logo2

ugm-logo

Topan Hagibis dan Kesiapan Jepang Hadapi Bencana Alam

Warga Jepang yang mengungsi akibat Topan Hagibis (Reuters)

Tokyo - Jepang dilanda Topan Hagibis yang disebut-sebut terdahsyat sepanjang sejarah Negeri Sakura. Namun, Pemerintah Jepang sudah lebih dari siap.

Badan Meteorologi Jepang sudah memprediksi Topan Hagibis menghantam akhir pekan ini. Dampaknya pun dirasakan pada Sabtu (12/10) kemarin, di mana terjadi banyak pembatalan pesawat hingga kereta sebagai dampak dari topan tersebut.

Dikabarkan, bahwa topan tersebut menjadi yang terburuk dalam rentang waktu 60 tahun. Lantas, tagar #SaveJapan pun mulai bermunculan di media sosial.

Namun pada saat bicara soal bencana alam, Negeri Sakura Jepang mungkin bisa disebut sebagai negara yang amat siap menghadapi bencana alam. Pasalnya, bencana alam seperti gempa bumi, topan, dan tsunami sudah umum menerjang Jepang. Malah, sampai ada musim topan di Jepang saking seringnya musibah itu muncul.

Mendapati begitu banyaknya musibah yang cukup rutin menimpa Jepang, pihak Pemerintahnya pun tak tinggal diam. Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Minggu (13/10/2019), pihak Pemerintah Jepang pun lantas membuat aturan spesifik untuk menghadapi bencana alam.

Terhitung sejak tahun 1981, pihak Pemerintah Jepang sangat ketat soal desain dan pendirian bangunan serta infrastruktur. Ada pakem utama yang harus diaplikasikan, di mana setiap bangunan dibangun untuk menghadapi gempa, angin, topan dan hujan badai.

Desainnya pun dibuat sedemikian rupa, sehingga air dapat mengalir tanpa merusak struktur utama. Hal yang sama juga berlaku untuk jalanan Jepang.

Memastikan masyarakatnya siap menghadapi bencana, pihak Pemerintah Jepang juga menyiapkan instruksi manual serta latihan keselamatan apabila terjadi bencana yang tak diinginkan. Sistem sirene yang berbunyi masal juga hadir untuk menandakan musibah yang akan datang.

Saking banyaknya bencana alam di sana, Jepang bahkan memiliki satu hari khusus untuk pencegahan bencana atau Hari Pencegahan Bencana Alam Nasional yang jatuh tiap 1 September. Hari khusus itu didedikasikan untuk mengenang bencana gempa bumi dahsyat yang menghancurkan Tokyo pada tahun 1923 silam.

Oleh sebab itu, penanganan bencana alam telah diajarkan di Jepang sejak dini. Mayoritas masyarakat di Jepang juga sadar betul akan langkah persiapan menghadapi bencana.

Apabila ingin belajar menangani bencana alam seperti Jepang, kamu bahkan bisa ambil bagian lewat simulasi pencegahan bencana alam di Ikebukuro Life Safety Learning Center atau di Yokohama Disaster Risk Reduction Learning Center. Luar biasa ya.

Dana Desa 2020 Diprioritaskan untuk Penanganan Bencana

REPUBLIKA.CO.ID, PANGKAL PUNANG -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) gencar mendorong pemerintah desa turut memprioritaskan penggunaan dana desa untuk kebencanaan. Direktur Penanganan Daerah Rawan Bencana dari Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Kemendesa PDTT Hasman Maa'ni mengatakan Indonesia memiliki potensi kebencanaan yang sangat beragam, mulai dari bencana teknonik hingga vulkanik.

Tercatat beberapa bencana besar pernah terjadi di Indonesia, mulai dari Tsunami di Aceh, Letusan Gunung Merapi di Yogyakarta, Gempa Palu di Sulawesi Tengah sampai Gempa Lombok di NTB. Kemendes PDTT dalam rangka turut membantu mengurangi risiko bencana mengeluarkan suatu aturan pengunaaan dana desa untuk kebencanaan yang telah tertuang dalam Permendesa nomor 11 tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana desa tahun 2020.

Adapun peluang pemanfaatan dana desa dapat dilakukan lebih dalam untuk pengurangan risiko bencana dengan pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan konflik sosial serta penanganan bencana alam dan bencana sosial.

“Ada di bab dua pasal 8, ayat 1d yang menyebutkan pengadaan, pembangunan, pengembangan serta pemeliharaan sarana dan prasarana lingkungan alam untuk kesiapsiagaan menghadapi bencana, penanganan bencana alam dan pelestarian lingkungan hidup," katanya, dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar atas kerjasama Kemendes PDTT dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana Tahun 2019, Jumat (11/10).

Dalam hal pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana untuk penanggulangan bencana alam dan/atau kejadian luar biasa lainnya tersebut meliputi kegiatan tanggap darurat bencana alam, pembangunan jalan evakuasi dalam bencana gunung berapi, pembangunan gedung pengungsian, pembersihan lingkungan perumahan yang terkena bencana alam.

"Selain itu juga untuk rehabilitasi dan rekonstruksi lingkungan perumahan yang terkena bencana alam, pembuatan peta potensi rawan bencana di Desa, P3K untuk bencana, Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di Desa dan sarana prasarana untuk penanggulangan bencana yang lainnya sesuai dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa," katanya.

Hasman menjelaskan Kemendes PDTT pada dasarnya lebih fokus pada upaya mitigasi. Namun tidak menutup kemungkinan untuk terlibat dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

"Untuk tanggap darurat kami tidak punya tupoksi disana. Tapi, kami tetap hadir disana seperti banjir bandang digarut, erupsi gunung sinabung, longsor di ponorogo, gempa di lombok, palu dan selat sunda. Bahkan, Pada tahun 2018, Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu melalui Direktorat Penanganan Daerah Rawan Bencana telah memberikan bantuan dalam percepatan rehab/rekon daerah pasca bencana di Kabupaten Lombok Utara, dan Kabupaten Donggala," katanya.

Kemendes PDTT berharap, dengan adanya Permendes nomor 11 tahun 2019 tentang prioritas penggunaan dana desa tahun 2020 yang salah satunya terkait kebencanaan bisa di terapkan oleh pemerintah desa.

"Kalau ada yang belum menerapkannya, harus kita bantu sosialisasikan, harus kita inisiatifkan sehinggga penggunaan dana desa untuk kebencanaan dapat dilakukan karena ada regulasinya yakni permendes," katanya.

More Articles ...