logo2

ugm-logo

Supermoon Dikaitkan dengan Bencana, Ini Kata Pegiat Astronomi

Bulan purnama supermoon terbenam di atas teleskop radio RT-70 di desa Molochnoye, Krimea, 2 Januari 2018. Menurut NASA, saat supermoon bulan tampak 30 persen lebih terang dan 14 persen lebih besar dari biasanya. REUTERS/Pavel Rebrov

TEMPO.CO, Bandung - Fenomena Supermoon 21 Januari 2019 berpotensi membuat pasang maksimum air laut di tujuh pesisir Indonesia. Selain itu, Supermoon sebelumnya sempat dikaitkan dengan bencana besar, di antaranya peristiwa gempa dan tsunami di Aceh serta di Jepang.

Pegiat astronomi dari Komunitas Langit Selatan Bandung, Avivah Yamani, mengatakan efek yang ditimbulkan Supermoon adalah terjadi pasang purnama yang lebih tinggi dari pasang purnama umumnya. "Bedanya sekitar 5 sentimeter lebih tinggi dari pasang purnama yang terjadi tiap bulan," katanya, Ahad, 20 Januari 2019.

Supermoon adalah purnama istimewa karena bulan tengah menuju pada posisi terdekatnya dengan bumi (perigee). Pada 22 Januari, jarak terdekat bulan dan bumi terentang 357.342 kilometer. Efek fenomena itu ke bumi yang jelas yaitu kenaikan pasang air laut.

Namun begitu pernah ada pihak yang mengaitkan Supermoon dengan peristiwa gempa. "Kenyataannya efek dari bulan saat di perigee itu masih terhitung lemah," ujar lulusan Astronomi ITB itu. Contoh buktinya kenaikan pasang air laut yang hanya beberapa sentimeter itu.

Peneliti Astronomi dan Astrofisika BMKG Rukman Nugraha mengatakan, para astrologer (bukan astronom) menyatakan bahwa saat terjadi Supermoon, maka akan terjadi bencana. Contoh bencana yang banyak diberitakan adalah peristiwa bencana gempa bumi dan tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 pukul 07:58 WIB. Selain itu gempa bumi dan tsunami Jepang 11 Maret 2011 pukul 14:46 waktu setempat.

Pernyataan yang banyak beredar adalah gempa bumi dan tsunami Aceh terjadi 2 minggu sebelum Supermoon pada Januari 2005. Adapun gempa bumi dan tsunami Jepang terjadi 8 hari sebelum Supermoon 19 Maret 2011.

Berdasarkan periode anomalistik, bulan selama kurun waktu 27,55 hari akan melalui titik terdekat (perigee) dan terjauh (apogee) masing-masing sekali. Dengan demikian, kata Rukman, saat gempabumi dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 bulan tengah hampir di titik terjauhnya. "Jarak Bulan saat itu adalah 402.046 kilometer dari bumi,"

Begitu pula dengan gempabumi dan tsunami Jepang. Pada saat gempabumi terjadi, jarak bumi-bulan adalah 396.132 kilometer. Jarak ini lebih jauh daripada jarak rata-rata bumi-bulan, yaitu 384.400 kilometer. "Jadi pernyataan yang mengaitkan dua bencana itu dengan Supermoon tidak berdasar," katanya.

Pada waktu tertentu, bisa jadi bencana berbarengan waktunya dengan Supermoon. Kemungkinannya, kata Rukman, ada dua, yaitu tidak saling terkait atau berkaitan namun belum diketahui. Untuk memastikannya perlu kajian mendalam tentang Supermoon dan struktur geofisika bumi.

Namun demikian, menurut Rukman, kewaspadaan untuk menghadapi bencana apa pun dan saat kapan pun tetaplah harus dikedepankan, terutama di daerah kawasan pesisir. Hal itu karena Supermoon ikut berpengaruh pada kondisi pasang surut air laut. Faktor lain yang bisa membuat tinggi pasang yaitu cuaca buruk.

Gunung Merapi Mengeluarkan 10 Kali Guguran Lava Pijar

Guguran lava pijar Gunung Merapi terlihat dari Bukit Klangon, Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (15/1/2019) dini hari.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta mencatat sepuluh kali guguran lava pijar meluncur dari puncak Gunung Merapi pada Senin (21/1). Melalui akun twitter resminya, BPPTKG menyebut berdasarkan data seismik sejak pukul 00.00-06.00 WIB, tercatat sebanyak sepuluh kali guguran lava dengan durasi 12-48 detik. Jarak luncur maupun arah guguran tidak teramati karena cuaca di Gunung Merapi berkabut.

Sementara berdasarkan pengamatan BPPTKG dari Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) Kaliurang pada Senin pagi, dilaporkan angin di gunung tersebut bertiup tenang dengan suhu udara mencapai 20,8 derajat Celcius dengan kelembapan udara 88 persen RH dan tekanan udara hingga 916,0 hpa.

BPPTKG selama mengamati gunung api itu pada Ahad (20/1), dari pukul 18.00 hingga 24.00 WIB,  mencatat 6 kali gempa guguran dengan yang berlangsung selama 13 sampai 23 detik. Per 16 Januari 2019,  volume kubah lava di gunung teraktif di Indonesia itu tercatat 453.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan 2.300 meter kubik per hari atau lebih rendah dari pekan sebelumnya.

Mengacu pada data aktivitas vulkanik Merapi, hingga saat ini BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi pada level II atau Waspada dan untuk sementara tidak merekomendasikan kegiatan pendakian kecuali untuk kepentingan penyelidikan dan penelitian berkaitan dengan upaya mitigasi bencana. BPPTKG mengimbau warga tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari puncak Gunung Merapi.

Sumber : Antara

More Articles ...