logo2

ugm-logo

JK: Bencana Hanya Bisa Diprediksi, Tidak Diketahui Kapan Datangnya

JK: Bencana Hanya Bisa Diprediksi, Tidak Diketahui Kapan Datangnya

Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) mengemukakan negara mana pun di dunia tidak bisa mengetahui kapan terjadinya bencana. Yang bisa dilakukan hanya prediksi.

“Seahli apa pun itu hanya bisa memprediksi,” kata JK usai membuka Mukernas Palang Merah Indonesia (PMI) di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin (11/2).

Atas kondisi tersebut, JK menegaskan, yang perlu ditingkatkan adalah mitigasi bencana. Menurutnya, mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman. Selain itu, dilakukan berbagai kegiatan dengan mempersiapkan masyarakat jika terjadi bencana.

“Yang dibutuhkan kesiapsiagaan dan mitigasi. Artinya kesiapsiagaan masyarakat dan pengetahuan masyarakat bahwa kalau terjadi bencana begini, apa yang harus dilakukan. Kita semua tentu ikut serta dalam mengupayakan mereka siap siaga,” tutur JK.

Dia menjelaskan Indonesia sudah menyadari sebagai negara yang dilalui cincin api. Artinya, potensi bencana untuk negara ini sangat tinggi. Namun tidak ada yang tahu kapan terjadi bencana, kecuali hanya mempredikasi yang bakal terjadi.

“Kita tahu sebagai cincin api, cuma kapannya itu tidak ada yang bisa tahu. Maka mitigasi, mengajar masyarakat, menyiapkan, dan juga melatih mereka (masyarakat) itu sangat penting,” tutup JK.

BNPB Sebut 7 Objek Sarana yang Harus Tahan Bencana Alam

JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) memaparkan ada tujuh objek sarana yang harus ditata lebih kuat dalam mencegah banyaknya korban dan kerusakan akibat bencana alam. Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB Lilik Kurniawan menyebutkan, tujuh objek itu adalah rumah, sekolah, rumah sakit/puskesmas, pasar, rumah ibadah, gedung perkantoran, dan objek strategis seperti stasiun, terminal, dan bandara. "Ini tujuh objek sarana yang perlu dibangun dengan tata kelola bangunan yang kuat menghadapi bencana. Soalnya, banyak korban bencana alam yang berasal dari tempat-tempat ini," ujar Lilik saat ditemui di Gedung BMKG, Jakarta, Jumat (8/2/2019). Lilik menyatakan, tujuh objek itu sangat melekat dengan kegiatan dan aktivitas masyarakat setiap harinya. Baca juga: 5 Fakta Bencana Alam di Sulsel, Korban Meninggal 69 Orang hingga Cuaca Buruk Menjadi Kendala Tim SAR “Rumah itu harus tangguh bencana. Kalau di rumahnya itu daerah gempa bumi, berarti harus tahan terhadap gempa bumi,” katanya. Tempat pendidikan atau sekolah, lanjut Lilik, juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya, anak-anak, guru, dan pegawai acap menghabiskan waktu minimal 6 jam di sekolah. “Tidak pernah ada jaminan pada saat mereka berada di lingkungan sekolah ketika ada bencana,” ungkapnya kemudian. Dia menuturkan, rumah ibadah juga semestinya menjadi sarana yang tahan akan bencana alam. Ia mencontohkan, banyak korban bencana gempa yang terjadi Lombok, Nusa Tenggara Barat, terjadi ketika mereka sedang sholat. sumber: KOMPAS.com

More Articles ...