logo2

ugm-logo

Nanofiber, Cara Survival Food untuk Bantu Selamatkan Korban Bencana

Nanofiber, Cara Survival Food untuk Bantu Selamatkan Korban Bencana

SURABAYA - Dalam beberapa tahun terakhir bencana alam yang terjadi di Indonesia selalu memunculkan keprihatinan tersendiri. Termasuk jatuhnya korban bencana yang tak bisa menyelamatkan diri.

Berdasarkan letak geografisnya, Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi bencana alam. Jika terhitung dari akhir Juli 2018 hingga April 2019, Indonesia telah menghadapi berbagai bencana yang menimbulkan ribuan korban jiwa.

Berbagai bencana mulai dari gempa bumi di Lombok, gempa dan tsunami di Palu-Donggala, banjir bandang di Sumatera Utara, tsunami Selat Sunda akibat erupsi dari Anak Krakatau, hingga gempa bumi di Sulawesi Tengah yang sempat berpotensi tsunami.

Berdasarkan permasalahan tersebut, mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya membuat Aplikasi Nanotechnology pada Survival Food sebagai Upaya Meningkatkan Ketahanan Hidup Korban Bencana.

Dua mahasiswa FST Unair Ningsih Putri Herman  dan Melly Octaviany  berkolaborasi dengan mahasiswa Fakultas Keperawatan (FKp) Tya Wahyun Kurniawati yang mencoba melakukan mitigasi bencana.

Ketua tim peneliti, Ningsih Putri Herman menuturkan, gagasan penelitian itu disusun ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian Eksata (PKM-PE) dan berhasil lolos seleksi pendanaan Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan 2018-2019.

Aplikasi Nanotechnology ini tercipta setelah adanya peristiwa korban yang berhasil di evakuasi dalam kondisi bernyawa setelah lebih dari tiga hari karena meminum urinnya sendiri.

"Hal memprihatinkan tersebut membuat tim merasa harus ada suatu makanan yang mudah dibawa dan mampu meningkatkan ketahanan hidup korban bencana," kata Ningsih, Senin (24/6/2019).

Tidak hanya itu, Ningsih juga mengatakan aplikasi Nanotechnology pada Survival Food tersebut berupa nanofiber yang disintesis dari sodium alginat dan PVA menggunakan metode electrospinning.

Nanofiber pada survival food itu, lanjutnya, berperan sebagai serat tambahan sehingga dapat meningkatkan kekenyangan serta daya serap makanan dalam tubuh.

"Survival food pada penelitian ini terdiri dari makanan yang mengandung banyak kalori seperti sagu, cokelat, dan madu," ucapnya.

Ia melanjutkan, alasan memilih bahan utama tersebut dikarenakan zat gizi yang tinggi dan juga adanya kandungan khusus yang diperlukan oleh korban bencana.

“Survival food ini diharapkan dapat menekan angka kematian dengan cara mencukupi dan mengatur asupan energi, meningkatkan rasa kenyang, mengurangi kecemasan serta trauma.

"Ini juga bisa meningkatkan kekebalan tubuh pada korban bencana alam dalam jangka waktu yang lama," jelasnya.

sumber: jatim.sindonews.com

Gandeng Media, BPBD Jatim Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Bencana

Gandeng Media, BPBD Jatim Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Bencana

TIMESINDONESIA, KEDIRI – Pemprov Jatim melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur (BPBD Jatim) terus meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana, salah satunya dengan menggandeng media untuk bersama melakukan mitigasi di Jawa Timur.

Kerjasama yang dikemas dalam bentuk rapat koordinasi itu digelar di Kediri, Senin hingga Selasa (25/6/2019) dengan mengambil tema "Peran Media dalam Penanggulangan Bencana yang Kondusif".

“Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dari banyak provinsi di Indonesia yang merupakan daerah yang rawan terjadinya ancaman bencana baik bencana alam maupun non alam, maka perlu semua pihak untuk memberikan serius dengan bekerja secara optimal menekan terjadinya bencana serta banyaknya korban,” kata Suban Wahyudiono, Kepala BPBD Jatim, Senin (24/6/2019).

Pihaknya juga menekankan media merupakan ujung tombak dalam penyampaian informasi kejadian bencana. Di mana masyarakat harus paham akan apa yang dapat dilakukan saat sebelum, saat darurat, dan sesudah terjadi bencana.

“Media adalah salah satu ujung tombak untuk mengurangi resiko kebencanaan. Dengan informasi–informasi yang disampaikan kepada masyarakat, sebelum bencana alam itu terjadi minimal masyarakat sudah bisa mengantisipasinya,” lanjut Suban.

Kepala BPBD Jatim itu juga mengajak untuk merubah cara pandang responsif menjadi preventif dengan prioritas pengurangan risiko bencana. Termasuk pemberitaan media untuk fokus pada pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan,

Suban berharap, melalui rapat koordinasi semua pihak serta media dapat ikut berperan aktif dalam menyebarkan pengetahuan dan pengenalan tentang risiko bencana, analisis risiko dan upaya pengelolaannya kepada masyarakat.

Sementara itu, Ketua PWI Jawa Timur, Ainur Rohim berbicara tentang pentingnya peran media dalam upaya mitigasi Bencana di rakor yang digelar BPBD Jatim itu. Dalam penjelasannya, dia membeberkan perbedaan media mainstrem dengan media sosial, serta produk yang dihasilkan. "Produk pers dibatasi kode etik jurnalistik serta dikelola secara resmi oleh perusahaan pers yang berbadan hukum. Sementara medsos bebas dan tidak ada pertanggung jawaban," imbuhnya. (*)

More Articles ...