logo2

ugm-logo

Jepang Dihantam Gempa, Tak Timbulkan Tsunami

Tokyo - Sebuah getaran bumi menghantam Jepang dengan kekuatan 6,9 skala Richter di sebelah timur laut Jepang, Selasa, 17 Februari 2015. Namun gempa tersebut, jelas badan Survei Geologi Amerika Serikat, hanya menimbulkan gelombang kecil di sepanjang pantai timur Jepang. Meskipun demikian, Jepang sempat mengeluarkan peringatan tsunami.

Televisi Jepang NHK dalam siarannya mengatakan, ada gelombang kecil berkisar antara 10 hingga 20 sentimeter menyeruak ke pantai Iwate, yang berjarak sekitar 600 kilometer dari Tokyo. "Ribuan warga di kawasaan tersebut diperintahkan mengungsi."

Belum ada laporan kerusakan atau korban luka di daerah tersebut. "Kami menggunakan siaran televisi untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat agar menghindar jauh dari laut," kata Kozo Hirano, pejabat Kota Otsuchi kepada NHK.

Siaran langsung dari pantai Iwate menunjukkan adanya gelombang kecil baku pukul ke arah pantai. Kota yang terletak di sepanjang pantai timur Jepang itu pernah luluh lantak akibat tsunami pada Maret 2011.

Gempa yang terjadi pada Selasa itu terjadi di kedalaman sekitar sepuluh kilometer. Pusat Peringatan Tsunami Pasifik di Hawaii mengatakan, tidak ada yang membahayakan dari gerakan tsunami di Pasifik, tetapi, Badan Meteorologi Jepang tetap berjaga-jaga dengan mengeluarkan peringatan dini soal tsunami di Iwate seusai terjadi getaran gempa di kawasan itu.

Tohoku Electric Power Co, sebuah perusahan yang mengoperasikan reaktor nuklir Onagawa dan Higashidori di dekat Miyagi dan Aomori mengatakan, mereka tidak melihat gangguan di fasilitas nuklir yang dikelola. Sebanyak 48 reaktor nuklir Jepang tak berfungsi setelah dihantam gempa bumi dan tsunami pada Maret 2011, termasuk reaktor nuklir Fukushima di pantai sebelah timur laut Jepang.

sumber: tempo

BNPB imbau masyarakat antisipasi bencana sampai Maret

BNPB imbau masyarakat antisipasi bencana sampai Maret

Kediri - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau masyarakat mewaspadai ancaman bencana baik banjir, tanah longsor, ataupun angin puting beliung yang diprediksi sampai Maret.

"Masih perlu diantisipasi sampai Maret, terjadi banjir, tanah longsor, puting beliung. Saat ini, puting beliung juga sering terjadi, ini karena hujan yang ekstrem," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho saat di Kediri, Jatim, Kamis.

Ia mengatakan, kondisi itu merata di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Bahkan, di Jatim sudah darurat siaga sejak Desember dan masih berlangsung sampai sekarang.

Pihaknya mengatakan, di sejumlah titik sudah terjadi bencana, baik banjir, tanah longsor, ataupun angin puting beliung. Namun, sampai saat ini belum ada laporan resmi terjadi banjir besar di Jatim.

Laporan banjir besar, kata Sutopo yang ditemui dalam kegiatan workshop dan pameran foto, satu tahun erupsi Gunung Kelud di kawasan Simpang Lima Gumul (SLG) Kabupaten Kediri itu mengatakan, justru terjadi di luar Pulau Jawa, salah satunya di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. Ketinggian banjir di tempat ini mencapai empat meter, bahkan terdapat dua orang meninggal karena tersetrum.

Ia menilai, bencana alam yang terjadi di Jatim masih bisa diatasi oleh pemerintah daerah. Walaupun begitu, BNPB akan terus memantau, dan siap memberikan bantuan jika terjadi bencana alam besar.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan sejumlah daerah di Jatim memang dilaporkan sudah terjadi banjir, seperti di Kabupaten Bojonegoro, Lamongan, Gresik, dan sejumlah daerah lain.

sumber: (ANTARA News)

Ia mengatakan, daerah yang terjadi banjir itu menjadi langganan setiap tahun, seperti di Bojonegoro. Hal itu terjadi karena bendungan yang dibangun belum sepenuhnya mampu menampung air.

Selain itu, juga di Kabupaten Gresik, tepatnya di daerah kali lamong. Lokasi itu menjadi langganan banjir, sebab belum ada tanggul. Sungai yang ada tidak mampu menampung debit air yang masuk, sehingga meluap.

Ia mengatakan, sebenarnya di sekitar kali lamong itu sudah pernah disiapkan untuk pembangunan tanggul pada 2011. Namun, nilai yang ditawarkan ditolak warga, dan mereka meminta lebih tinggi. Warga meminta Rp100 ribu per meter, sementara dari pemerintah Rp35 ribu per meter (2011). Namun, karena tidak terealisasi, akhirnya menjadi silpa.

Pihaknya berharap, warga yang mempunyai lahan di tempat itu bersedia lahannya dibebaskan dan ke depan akan dibangun tanggul, sehingga bisa mengurangi resiko terjadinya banjir.

Editor: Ruslan Burhani

More Articles ...