengurangi produksi dan penggunaan berbagai gas super rumah kaca ini, sejalan dengan permintaan para pemimpin China untuk mengembangkan suatu peradaban ekologis berdasarkan konservasi sumber daya dan perlindungan terhadap lingkungan." demikian tambah mereka.
"Hal ini juga akan membantu para produsen penyejuk ruangan utama di China, seperti misalnya Gree dan Midea, yang telah bergerak dengan cepat untuk meneliti serta mengembangkan generasi penyejuk ruangan berikutnya yang akan menggunakan bahan pendingin dampak rendah, seperti misalnya HC-290 dan HFC-32, yang selain ramah ozon juga ramah iklim.”
China merupakan penghasil emisi karbon terbesar di dunia, atau juga disebut gas-gas rumah kaca, dan terus membuka lusinan stasiun tenaga berbahan bakar batu bara setiap tahun guna memenuhi peningkatan kebutuhan energi 1,3 miliar rakyatnya.
Majalah warta The Economist melaporkan bahwa China telah memperlihatkan usahanya yang paling berdampak dalam hal pengendalian polusi udara beracun.
Komitmen dramatis untuk memerangi gas rumah kaca serta perubahan iklim ini muncul sementara China menghadapi prospek berkurangnya pasokan pangan secara serius akibat kondisi cuaca ekstrim di hampir seluruh benua Asia, untuk ketiga kalinya dalam empat tahun.
“Panen gandum China telah terkena dampak lebih berat dibandingkan dari perkiraan sebelumnya, akibat embun beku dalam masa penumbuhan dan hujan selama masa panen, dan permintaan impor guna mengimbangi kerusakan tersebut akan membuat negara ini membayangi Mesir sebagai pembeli teratas di dunia,” demikian laporan analis kantor berita Reuters, Wu Liu, pada tanggal 17 Juli.
Lin dan Schmidt secara kentara menautkan kondisi lingkungan dan iklim China yang memburuk ke keputusan pemerintahan di Beijing untuk menanggapi perubahan iklim dan masalah gas rumah kaca secara jauh lebih serius.
“Mengurangi produksi dan penggunaan gas super rumah kaca seperti misalnya golongan HFC, akan membantu untuk mengurangi dampak perubahan iklim di China yang paling merusak, seperti berkurangnya ketersediaan air dan produktivitas agrikultur, kondisi cuaca yang lebih ekstrim, dan memburuknya polusi udara yang berkaitan dengan panas ekstrim," demikian tulis mereka.
Hutchinson mengatakan bahwa kepemimpinan Beijing juga mengakui bahwa mereka harus memperhatikan kekhawatiran yang telah meluas di antara publik China mengenai krisis lingkungan yang terus membesar.
“Jelas bahwa para pemimpin China menarik hubungan antara kondisi cuaca ekstrim beberapa tahun terakhir dan angka-angka panen mereka,” demikian perkataan Hutchinson kepada APDF. “Dan para ilmuwan mereka sedang melakukan pengarahan mengenai konsensus global pada masalah [perubahan iklim] tersebut.
“Di China, terdapat opini publik, yang merupakan kekuatan nyata serta faktor politik yang penting,” ungkapnya. “Kepemimpinan China sudah pasti menganggap opini publik sebagai hal serius dan memperhitungkannya ke dalam berbagai rembukan politik.”
Lin dan Schmidt menulis bahwa kesepakatan mengenai golongan HFC berkemungkinan akan memberi manfaat jangka panjang bagi hubungan strategis A.S.-China, dengan memberi peluang bagi kedua negara untuk membangun rasa percaya satu sama lain dari pengalaman mereka bersama dalam menegakkan pakta tersebut.
“Tercapainya sukses dalam kerja sama yang baru saja diumumkan, akan membangun kepercayaan antara kedua negara yang paling penting di dunia,” demikian tulis mereka.
“Pertama-tama negara-negara ini harus mencapai kesepakatan mengenai cara pemecahan masalah yang berada di urutan teratas agenda politik mereka. Kemudian mereka harus memastikan ketaatan dalam hal kesepakatan tersebut. Dalam melakukan keduanya, para pemimpin meraih kepercayaan yang terbukti penting bagi masalah sulit yang muncul di masa depan nanti. Menaati kesepakatan ini merupakan latihan pembangun kepercayaan yang penting bagi kedua negara tersebut.”
sumber: http://apdforum.com