logo2

ugm-logo

Antisipasi Aktivitas Merapi, BPBD DIY Siapkan 50 Ribu Masker

Suasana puncak Gunung Merapi di kawasan Selo, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (13/6/2019). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho.

tirto.id - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY menyiapkan 50.000 masker dan sejumlah logistik untuk mengantisipasi meningkatnya aktivitas Gunung Merapi.

Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana mengatakan saat terjadi awan panas letusan Merapi, pada Senin (14/10/2019) memang tidak mengakibatkan hujan abu signifikan di wilayah DIY jika di bandingkan wilayah Jawa Tengah seperti Magelang.

Namun kata Biwara, pihaknya telah mempersiapkan masker dan logistik untuk mengantisipasi adanya peningkatan aktivitas Merapi jika sewaktu-waktu terjadi hujan abu.

"Masker siap di BPBD DIY ada, di BPBD Sleman ada, di Puskesmas ada. Update terakhir saya belum dapat laporan tapi kalau 50 ribu [masker] saja di BPBD DIY ada," ujar Kepala Pelaksana BPBD DIY, Biwara Yuswantana saat dihubungi, Selasa (15/10/2019).

Selain itu, 11 barak juga dalam kondisi siap digunakan. Hanya ada satu barak yang rusak di Donokerto, Turi, Sleman setelah temboknya roboh terkena angin kencang beberapa waktu lalu.

Perbaikan barak akan dilakukan tahun depan sesuai anggaran 2020. Sekaligus perbaikan juga akan dilakukan di salah satu barak yang lain yakni meliputi pergudangan dan dapur.

"Kebutuhan-kebutuhan [lain] siap, tikar, selimut logistik. Dan masyarakat sudah terkondisikan kemana evaluasi jalur ke mana," ujar dia.

Di sisi lain, kata dia, masyarakat di lereng Merapi juga telah dipersiapkan sejak dini jika sewaktu-waktu aktivitas Merapi meningkat. Sebab, seluruh desa yang ada di lereng Merapi, kata dia, telah menjadi Desa Tanggung Bencana (Destana).

Selain itu, menurutnya, masyarakat di lereng Merapi sudah bergumul lama dengan aktivitas Merapi sehingga paham setiap aktivitas Merapi. Pun demikian pos-pos pengamatan Merapi juga aktif memberikan informasi ke masyarakat.

Sebelumnya, Gunung Merapi mengeluarkan awan panas letusan dengan tinggi kolom mencapai kurang lebih 3.000 meter, Senin (14/10/2019).

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menjelaskan penyebab awan panas letusan dikarenakan adanya akumulasi gas.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan karakter letusan yang terjadi pada Senin sore sama persis dengan letusan pada 22 September 2019. Namun, yang terakhir lebih besar karena tinggi kolom letusan mencapai 3.000 meter sedangkan sebelumnya hanya 800 meter.

"Penyebabnya akumulasi gas karena saat ini Merapi masih proses terus ya masih hidup. Merapi ini masih hidup jadi proses terus terjadi akumulasi gas bisa terjadi dan sewaktu-waktu bisa meletus seperti itu," kata Hanik di Kantor BPPTKG, Senin (14/10/2019).

Aplikasi Mitigasi Bencana Merapi Diresmikan, Tapi Sinyal Ponsel Masih Susah

Aplikasi Mitigasi Bencana Merapi Diresmikan, Tapi Sinyal Ponsel Masih Susah

Suara.com - Dinas Pariwisata (Dinpar) Kabupaten Sleman wajibkan pengemudi Jip Lava Tour Merapi untuk mengunduh aplikasi 'Jarak Aku dan Merapi'. Aplikasi tersebut berfungsi sebagai penanda, untuk mengetahui perubahan status kegunungapian di Gunung Merapi.

Kepala Dinas Pariwisata Sleman Sudarningsih menjelaskan, ketika ada peningkatan status atau ada bahaya, ponsel yang sudah memiliki aplikasi 'Jarak Aku dan Merapi' akan bergetar.

"Itu tandanya harus cepat-cepat evakuasi, wisatawan naik jip dan turun untuk mengamankan," katanya di Rumah Seni Kustiyah Edhie Sunarso di Mlati, Sleman, Yogyakarta pada Selasa (15/10/2019).

Menurutnya, aplikasi ini wajib diunduh oleh para pengemudi jip Merapi, karena mereka sering mengantar wisatawan hingga ke lokasi kawasan rawan bencana (KRB) 3.

Ia menambahkan, wilayah KRB 3 memang diperbolehkan untuk wisatawan minat khusus, seperti jelajah alam Jip Lava Tour Merapi. Asalkan tetap memerhatikan peningkatan status Merapi.

"Namun tidak diperbolehkan dibangun bangunan permanen," kata dia.

Jarak Aku dan Merapi ini, merupakan fitur yang menjadi bagian dalam aplikasi mitigasi bencana yang dikembangkan oleh BPBD Sleman, bernama Lapor Bencana Sleman. Pengguna dapat mengunduhnya lewat Google Plays.

Aplikasi Lapor Bencana Sleman yang dilengkapi dengan fitur Jarak Aku dan Merapi sudah diwajibkan untuk diunduh oleh pengemudi jip wisata 'lava tour' Merapi, Yogyakarta. Bahkan, sedikitnya 800 pengemudi jip Merapi sudah diberi pelatihan untuk menggunakannya.

Namun, ternyata penggunaan aplikasi ini masih terkendala kualitas sinyal ponsel, terutama di kawasan Sleman Utara, area terdekat dengan Merapi.

Sudarningsih mengungkapkan lokasi di lereng Merapi sering minim sinyal. Agar penggunaan aplikasi yang sudah dikembangkan BPBD Sleman sejak Januari 2019 ini bisa optimal, jajarannya berkoordinasi dengan Diskominfo Sleman.

"Kami minta diperbaiki dan diperkuat sinyalnya. Sinyal di atas (kawasan Merapi) relatif susah," katanya.

Perbaikan sinyal diperlukan, agar meminimalisasi halangan penanganan wisatawan yang ada di lereng Merapi.

Bukan hanya pelatihan dan perbaikan sinyal, Dinas Pariwisata terus menekankan kepada pengemudi jip Merapi, agar mereka memahami kebencanaan dan Sapta Pesona.

"Mereka jadi punya wawasan juga kalau ada bencana harus begini," ujarnya.

Selama ini, informasi kebencanaan di kawasan wisata Merapi, masih berpedoman pada informasi BPPTKG dan BPBD. Bila rekomendasi dari dua lembaga tersebut menyatakan aman, maka Dinas Pariwisata akan merekomendasikan hal yang sama bagi pelaku wisata dan wisatawan.

Ketua Asosiasi Jip Wisata Lereng Merapi (AJWLM) Wilayah Barat, Dardiri membenarkan telah mendapat sosialisasi dari Pemkab Sleman, agar mereka menggunakan aplikasi Jarak Aku dan Merapi.

Hanya saja, mereka menghadapi kendala susahnya sinyal di lokasi.

"Akhirnya tetap masih mengandalkan HT (Handy Talky) untuk komunikasi," kata dia.

Diketahui, saat ini status Gunung Merapi masih Waspada. BPPTKG merekomendasikan agar masyarakat menghindari radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Sedangkan yang berada lebih dari radius tiga kilometer, dapat beraktivitas seperti biasa. Masyarakat diimbau tetap tenang namun selalu waspada.

More Articles ...