logo2

ugm-logo

Tata Ruang Bencana Harus Digarap untuk Meminimalisir Akibatnya

Tata Ruang Bencana Harus Digarap untuk Meminimalisir Akibatnya

JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertahanan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan menyebutkan, pihaknya ingin berperan mencegah terjadinya sebuah bencana dengan menggarap tata ruang bencana.

Menurutnya, penanggulangan bencana sangat mendesak melihat potensi bencana yang tinggi di beberapa daerah. Khususnya, masalah relokasi warga dari wilayah rawan bencana, bukan cuma penanganan saat bencana terjadi.

Untuk itu pihaknya ingin menggandeng Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif untuk menggarap tata ruang ini.

"Harus kita siapkan. Agar bisa minimalisir dampaknya," kata Ferry saat membuka Lokakarya 'Peran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam Mitigasi dan Penanganan Pascabencana di Pulau Jawa Bagian Selatan' di Kantor Kementerian ATR, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan, Kamis (4/6/2015).

Bencana, kata dia, adalah fakta yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Dia mencontohkan, longsor yang terjadi di Banjarnegara, Jawa Tengah pada Desember 2014.

Dari sana dia melihat perlunya tata ruang bencana ini kemudian dapat menjadi dasar untuk relokasi warga pascabencana.

"Kami diminta cari tanah yang jadi relokasi masyarakat. Ada tapi jaraknya 20 km. Bagi kita di kota tak terlalu jauh tapi Tetap tidak mudah," katanya.

sumber: tribunnews

Pelatihan Internasional Manajemen Risiko Bencana Diadakan di Aceh

sumber: bbci.co.uk

Aceh - Indonesia menggelar pelatihan internasional bidang manajemen risiko bencana di Aceh pada 25 Mei-4 Juni 2015 untuk memperingati 10 tahun bencana tsunami di provinsi tersebut.

Keterangan pers Kementerian Luar Negeri di Jakarta, Kamis menyebutkan, pelatihan itu merupakan kerja sama Direktorat Kerja Sama Teknik Kemlu dengan Pusat Riset Mitigasi Tsunami dan Bencana (Tsunami and Disaster Risk Mitigation Center /TDRMC) Universitas Syah Kuala dan USAID Indonesia.

Selain memperingati 10 tahun tragedi tsunami Aceh, kegiatan itu dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan dalam rangka keketuaan Indonesia pada Forum Asosiasi Negara-negara di kawasan Samudera Hindia (Indian Ocean Rim Association/IORA) untuk tahun 2015 hingga 2017.

Pelatihan internasional itu diadakan 25 Mei-4 Juni 2015 di Banda Aceh, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, dan diikuti oleh 12 peserta dari tujuh negara, antara lain Srilanka, Tanzania, Mozambik, Madagaskar, Indonesia.

Para peserta mengikuti kegiatan pelatihan selama 10 hari dengan materi terkait tema bahaya wilayah pesisir, mitigasi bencana, mekanisme penanganan bencana, ketahanan masyarakat, dan pemetaan bencana.

Selama kegiatan workshop, selain sesi kelas, para peserta juga berkesempatan untuk melakukan kunjungan lapangan di sekitar Aceh Besar, khususnya tempat-tempat yang menjadi "saksi bisu" bencana Tsunami 2004.

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik (IDP) Kemlu Esti Andayani mengatakan bahwa pelatihan manajemen risiko bencana itu ditujukan bagi negara-negara anggota IORA serta negara-negara di wilayah Amerika Selatan dan Kepulauan Karibia.

"Meski masih terdapat beberapa tantangan, negara-negara dengan potensi rawan bencana yang tinggi seperti Indonesia, negara-negara anggota IORA, Amerika Selatan dan Kepulauan Karibia hendaknya saling bahu membahu menghadapi tantangan yang ada di masa depan," katanya saat membuka secara resmi kegiataan pelatihan itu.

Menurut Esti, berbagi pengalaman serta pengetahuan harus dibagikan dalam pelatihan agar negara-negara rawan bencana tersebut dapat mengantisipasi dan tanggap terhadap resiko bencana yang ada di wilayahnya.

"Melalui workshop penguatan manajemen risiko bencana ini, Indonesia berperan aktif bagi negara-negara Selatan. Selain itu, dalam pelatihan ini diharapkan peserta dapat menggali potensi kerja sama dan bertukar pengalaman di bidang penanganan bencana," ujar Esti.

sumber: SERAMBINEWS.COM

More Articles ...