SEMARANG - Banjir yang akhir-akhir ini terulang di bagian Semarang Kota membuktikan tingkat penurunan tanah sudah mengkhawatirkan. Bagian tengah kota antara Sungai Banjirkanal Barat dengan Banjirkanal Timur menjadi cekungan yang mengakibatkan permukaan tanahnya lebih rendah dari permukaan laut.
”Bagian tengah sudah menjadi semacam tempat penampungan air. Hujan deras beberapa jam saja sudah banjir,” kata pakar hidrologi Undip, Robert Kodoatie, Minggu (20/11).
Dalam pengamatannya saat ini, penurunan tanah terjadi di beberapa lokasi. Seperti wilayah Bandara Ahmad Yani sampai kawasan PRPP tanah turun 3,4 cm sampai 7,6 cm/tahun. Tanah Mas turun 5 cm/tahun, kawasan Pelabuhan Tanjung Emas 7,7 cm/tahun, Tanah Mas 5 cm/tahun. Lebih parah lagi di Tambaklorok penurunannya capai 11 cm/tahun dan Pengapon 8,5 cm/tahun.
”Bagian kota muka tanahnya rata-rata sudah turun semua sekitar 2 cm sampai 5 cm/tahun.”
Bagi dia, konsep saluran drainasenya sudah tidak lagi menggantungkan pada gravitasi. Demikian juga dengan sistem pompanisasi yang ada di sejumlah sungai, menurutnya sebatas penanganan jangka pendek.
”Sebenarnya saya sudah sampaikan masalah ini kepada Pemkot pada lima tahun lalu. Ternyata tidak ada tanggapan secara positif, justru lebih percaya sistem dari Belanda. Kalau ada banjir ya dinikmati saja banjirnya,” ujar dia.
Sebenarnya, lanjut Robert, antara Belanda dengan Semarang dalam penataan drainase sangat jauh berbeda. Negara Belanda penataannya lebih fokus pada laut sedangkan Semarang lebih pada salurannya.
”Bagi saya perlu sekali diubah konsep drainasenya. Kalau boleh mengistilahkan water front city dan cocok diterapkan di Semarang. Ternyata konsep itu tidak dipakai, lebih memilih Belanda,” tandasnya.
Pompa Air
Penanganan di daerah sekitar Kali Semarang, Kali Baru, Tenggang sangat penting, mengingat kawasan di sekitarnya sudah mengalami penurunan muka tanah. Terbukti jalan di kawasan Kota Lama yang ditinggikan sampai 1 meter juga bisa terkena rob.
Kepala Dinas PSDA-ESDM, Agus Riyanto menyatakan, banjir yang terjadi akhir-akhir ini selain faktor alam juga dikarenakan tampungan air di Kali Semarang dan Kali Baru tidak optimal. Dengan pompa yang terpasang pun tidak mampu lagi menarik air ke sungai itu.
”Debitnya sangat besar, kalaupun dipompa harus tunggu permukaan air di kedua sungai itu surut,” tandas dia.
Namun dia yakin dengan dipecahkannya beban air di Kali Semarang, penanganan banjir bisa terbantukan. Terlebih lagi dengan dipasangnya pompa di sejumlah tempat bisa mengurangi genangan air. (H37,J9 -72)