logo2

ugm-logo

Palu, Pantai Selatan Jawa, dan Barat Sumatera Rawan Bencana

Palu, Pantai Selatan Jawa, dan Barat Sumatera Rawan Bencana

Jakarta, CNN Indonesia -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memetakan kawasan rawan bencana geologi. Daerah rawan bencana yang dimaksud meliputi daerah rawan gempa bumi dan gunung berapi di seluruh Indonesia.

Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM, Hendra Gunawan mengatakan pihaknya mencatat ada pergeseran daerah rawan bencana.

Jika sebelumnya pada tahun 1990-an hingga 2004 gempa bumi banyak melanda kawasan timur, sejak 2004 hingga kini yang terbanyak justru ke arah barat.

Hasil kajian Badan Geologi untuk wilayah Palu, Sulawesi Tengah tercatat sebagai kawasan gempa dan berpotensi tsunami hingga likuefaksi.

"Beberapa daerah memang kita bisa menghindari. Daerah-daerah rawan tsunami seluruh daerah sudah dipetakan terutama di pantai selatan Jawa dan barat Sumatera memang rawan," imbuh Hendra seperti dilansir Antara.

Sebagian wilayah Jawa Barat juga dikategorikan memiliki risiko tinggi tanah longsor terutama curah hujan tinggi. Ditambah banyak warga yang mendiami area lereng bukit dan pegunungan.


Badan Geologi memonitor 70 dari 127 gunung api aktif berpotensi erupsi dari barat hingga timur Indoneis. Pemetaan kawasan rawan bencana ini dilakukan untuk mengurang jumlah korban dan kerusakan infrastruktur.

"Badan Geologi melakukan hal ini sebagai bagian dari mitigasi bencana geologi seperti gempa bumi, gunung berapi dan tanah longsor," ungkapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan pihaknya bekerja sama dengan BMKG membuat network application berupa peta bencana yang bisa diunduh lewat Google Play Store dan diakses melalui situs https://www.geologi.esdm.go.id/. (Antara/evn)

 

BNPB Targetkan Beri Edukasi Mitigasi Bencana ke 250.000 Sekolah

Warga berada di sekitar lokasi bencana tanah longsor di Desa Pattalikang, Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Minggu (27/1/2019). Pada pencarian hari kelima, tim SAR gabungan belum berhasil menemukan korban tambahan yang tertimbun longsor, sehingga korban yang baru ditemukan masih 12 korban meninggal dunia dan 11 orang lainnya belum ditemukan. ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww.
Diperkirakan ada 250.000 sekolah berada di lokasi rawan bencana, sehingga penting untuk membekali guru dan siswa soal mitigasi bencana.
tirto.id - Direktur Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan mengatakan, telah bekerjasama dengan Kemendikbud dan lembaga terkait untuk memberi edukasi mitigasi bencana ke sekolah rawan bencana.

Menurut dia, saat ini diperkirakan terdapat 250.000 sekolah yang berada di wilayah rawan bencana. Pemberian edukasi mitigasi bencana, kata dia, dengan memperhatikan karakteristik daerah, sehingga tidak semua materi kebencanaan dikenalkan.

"[Kondisi] bencana ini tidak sama, ada yang daerah rawan tsunami, banjir longsor. Penangannya beda-beda," ujar dia ditemui di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (8/2/2019).


BNPB, kata dia, juga akan menambahkan materi muatan lokal pendidikan mitigasi bencana pada ekstrakulikuler untuk mendorong siswa agar mengikuti.

Lilik juga menuturkan, BNPN dan Kemendikbud, mengacu 3 konsep edukasi mitigasi bencana. Dimulai dari pemetaan sekolah rawan bencana.

"Itu kemudian kami lihat fasilitasnya sudah cukup belum? Dia [pengurus] harus memperkuat struktur sekolahnya, termasuk kami lihat betul pintunya berapa, menghadap ke mana, sehingga anak-anak kita kalau ada bencana, dia bisa cepat keluar ke tempat yang aman," ucap Lilik.

Lilik juga mengatakan, perlu pengetahuan manajemen penanggulangan bencana di sekolah tersebut agar guru dan murid mengetahui lokasi yang aman di sekolah.

"Mereka harus betul paham baik guru murid pekerja, di mana tempat yang aman di sekolah mereka. Titik kumpul ada di situ, jalur-jalur evakuasi harus dibuat di situ," kata dia.

Program ini, kata dia, bakal menggandeng Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Pendidikan setempat, karena pendidikan mitigasi bencana telah jadi muatan lokal.

"Ini yang harus ditekankan sekarang, kalau di daerah yang betul-betul rawan tsunami misalnya, muatan lokal ini harus ada di situ walaupun tidak [ada] program nasional tapi juga ada di daerah itu yang khusus ada di karakteristik ancaman," kata Lilik

More Articles ...