logo2

ugm-logo

Mitigasi Bencana Karhutla, Muhammadiyah Kalimantan Tengah Luncurkan Program Rumah Singgah dan Mobil Oksigen

MUHAMMADIYAH.OR.ID, PALANGKA RAYA – Kemarau panjang di Indonesia meningkatkan risiko bencana alam, salah satunya kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Memitigasi potensi bencana itu, Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) meluncurkan program rumah singgah dan mobil oksigen.

Program ini diluncurkan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalimantan Tengah beserta sayap organisasi tersebut. Peluncuran dilaksanakan di Halaman Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Kalimantan Tengah.

“Sebagaimana SK Walikota Palangka Raya tanggal 6 Agustus 2023 tentang perpanjangan status Siaga Darurat Karhutla sampai dengan 10 November 2023, sebagai lembaga yang ditugasi dalam resiliensi bencana, MDMC tentu harus ikut mengambil peran dalam penanganan Karhutla di Kalimantan Tengah umumnya, dan di Kota Palangka Raya khususnya,” ucap Ketua LRB/MDMC Kalteng, Heru Setiawan, Ahad (27/8).

Program rumah singgah oksigen disediakan sebagai antisipasi jika nanti terjadi kabut asap berkepanjangan akibat dampak Karhutla. Sedangkan program mobil oksigen diadakan untuk mendukung petugas dan relawan yang berjibaku menangani Karhutla di lapangan.

“Masyarakat yang nantinya membutuhkan udara segara (oksigen) dapat mengunjungi rumah singgah oksigen ini,” ungkap Heru Setiawan. Selain itu, Muhammadiyah Kalteng juga menurunkan relawan medis dan pemadaman yang bergabung bersama Tim BPBD Kota Palangka Raya.

“Relawan medis juga kami siapkan dan kami tempatkan di Posko BPBD, untuk membantu petugas dan relawan terutama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan pengecekan kesehatan, kita menyadari bahwa petugas dan relawan adalah mereka yang berada di garis depan dalam menangani Karhutla ini, tentu kebutuhan medis mereka harus juga diperhatikan, seperti penyediaan vitamin, obat-obatan dan layanan medis lainnya,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua PWM Kalteng, Ahmad Syar’i mengatakan inisiatif ini merupakan kesadaran Muhammadiyah sebagai organisasi yang mengimplementasikan semangat Al-Ma’un.

“Ini menjadi bagian dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan oleh Muhammadiyah, kita harus terus berusaha maksimal mengerahkan sumber daya yang dimiliki Muhammadiyah dalam rangka kemaslahatan umat, salah satunya yang dilakukan oleh MDMC ini, yaitu turut serta dalam penanganan Karhutla,” pungkasnya. (afn)

Bencana Alam Sepanjang Agustus, Perubahan Iklim Perparah Keadaan

Jakarta - Perubahan iklim meningkatkan risiko terjadinya bencana alam. Karenanya, bencana alam kini lebih sering terjadi di mana-mana. Perubahan iklim adalah sesuatu yang nyata terjadi.

Di bulan Agustus saja, kita mendengar bencana banjir terburuk sepanjang sejarah China dan India, hujan lebat di Eropa, badai pasir di Maroko dan Iran, hingga kebakaran hutan dahsyat yang memusnahkan Maui, Hawaii.

Banjir terparah di China dalam 140 tahun

Intensitas curah hujan terberat yang mengguyur Beijing, China menyebabkan banjir terparah dalam 140 tahun. Para ahli memperingatkan bahwa China perlu memperkuat sistem pemantauan cuaca dan hidrologinya mengingat peristiwa cuaca ekstrem diperkirakan akan semakin meningkat akibat perubahan iklim.

Sebelumnya diberitakan, hujan deras di Beijing pada 2 Agustus menyebabkan banjir yang mematikan bahkan memecahkan rekor meteorologi. Setidaknya 33 orang dilaporkan tewas dan belasan orang hilang akibat bencana ini.

Langit Maroko oranye bak kiamat

Badai pasir yang melanda Marrakesh, Maroko membuat langit kota tersebut berwarna oranye kemerahan. Media setempat melaporkan satu orang tewas tertimpa pohon tumbang saat badai menerjang.

Video peristiwa yang terjadi pada Kamis (10/8) itu diposting di berbagai media sosial dan menjadi viral. Netizen menampilkan sejumlah penampakan langit tertutup kabut merah dan jalanan disinari cahaya oranye.

Tak hanya badai pasir, Marrakesh yang merupakan tujuan wisata populer dan menampung lebih dari satu juta orang, saat ini sedang mengalami rekor gelombang panas. Suhu di Marrakesh tercatat melebihi 48 derajat Celcius pada siang hari.

Cuaca buruk di Eropa, bandara terendam

Cuaca buruk melanda sejumlah negara Eropa dalam beberapa pekan belakangan. Kondisi ini sampai mengakibatkan bandara di Jerman terendam akibat hujan deras hingga Italia utara dilanda badai petir.

Badai menyapu wilayah barat daya Jerman pada Rabu (16/8) malam, menggelontorkan air dalam jumlah besar dan dilaporkan menimbulkan lebih dari 25 ribu sambaran petir dalam waktu satu jam. Otoritas bandara melaporkan sejumlah besar air menumpuk di landasan pacu dan penanganan di darat dihentikan selama lebih dari dua jam.

Sebaliknya, di wilayah berbeda di Italia, Spanyol, dan Prancis selatan mengalami musim panas terik hingga suhunya mencapai 40 derajat Celcius. Dalam beberapa bulan terakhir, cuaca di benua itu memang ditandai dengan perbedaan mencolok di wilayah utara-selatan. Eropa selatan menderita suhu panas ekstrem sementara Eropa utara dan tengah dilanda badai dahsyat dan banjir mematikan.

Badai pasir dan debu parah di Iran

Badai pasir dan debu di wilayah tenggara Iran pekan lalu, berdampak parah pada kehidupan sehari-hari. Situasi ini menyebabkan lebih dari 1.000 orang dilarikan ke rumah sakit untuk mencari pertolongan medis.

"Akibat badai tersebut, 1.047 orang dari kota Zabul, Zehek, Hamun, Hirmend, dan Nimruz di bagian utara provinsi Sistan-Baluchestan mencari pertolongan medis di rumah sakit. Di antara orang-orang ini, 58 orang dirawat di rumah sakit dan dirawat," kata Direktur Darurat Sistan-Baluchestan Mecid Muhibbi, seperti dikutip dari kantor berita resmi Iran, IRNA.

Direktur Meteorologi Sistan-Baluchestan Muhsin Haydari menjelaskan bahwa akibat peningkatan kadar debu di udara, jarak pandang turun menjadi tiga kilometer di Zabul dan dua kilometer di Zehek.

Berbatasan dengan Pakistan, Provinsi Sistan-Baluchestan memang dikenal sebagai kawasan yang sangat panas dengan iklim kering. Namun perubahan iklim dan pemanasan global memperparah cuaca di wilayah tersebut karena terjadi peningkatan suhu udara pada tahun ini. Kekeringan berkepanjangan di kawasan itu juga memicu penguapan air, bahkan menghancurkan Hamoun, salah satu lahan basah di provinsi itu.

 

More Articles ...