logo2

ugm-logo

Mungkinkah Gempa Megathrust Jepang 'Menular' ke Indonesia?

Jakarta, CNN Indonesia -- Jepang memiliki banyak zona megathrust yang bisa 'pecah' kapan pun hingga memicu gempa besar dan tsunami, seperti yang terjadi pada gempa Nankai, pekan lalu. Mungkinkah peristiwa ini 'menular' ke Indonesia?

Pada Jumat (8/8) pukul 14.42.58 WIB, gempa besar dengan Magnitudo 7,1 mengguncang Jepang. Lindu yang memicu tsunami 31 cm tersebut bersumber dari zona megathrust Nankai, yang juga merupakan nama palung, di selatan Jepang.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menerangkan megathrust Nankai merupakan salah satu zona seismic gap atau daerah sumber gempa potensial tetapi belum terjadi gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir.

Area ini diduga sedang mengalami proses akumulasi medan tegangan (stress) kerak Bumi.

"Catatan sejarah gempa menunjukkan bahwa Megathrust Nankai telah membangkitkan beberapa kali gempa dahsyat," ujar Daryono, dalam keterangan tertulis, Minggu (11/8).

"Sistem megathrust Nankai memang sangat aktif. Berdasarkan data sejarah gempa tersebut di atas dapat dikatakan bahwa zona sumber gempa ini dapat memicu gempa dahsyat yang bermagnitudo M8,0 hingga lebih di setiap satu atau dua abad."

Berikut daftar gempa megathrust Nankai yang destruktif:

1. Gempa Hakuho Nankai pada 684, memicu tsunami.

2. Gempa Ninna Nankai, 887.

3. Gempa Kōwa Nankaido, 1099.

4. Gempa Shōhei Nankaido, 3 Agustus 1361 (M 8,4, tsunami).

5. Gempa Keichō Nankaido, 3 Februari 1605 (M7,9, tsunami).

6. Gempa Hoei, 28 Oktober 1707 (M 8,7, tsunami).

7. Gempa Ansei Nankai, 24 Desember 1854  (M 8,4, tsunami).

8. Gempa Nankaido, 21 Desember 1946 (M 8,4, tsunami).

 

"Gempa-gempa dahsyat di atas hampir semuanya memicu tsunami," lanjut Daryono.

Masalahnya, zona megathrust ini punya palung bawah laut sepanjang 800 kilometer yang membentang dari Shizouka di sebelah barat Tokyo hingga ujung selatan Pulau Kyushu.

Daryono menjelaskan Palung Nankai ini memiliki beberapa segmen megathrust. Jika seluruh tepian patahan tersebut tergelincir sekaligus, para ilmuwan Jepang yakin palung tersebut mampu menghasilkan gempa berkekuatan hingga M 9,1.

Jika gempa dahsyat itu terjadi, ia mengungkap kemungkinan tsunami. Pasalnya, setiap gempa besar dan dangkal di zona megathrust akan memicu terjadinya patahan dengan mekanisme naik (thrust fault) yang dapat mengganggu kolom air laut (tsunami).

"Jika kekhawatiran akan terjadinya gempa yang disampaikan para ahli Jepang tersebut menjadi kenyataan, tentu saja akan terjadi gempa dahsyat yang tidak saja berdampak merusak tetapi juga akan memicu tsunami," urainya.

Lalu, jika gempa dahsyat itu terjadi apakah ada efeknya terhadap lempeng-lempeng tektonik yang ada di Indonesia?

"Jawabnya, jika terjadi gempa besar di megathrust Nankai, dipastikan deformasi batuan skala besar yang terjadi tidak akan berdampak terhadap sistem lempeng tektonik di wilayah Indonesia karena jaraknya yang sangat jauh," jawab Daryono.

"Dan biasanya dinamika tektonik yang terjadi hanya berskala lokal hingga regional pada sistem tunjaman Nankai."

Meski demikian, dia meminta tetap waspada karena "tsunami besar di Jepang dapat menjalar hingga wilayah Indonesia."

Pihaknya pun tetap memantau secara realtime apa yang sedang terjadi dan menganalisis dengan cepat, termasuk memodelkan tsunami yang bakal terjadi dan dampaknya menggunakan system InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System).

"Sehingga BMKG akan segera menyebarluaskan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami di seluruh wilayah Indonesia, kususnya wilayah Indonesia bagian utara."

Gempa Jepang begitu dahsyat, tapi mengapa jumlah korban terbilang minim?

Kematian satu orang saja tetaplah tragis, tetapi kecilnya jumlah orang yang tewas dalam bencana Senin (1/1) silam adalah sesuatu yang patut dikagumi - kendati hingga kini upaya pencarian orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan masih berlangsung.

Perhitungan sejauh ini memperkirakan jumlah kematian akibat gempa Jepang akan mencapai - paling banyak - 100 orang atau lebih.

Walaupun dahsyatnya kedua gempa bumi ini cukup mirip, tetapi jumlah korban jiwa di Turki dan Suriah mencapai lebih dari 50.000 orang.

Pada 2010, ketika gempa berkekuatan 7 magnitudo menghajar Haiti, lebih dari 100.000 orang meninggal dalam peristiwa naas itu.

Mengapa jumlah korban jiwanya bisa begitu berbeda? Jawabannya sederhana: kesiapan.

Apa saja faktor yang membuat Jepang siap menghadapi gempa?

Sebagai salah satu kawasan dengan aktivitas seismik tertinggi di Bumi, Jepang “menyumbang” sekitar 20% gempa global berkekuatan 6 magnitudo atau lebih.

Jaringan seismometer mencatat kejadian serupa terjadi setiap rata-rata lima menit.

Jepang pun berinvestasi besar untuk membangun infrastruktur dan masyarakat yang tangguh untuk menghadapi gempa bumi.

Jepang secara ketat menerapkan aturan bangunan - yakni panduan untuk konstruksi bangunan.

Penduduknya juga dilatih dengan baik dalam merespons guncangan tanah.

Selain itu, sistem peringatan dini di Jepang juga merupakan salah satu yang paling mutakhir di dunia.

Walaupun para ilmuwan belum bisa memprediksi secara tepat waktu kejadian dan skala gempa, tetapi peringatan gempa bumi secara serta merta langsung terlihat di jaringan TV, radio, dan telepon genggam.

Notifikasi ini bisa sampai ke orang-orang yang jauh dari pusat gempa sekitar 10 hingga 20 detik sebelum getaran paling kuat terjadi.

Sekilas waktunya tidak banyak, tetapi sebenarnya ini cukup untuk membuka pintu di stasiun pemadam kebakaran setempat, mengerem kereta api berkecepatan tinggi, dan memberi kesempatan kepada semua orang untuk “merunduk, berlindung, dan berpegangan.”

More Articles ...