logo2

ugm-logo

Pemasangan EWS untuk Meminimalisir Korban Bencana

SEORANG warga melihat alat EWS (Eraly Warning System) atau sistem peringatan dini yang dipasang di Kali Gajah Wong, Kota Yogyakarta.*

YOGYAKARTA, (PR).- Upaya meminimalisir bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY siap memasang 200 EWS (Eraly Warning System) atau sistem peringatan dini di seluruh DIY di tahun ini. Terlebih musim penghujan seperti sekarang ini. Demikian diungkapkan Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DIY, Heri Siswanto di Yogyakarta, Selasa 15 Maret 2016.

 

Heri mengatakan, dari jumlah itu, 20 di antaranya akan dipasang di lokasi rawan di Gunungkidul dan beberapa alat pada sungai-sungai yang sering meluap kala musim hujan. “Untuk di Gunungkidul, kajian titik-titik rawan longsor terus dilakukan. Sedang untuk pemasangannya dilaksanakan secara bertahap,” katanya.

Untuk penanggulangan risiko bencana longsor, kata dia, BPBD DIY telah menyiapkan enam desa di Gunungkidul akan dijadikan desa tanggap bencana. Harapannya dengan status itu, warga di sekitar bisa mengantisipasi atau mengambil tindakan secara mandiri saat terjadi musibah sehingga kerugian yang diderita bisa diminimalisir.

“Sedangkan untuk mengantisipasi banjir luapan sungai maupun banjir lahar dingin, sebenarnya puluhan EWS sudah terpasang namun kami akan melakukan pengecekan ulang berfungsi tidakknya alat tersebut sehingga akan lebih efektif bagi warga yang terdampak bencana untuk setidaknya mengantisipasi agar tidak memakan korban,” ucapnya.

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta menyusun prioritas penanganan banjir Sungai Winongo yang sempat menggenangi permukiman warga dan merusak sejumlah infrastruktur di sepanjang bantaran sungai. "Prioritas itu perlu disusun untuk menentukan penanganan apa saja yang harus dilakukan dalam waktu cepat dan sangat dibutuhkan masyarakat karena menyangkut kepentingan umum," kata Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Menurut Haryadi, luapan Sungai Winongo yang terjadi pada Sabtu (12/3) malam mengakibatkan sekitar 1.700 warga harus dievakuasi, namun kembali lagi ke rumah masing-masing saat air sudah tidak menggenangi permukiman. Saat ini hanya tersisa tujuh warga yang belum dapat kembali ke rumahnya karena rumah tempat tinggalnya hanyut dibawa derasnya arus air Sungai Winongo.

“Hal terpenting adalah memberikan kesadaran kepada warga tentang potensi bencana yang mereka hadapi apabila tinggal di tepi sungai, bukan hanya memberikan larangan. Dengan kesadaran yang terbangun, maka warga tidak akan tinggal di tepi sungai," tuturnya.

Pemkot Yogyakarta masih terus melakukan pendataan terhadap kerusakan-kerusakan infrastruktur akibat terjangan air Sungai Winongo yang memiliki konsekuensi pada pembiayaan untuk perbaikan. Dari hasil pendataan akan diketahui, kerusakan mana saja yang harus dibiayai menggunakan dana tidak terduga atau dari APBD Kota Yogyakarta," ucapnya.

Sampai saat ini, Pemkot Yogyakarta masih menghitung jumlah dana yang dibutuhkan untuk perbaikan infrastruktur yang rusak akibat luapan air sungai. Luapan tidak hanya terjadi di Sungai Winongo, tetapi juga di Code namun tidak menimbulkan banyak kerusakan. Berdasarkan data Pusat Pengendalian Operasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta, terjadi kerusakan talud di empat lokasi, dua rumah hanyut, satu rumah rusak, satu jembatan rusak, dan tiga sumur tercemar.

