logo2

ugm-logo

DPR dan BNPB sepakat revisi UU Bencana

Jakarta  - Komisi VIII DPR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sepakat merevisi Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

"Kesepakatan ini dicapai dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VIII dan BNPB," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR Deding Ishak kepada pers di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan, revisi UU Nomor 24/2007 itu penting untuk memperkuat peranan BNPB dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).

"Termasuk penguatan fungsi koordinasi, pelaksana dan komando yang dilakukan oleh BNPB," katanya.

Selain itu, Deding menjelaskan, revisi juga dilakukan untuk memperkuat peran BPNB dalam melakukan kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait dalam penanggulangan bencana.

"Yang pasti revisi juga dilakukan untuk sinkronisasi dan harmonisasi atas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penanggulangan bencana," ujarnya.

Deding mencontohkan, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil memberikan pemaknaan "mitigasi bencana" yang berbeda dengan pengertian "mitigasi" pada UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Hal ini, lanjutnya, berimplikasi pada perbedaan pengertian pada turunan perundang-undangan dan praktik penanggulangan bencana di BNPB.

Dia menambahkan, hal yang sama juga terjadi pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yang memastikan adanya tingkatan status tkonflik di lingkup daerah, regional dan nasional tetapi tidak memberikan mandat pada BNPB tentang tingkatan status bencana tersebut.

Selain itu juga UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menggunakan mitigasi bencana sebagai pertimbangan tindakan, namun belum melakukan penyelarasan tata ruang mengelolaan kawasan rawan bencana sebagai bagian dari upaya pencegahan.

Selanjutnya, dia menambahkan, ada UU Nomor 31 Tahun 2009 tentang BMKG yang menghasilkan produk komponen teknis untuk mendukung sistem peringatan dini tetapi tidak memperimbangkan atau melandasi kehadirannya dengan UU Penanggulangan Bencana.

Begitu juga UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang belum diselaraskan dengan intensitas zona rawan bencana.

Ada pula UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang belum melihat air sebagai potensi bencana, kemudian UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang belum mengatur lebih lanjut tentang peranan TNI dan Polri dalam menanggulangan bencana.

sumber: (ANTARA News)

Dana Desa Bisa Digunakan untuk Buat Posko Khusus Siaga Bencana

Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar meminta kepala desa, terutama di daerah rawan bencana untuk selalu dalam keadaan siaga. Musim hujan dengan curah deras disertai angin kencang yang menerpa seluruh pelosok tanah air, dianggap Marwan potensial menimbulkan berbagai ancaman bencana alam.

"Jadi kami instruksikan kepada seluruh desa yang rawan bencana, agar sedini mungkin siaga bencana, menyiapkan action plan untuk menghadapi bencana dan dampaknya" kata Marwan, dalam keterangan tertulis yang diterima Selasa (20/1/2015) malam.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 315 daerah dengan jumlah penduduk 61 juta jiwa masuk kategori rawan banjir dan 274 daerah dengan jumlah penduduk 124 juta jiwa yang rawan musibah longsor. Ancaman banjir dan longsor yang melanda berbagai daerah ini menjadi perhatian serius

Banyak sekali desa-desa yang mengalami bencana longsor atau banjir. Tidak terkira kerugian yang diderita desa akibat musibah tersebut. Mulai dari korban jiwa hingga hilang atau rusaknya bangunan dan kekayaan milik desa dan warganya. Belum lagi lumpuhnya kegiatan sosial, pendidikan dan ekonomi desa.

Belajar dari kejadian sebelumnya, longsor atau banjir bisa datang secara tiba-tiba mengakibatkan perlunya semacam posko desa siaga bencana. Posko bertugas memberikan penyuluhan kepada warga desa agar siap menghadapi bencana, juga mempersiapkan seluruh perlengkapan dan peralatan yang diperlukan baik sebelum, saat terjadinya bencana maupun paska bencana.

Semua hal tersebut harus sudah disiapkan sedini mungkin, supaya desa rawan bencana benar-benar siap menghadapi situasi apapun yang bisa saja terjadi secara tiba-tiba atau di luar apa yang sudah diprediksi.

"Pembiayaan posko dan berbagai kegiatannya dapat dimusyawarahkan bersama warga desa untuk dibebankan pada dana desa. Karena hal tersebut sifatnya sangat urgen bagi keselamatan desa dan warganya" ujar Marwan.

Lebih lanjut Marwan mengingatkan agar aparatur desa rawan bencana sejak dini mulai melakukan upaya perlindungan dan penyelamatan aset-aset desa dari dampak bencana. Seperti dokumen, kendaraan bermotor, bangunan, dan lain-lain.

"Supaya aset-aset tersebut tidak rusak dan tetap dapat digunakan, sehingga desa tidak perlu mengeluarkan banyak dana lagi untuk memperbaiki atau membeli lagi aset-aset tersebut," ucap politisi PKB itu

Dengan demikian, lanjut Marwan, dana desa dapat dialokasikan untuk membantu warga desa yang terkena dampak bencana, melalui program pemberdayaan masyarakat desa untuk mempercepat proses pemulihan ekonomi desa paska bencana.

sumber: KOMPAS.com

More Articles ...