logo2

ugm-logo

BNPB Anggarkan Rp 7 T untuk Pengadaan Alat Deteksi Dini Bencana

BNPB Anggarkan Rp 7 T untuk Pengadaan Alat Deteksi Dini Bencana

Semarang - Anggaran senilai Rp 7 triliun akan digelontorkan untuk alat sistem deteksi dini bencana terintegrasi di Indonesia. Selain itu diusulkan pula agar alat-alat tersebut masuk kategori objek vital nasional sehingga dijaga aparat.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letnan Jenderal Doni Monardo saat Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana se-Jawa Tengah di gedung Setda Provinsi Jateng.

Doni mengatakan pihaknya sudah menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo beberapa hari usai pelantikannya sebagai Kepala BNPB terkait alat sistem peringatan dini yang kini banyak rusak.

"Setelah ada rapat terbatas saya sampaikan kepada Pak Presiden alat dan sistem peringatan dini rusak karena alam dan perbuatan manusia," kata Doni dalam sambutannya, Rabu (13/23019).

Ia juga mengusulkan agar alat sistem deteksi dini bencana menjadi objek vital nasional. Hal itu bertujuan agar alat dijaga aparat sehingga bertahan lama dan berfungsi optimal.

"Pak Presiden langsung tugaskan Panglima TNI untuk mengamankan alat-alat," tandasnya.

Terkait pengadaan alat deteksi dini terintegrasi, Doni menjelaskan kementerian keuangan akan menganggarkan Rp 7 triliun untuk 3 tahun ke depan dan pengelolaannya diserahkan kepada BNPB.

"Akan bertahap 3 tahun ke depan. KementErian Keuangan anggarkan Rp 7 triliun," pungkas Doni.

Ia menjelaskan mau tidak mau Indonesia memang harus bersiap dengan bencana karena berada di batang lempeng dan cincin api. Doni juga menggandeng seluruh pihak dalam antisipasi dan penanganan bencana termasuk para pakar.

"Para pakar ini di BNBP, tiap bulan pertemuan ada atau tidak ada bencana," tegasnya.

Doni menjelaskan, bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa lebih banyak dari korban perang. Selama 10 tahun sejak tahun 2008 ada 11.579 korban jiwa di Indonesia akibat bencana alam.

"Bencana bisa timbulkan korban lebih dahsyat dari peperangan," pungkasnya.

Dikonfirmasi usai acara, Doni menjelaskan kementrian keuangan sudah memberikan ruang kepada BNPB untuk mengkoordinir alat yang dibutuhkan dengan memanfaatkan anggaran tersebut.

"BMKG, BIG, BPPT, LIPI kemudian Badan Geologi akan ajukan usulan anggaran. Kementerian Keuangan sudah berikan ruang kepada BNPB untuk mengkoordinir alat yang dibutuhkan," kata Doni.

BPBD Lebak: Tanggap Darurat Bencana Retakan Tanah Hingga 7 April

Warga menunjukkan lantai rumah yang retak akibat pergerakan tanah di Kampung Jampang Cikuning, Cimarga, Lebak, Banten, Jumat (8/2/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas.

tirto.id - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak, Banten, menetapkan status tanggap darurat bencana retakan tanah di Kecamatan Cimarga dan Kecamatan Cibeber.

"Kita berharap warga yang terdampak bencana retakan tanah itu dapat direlokasi ke tempat yang lebih aman," kata Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lebak, Kaprawi di Lebak, Rabu.

Penetapan status tanggap darurat itu karena retakan tanah yang terjadi di Kabupaten Lebak cukup membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa.

Pemerintah daerah harus merelokasikan warga yang terdampak bencana retakan tanah di Desa Gunungwangun, Kecamatan Cibeber, dan Desa Sudamanik, karena berpotensi terjadi longsoran hebat, apabila curah hujan di daerah itu cenderung meningkat.

Karena itu, BPBD menetapkan status tanggap darurat untuk retakan tanah di Desa Gunungwangun sejak tanggal 16 Januari sampai 7 April 2019.

Masyarakat yang terdampak bencana retakan tanah di Desa Gunungwangun sebanyak 19 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 71 jiwa. Mereka tinggal di pengungsian tenda BPBD.

Ancaman bencana alam di daerah itu cukup membahayakan karena berbatasan langsung dengan bencana longsor di Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat, yang mengakibatkan puluhan orang meninggal dunia.

Sedangkan, bencana retakan tanah di Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga, diberlakukan tanggap darurat sejak 25 Januari sampai 23 April 2019.

Warga Desa Sudamanik, Kecamatan Cimarga, yang terdampak retakan tanah sebanyak 165 KK dengan menempati 104 rumah.

Ke-104 rumah itu kini rusak, beberapa diantaranya rusak berat hingga roboh total.

"Kami bekerja keras untuk penanganan korban bencana retakan tanah agar mereka terlayani dengan baik,termasuk bantuan logistik untuk memenuhi kebutuhan dasar," katanya.

Menurut dia, pembangunan relokasi untuk korban bencana retakan tanah akan direalisasikan sebanyak 114 rumah dan kemungkinan bisa bertambah.

Pemerintah daerah menyiapkan lahan seluas satu hektare di Kecamatan Cimarga untuk relokasi.

Selain itu juga BPBD akan berkoordinasi dengan TNI, Polri, BNPB, BMKG, PVMBG Bandung,Relawan dan Pemerintah Provinsi Banten.

"Kami berharap dengan koordinasi itu penanganan bencana lebih cepat," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Rukun Tetangga (RT) 02/09 Kampung Jampang Cikuning, Desa Sudamanik Ubay mengatakan masyarakat terdampak retakan tanah menyambut positif rencana reloksi ke tempat yang lebih aman.

"Kami berharap penanganan relokasi ke tempat yang lebih aman bisa dilakukan secepatnya, karena warga merasa ketakutan dilanda longsor menyusul curah hujan cukup tinggi," katanya.

(tirto.id - Sosial Budaya)

More Articles ...