"Jika menggunakan dana tak terduga, maka penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati dan harus memenuhi semua syarat administrasi yang ditetapkan," katanya.

Haryadi menuturkan, pihaknya mempunyai dana tak terduga sebesar Rp5 miliar dan belum digunakan untuk pembiayaan apa pun. "Jika bisa ditangani dengan dana APBD murni atau perubahan, maka penanganan akan lebih diutamakan menggunakan dana APBD," ujarnya. (Wilujeng Kharisma/A-147)

Dewan Desak BPBD Perjelas Dana Bencana

(SUMENEP)– DPRD Sumenep meminta kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep untuk terus mengawal dan menseriusi dana Rp19 miliar. Karena dana untuk bencana 2013 hingga 2015 itu dinilai bisa diperoleh sesuai dengan pengajuan yang telah diajukan.

Ketua Komisi IV DPRD Sumenep H. Subaidi menjelaskan, bahwa dana itu secepatnya diperjelas ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Karena dana tersebut tinggal diurus dan bahkan pihak dewan sudah pernah bertemu langsung pihak BNPB memperjelas dana tersebut.

“Sebenarnya dana itu tersedia di pusat, tapi mungkin tidak ditindaklanjuti. Sebab ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Sumenep. Makanya kami berharap dana itu bisa turun dan pihak BPBD harus mengawal itu,” katanya.

Sebab, dana Rp19 miliar itu diperuntukkan kepada sejumlah infrastruktur yang mengalami kerusakan yang diakibatkan bencana alam yang terjadi dari tahun 2013 hingga 2015. Oleh karenanya, dana yang tidak sedikit itu dinilai sangat penting untuk nantinya bisa memperbaiki infrastruktur tersebut.

“Bahkan, di dalam data yang ada di BNPB sudah ada titik yang akan diperbaiki dengan dana Rp19 miliar itu. Karena penggunanaan dana itu nantinya sesuai dengan by name, by addres. Bahkan sudah ada foto infrastruktur yang mengalami kerusakan dan membutuhkan dana itu,” terang politisi PPP itu.

Jika dana itu benar-benar turun ke Sumenep, pihak DPRD Sumenep akan terus mengawal realisasi dana tersebut. Hal itu dilakukan untuk memastikan, jika penggunaan dana itu sesia dengan peruntukannya masing-masing atau sesuai dengan by name, by addres yang sudah ada dalam dokumen.

“Pengawalan pasti kita lakukan untuk realisasi dana itu. Oleh karenanya, kalau nanti ada survei ke lokasi berdasarkan data yang ada, harus bersama-sama dengan kami di komisi IV. Karena yang jelas akan ada survei, siapa tahu infrastruktur yang rusak seperti tebing ternyata sudah diperbaiki oleh masyarakat melalui swadaya,” lanjutnya.

Sementara kepala BPBD Sumenep Febrianto, bahwa pihaknya sudah mendatangi BNPB, namun dana tersebut bukan merupakan dana yang bisa langsung diambil. Melainkan harus ada adminsitrasi yang perlu diselesaikan terlebih dahulu.

Pasalnya, BPBD Sumenep diminta untuk menyediakan Rencana Anggaran Biaya (RAB) oleh pemerintah pusat. Namun pihaknya tidak bisa langsung menyediakan RAB tersebut karena masih harus butuh dana, sementara dana tersebut harus menggunakan dana pemkab Sumenep.

Yang paling membuat pihaknya tidak bisa langsung membuat RAB sesuai yang diinginkan pemerintah pusat, sebab pihaknya khawatir ketika RAB disediakan dnegan anggaran daerah, Rp19 miliar itu tidak bisa cair.

“Karena meskipun kami menyediakan RAB nya, belum tentu anggaran itu disetujui. Karena kalau tidak disetujui, yang jelas anggarannya tidak bisa cair,” katanya. (ong/h4d)

sumber: korankabar

More Articles ...