Jakarta - Waspada, 16 bandara di Indonesia berada pada lokasi rawan tsunami. Contohnya adalah bandara Internasional Yogyakarta di Pantai Glagah, Kulonprogo. Di mana lokasi tersebut dinilai rentan terdampak tsunami setinggi sembilan meter.
Kepala Pusat Informasi dan Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, Indonesia belum menerapkan peta risiko bencana. “Dan banyak faktor penyebab mengapa masalah tata ruang peduli bencana belum benar-benar diterapkan,” jelas Sutopo, di Jakarta.
Pihaknya pun mengakui sudah memiliki peta rawan tsunami baik skala global maupun detail untuk beberapa wilayah. “Kita sudah baik dalam pemahaman pengetahuan tsunami dan antisipasinya. Namun belum jadi perilaku masyarakat ataupun pemerintah,” sebutnya.
Harusnya, lanjut Sutopo, infrastruktur vital yang dibangun pada daerah rawan tsunami juga diikuti dengan upaya-upaya mitigasinya. “Memang ada kesulitan mencari lahan yang datar dan luas untuk bandara sehingga diperoleh lahan di daerah pesisir yang murah, datar dan ideal untuk penerbangan karena tidak ada bahaya gunung. Hanya saja ancaman tsunami tinggi,” ujarnya.
Menurut dia, hendaknya di sekitar bandara juga dibangun shelter-shelter evakuasi, sistem peringatan dini, jalur evakuasi dan lainnya. BNPB diakuinya sudah menyediakan peta risiko bencana tsunami. “Di sinilah peran tata ruang wilayah harus benar-benar memperhatikan aspek bahaya tsunami,” tandasnya.
Dia menambahkan, tata ruang wilayah merupakan kewenangan pemerintah daerah (pemda). Hingga saat ini, pengelola bandara belum banyak yang memikirkan masalah antisipasi tsunami di lingkungan sekitar kawasan bandara. “Tentu ini perlu dibicarakan bersama. Jepang pascatsunami Sendai lalu saja segera merevisi tata ruang wilayah. Dan daerah-daerah yang pernah terlanda tsunami tidak dibangun lagi,” ungkapnya.
Sekadar diketahui, sesuai UU Tata Ruang di Indonesia dalam menyusun peta ancaman gempa bumi di kabupaten menggunakan peta dasar 1:50.000, sedangkan kota menggunakan peta dasar 1:25.000, namun peta dasar ukuran tersebut masih tersedia 16 persen. “Di sinilah pemda harusnya mendetailkan peta rawan tsunami tersebut. Dan selanjutnya diimplementasikan untuk penataan ruang,” bebernya.
Langkah tersebut sebagai upaya pencegahan sehingga dapat mengurangi korban jiwa. “Jadi sebelum membangun bandara, pelabuhan dan infrastruktur lainnya, hendaknya memperhatikan risiko bencana. Agar pilihan-pilihan antisipasinya dapat disiapkan,” cetusnya.
Sementara itu, Prof Jan Sopageluwakan, selaku Ketua Kelompok Antarbangsa UNESCO untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami Samudra Hindia, mengatakan, program simulasi dan sosialisasi tsunami di Indonesia diakui menjadi salah satu program termaju di dunia. “Indonesia sudah dipuji di dunia internasional. Sosialisasi dan simulasinya paling bagus,” ungkap Jan.
Dia menyampaikan, pihaknya sudah memberikan rekomendasi ke beberapa pemda terkait simulasi dan kalkulasi apabila tsunami melanda. “LIPI juga telah mengkalkulasi apabila tsunami melanda dengan kondisi tata kota. Setidaknya satu jam minimal untuk masyarakat melakukan evakuasi,” tuturnya.
Seperti diketahui, Indonesia terletak di daerah dengan tingkat aktivitas gempa bumi tinggi, di mana berada di pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yakni Samudra Hindia-Australia di sebelah selatan, Samudra Pasifik di sebelah timur, dan Eurasia. Pergerakan relatif ketiga lempeng tektonik tersebut dan dua lempeng lainnya, yakni Laut Filipina dan Carolina, mengakibatkan terjadinya gempa-gempa bumi di daerah perbatasan pertemuan antarlempeng dan menimbulkan terjadinya sesar-sesar regional yang selanjutnya menjadi daerah pusat sumber gempa.
16 bandara yang rentan terdampak tsunami, menurut riset International Research Institute of Disaster Science:
1. Bandara Binaka Gunungsitoli (Pulau Nias), 800 meter jarak dari pantai
2. Bandara Internasional Minangkabau (Padang), 500 meter
3. Bandara Ngurah Rai Bali, 0 meter
4. Bandara Ende Flores, 0 meter
5. Bandara Maumere, 200 meter
6. Bandara Mamuju, 250 meter
7. Bandara Balikpapan, 250 meter
8. Bandara Luwuk (Sulawesi Tengah), 200 meter
9. Bandara Melongguane Talaud, 200 meter
10. Bandara Sutan Babullah (Ternate), 0 meter
11. Bandara Weda (Maluku Utara), 150 meter
12. Bandara Buli (Maluku Utara), 150 meter
13. Bandara Pattimura Ambon, 50 meter
14. Bandara Jeffman Radja Ampat, 50 meter
15. Bandara Rendani Manokwari (Papua), 50 meter
16. Bandara Frans Kaiseppo Biak (Papua), 100 meter