logo2

ugm-logo

Karyawan Starbucks Korea Selatan Tidak Tertular Covid-19, Bukti Masker Lindungi dari Virus Corona

KOMPAS.com - Puluhan pengunjung gerai kopi Starbucks di Korea Selatan terinfeksi Covid-19 dari seorang wanita.

Dilaporkan Bloomberg, Selasa (25/8/2020), wanita dengan virus corona sedang mengunjungi kafe Starbucks yang berada di utara kota Seoul.

Setelah beberapa hari, lebih dari 20 orang pengunjung yang mengunjungi kafe tersebut di hari yang sama dinyatakan positif Covid-19.

Uniknya, seluruh karyawan kafe tersebut tak tertular virus corona yang sedikitnya menyebabkan 27 pengunjung positif Covid-19.

Diketahui para karyawan kafe tersebut tetap mengenakan masker, sehingga mereka lolos dari penularan virus yang telah menyebabkan lebih dari 18.700 orang di Korea Selatan terinfeksi SARS-CoV-2.

Sebelumnya, pada 8 Agustus lalu, di kota Paju, Korea Selatan, juga dilaporkan penyebaran virus corona baru SARS-CoV-2 begitu cepat di ruang tertutup.

Bukti manfaat penggunaan masker wajah maupun masker non-medis lainnya di kalangan otoritas kesehatan masih saja terus terjadi.

Penyebaran virus corona yang menginfeksi 27 orang di kafe Starbucks di Korea Selatan telah menunjukkan bukti yang nyata.

Di mana orang-orang di dalam kafe ber-AC saling terhubung, kemudian tertular virus hanya dari seorang yang positif memiliki SARS-CoV-2.

Bukti telah menunjukkan lagi bahwa penggunaan masker sangatlah penting untuk melindungi mereka dan mengurangi potensi penyebaran virus penyebab Covid-19.

"Kejadian ini bicara banyak tentang peran penting masker. Masker mungkin tidak memberikan perlindungan 100 persen, tetapi tidak ada yang seefektif itu," kata Ma Sang Hyuk, dokter penyakit menular anak di Changwon Fatima Hospital, Korea Selatan.

Pejabat setempat berasumsi bahwa sebagian besar pelanggan tidak konsisten saat memakai masker, ketika mereka makan dan minum di gerai kopi tersebut.

"Virus dapat menyebar di mana orang tidak memakai masker saat makan atau minum, seperti yang terjadi di Starbucks di Paju," kata Jung Eun-kyeong, kepala Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korea.

Saran penggunaan masker di tempat umum

Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO) sendiri juga telah menyarankan penggunaan masker untuk melindungi dari Covid-19, agar dikenakan saat berada di tempat umum.

Seperti dikutip dari BBC, penggunaan masker non-medis sangat penting, ketika jarak sosial tidak memungkinkan membantu menghentikan penyebaran virus SARS-CoV-2.

Masker dapat membantu mencegah droplet atau tetesan dari orang yang mungkin memiliki virus, saat mereka batuk, berbicara maupun bersin.

Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pemerintah harus mendorong masyarakat untuk memakai masker, saat berada di tempat umum seperti transportasi umum, toko, atau lingkungan terbatas dan ramai lainnya.

Dr Maria Van Kerkhove, kepala ahli teknis WHO untuk Covid-19 merekomendasikan agar orang-orang memakai masker kain atau masker non-medis.

"Masker kain harus terdiri dari setidaknya tiga lapisan bahan yang berbeda, agar efektif," kata WHO.

Kluster Covid-19 di Starbucks sedikitnya menyebabkan sekitar tiga lusin lebih kasus di luar keda kopi pada 24 Agustus lalu.

Sedikitnya ada 3.000 kasus baru yang muncul dan mendorong pemerintah Korea Selatan untuk memperketat peraturan jarak fisik (physical distancing).

Selain gerai kopi Starbucks, beberapa hot spot virus corona juga bermunculan di wilayah metropolitan Seoul, dan otoritas setempat mewajibkan semua warganya untuk mengenakan masker, baik di luar atau di dalam ruangan.

Happy Hypoxia Syndrome, Gejala 'Tersembunyi' Covid-19

Jakarta, CNN Indonesia -- Sesak napas menjadi salah satu gejala Covid-19. Namun, sebuah studi menemukan, pasien yang dinyatakan positif Covid-19 bisa mengalami happy hypoxia syndrome. Nama terakhir merupakan kondisi saat seseorang tak mengalami kesulitan bernapas meski kadar oksigen dalam tubuh sangat rendah.

"Kondisi ini sangat membingungkan bagi dokter karena sangat bertentangan dengan konsep biologi dasar," ujar penulis studi penelitian Martin J Tobin yang merupakan dokter spesialis paru, mengutip Science Direct.

Dalam beberapa kasus, lanjut Tobin, pasien malah terasa nyaman, tidak terganggu sama sekali, bahkan bisa beraktivitas. Padahal, dalam tingkatan yang parah, kondisi tersebut bisa mengancam nyawa.

Studi yang diterbitkan dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine ini melibatkan 16 pasien Covid-19 dengan kadar oksigen yang sangat rendah, tapi tanpa sesak napas.

"Saat kadar oksigen turun, otak [pasien Covid-19] tidak merespons sampai oksigen turun ke tingkat yang sangat rendah, di mana pasien biasanya akan merasakan sesak napas," kata Tobin.

Happy hypoxia syndrome dikenal juga dengan istilah 'silent hypoxemia'. Hipoksemia sendiri didefinisikan sebagai penurunan kadar oksigen dalam darah. Saat oksigen mulai berkurang, seseorang umumnya akan mengalami sesak napas. Pada tingkat terendah, kondisi tersebut bisa mengancam nyawa.

Covid-19 merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Pada kasus yang parah, infeksi ini bisa mengurangi jumlah oksigen yang dapat diserap paru-paru. Tingkat oksigen dalam darah yang sangat rendah ditemukan pada beberapa pasien Covid-19.

Mengutip Healthline, hipoksemia umumnya dapat disebabkan oleh berbagai kondisi pernapasan seperti asma, pneumonia, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Hipoksemia juga terkadang dapat terjadi pada bayi baru lahir dengan kelainan atau penyakit jantung bawaan. Bayi prematur juga rentan mengalami hipoksemia.

Orang yang mengalami hipoksemia umumnya akan menunjukkan beberapa gejala seperti sesak napas, batuk atau mengi, sakit kepala, detak jantung cepat, merasa bingung, serta warna biru pada kulit, bibir, dan kuku.

More Articles ...