logo2

ugm-logo

Hidup di Bawah Bayang-Bayang Banjir Lahar Dingin Gunung Semeru

Merdeka.com - Ancaman banjir lahar dingin Semeru masih bisa terjadi sewaktu-waktu. Tetapi warga tetap nekat menyeberangi sungai aliran lahar Semeru untuk beraktivitas sehari-hari.

Pasca banjir lahar dingin yang terjadi pada Sabtu (17/12) lalu, warga bantaran sungai Regoyo masih beraktivitas di sekitar aliran sungai. Mereka mengaku terpaksa karena tidak memiliki alternatif jalan lain.

taboola mid article

Perlu diketahui, banjir lahar dingin mengakibatkan Dusun Sumberlangsep, Desa Jugosari, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang Jawa Timur terisolir hingga saat ini.

Hal itu dikarenakan jembatan limpas yang merupakan akses satu-satunya penghubung Dusun tersebut ambles akibat diterjang banjir lahar dingin disertai sisa material erupsi Semeru.

Alhasil, warga setempat harus nekat menantang maut dengan melintasi sungai aliran lahar yang masih deras. Terlihat, sejumlah warga turun langsung melewati aliran sungai lahar untuk bisa menyeberang keluar agar bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

Meski dihantui rasa takut dan trauma, namun tak ada pilihan lain warga setempat untuk bisa melanjutkan aktivitas sehari-hari untuk kelangsungan hidup.

Samsul, warga Sumberlangsep mengaku semenjak jembatan penghubung Dusunnya ambles diterjang banjir lahar, praktis aktivitas warga setempat terhambat.

"Sekarang sulit jalan sudah enggak ada sama sekali, bisa tapi agak sengsara," katanya saat ditemui pada Minggu (18/12).

Ia mengaku khawatir saat menyeberangi sungai lahar material sisa erupsi Semeru ambles dan bisa mencelakai warga yang melintas.

"Semuanya pada kesusahan semua, sebetulnya saya takut, khawatir waktu diinjak (sisa material erupsi) itu ambles, makanya motor saya ditaruh di seberang jalan," jelasnya.

Selain memutus jalur untuk menuju Dusun Sumberlangsep, banjir yang terjadi beberapa waktu lalu juga membuat rumah warga setempat rusak parah.

Terlihat bangunan rumah yang letaknya tak jauh dari sungai Regoyo itu sudah hancur. Sebagian bangunan rumah juga telah terendam material erupsi.

Sementara itu, pihak BPBD Lumajang mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan berhati-hati mengingat adanya potensi terjadinya banjir lahar dan letusan sekunder.

Warga diimbau untuk tetap berhati-hati saat beraktivitas di sepanjang daerah aliran lahar yang berhulu ke Gunung Semeru. Hal ini mengingat intensitas curah hujan di wilayah sekitar sungai aliran lahar masih tinggi.

"Saat ini hujan bisa terjadi sewaktu -waktu meski tidak merata, maka dari itu tingkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian, karena sisa material yang berada di Kamar Kajang, Kajar Kuning, Curah Kobokan dan sungai lanang itu masih banyak," ujar Kabid Pencegahan Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Lumajang Wawan Hadi Siswoyo.

Selain itu, ia juga mengimbau warga untuk terus tingkatkan kewaspadaan akan bagi warga yang meLintasi zona merah mengingat status Gunung Semeru masih pada level 3 Siaga.

"Potensi guguran APG ini masih ada, jadi tetap waspada karena status Semeru masih Siaga level 3," ujarnya.

[rhm]

Tim UGM Petakan Area Terdampak Gempa Cianjur, Bisa Dipakai untuk Penentuan Relokasi Warga

Kampus—Tim dari Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik UGM berhasil melakukan pemetaan area terdampak gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat. Hasil pemotretan tim UGM mampu memberikan gambaran kondisi terkini pasca gempa Cianjur.

Bekerja sama dengan Tim Reaksi Cepat (TRC) Fakultas Teknik UGM, tim melakukan pemetaan di wilayah yang paling terdampak gempa. Tim yang dipimpin oleh Dr Ruli Andaru melakukan pemetaan dari tanggal 7 hingga 9 Desember 2022 dengan GNSS tipe Geodetic dan pesawat nirawak/UAV VTOL P330 yang membawa sensor kamera dengan resolusi 40 Mp dan sensor portable Lidar.

“Kegiatan ini kita lakukan untuk memetakan dampak kerusakan bangunan dan fasilitas umum akibat gempa, menganalisis pergerakan tanah, penentuan area relokasi hunian warga,” jelas Ruli seperti dirilis laman UGM Selasa (13/12/22).                                            

Ruli menyampaikan pemetaan dilakukan secara ekstra terestrial yaitu dengan melakukan pemotretan udara dengan wahana UAV secara fotogrametris. Sementara UAV yang diterbangkan memiliki kapasitas baterai 30 ribu mAh dengan kemampuan terbang selama 100 menit dan cakupan area pemotretan seluas 1.500 Hektare. Direncanakan area seluas 5.000 Hektare dapat dipetakan dalam kurun waktu dua hari lapangan. Beberapa spot area juga akan dilakukan penyiaman dengan teknologi Lidar untuk mendapatkan data permukaan topografi/surface yang lebih detail.

“Selama dua hari di lapangan, kami menjumpai beberapa kendala teknis maupun non teknis sehingga dari target 5.000 Ha ini baru terpetakan sejumlah 1.500 Ha saja," ungkap Ruli.

Ruli menyebutkan faktor cuaca dan juga pergerakan pesawat udara (helikopter) di sekitar lokasi untuk transportasi logistik menjadi kendala yang dominan saat itu. Kondisi tersebut menyebabkan slot penerbangan UAV TRC FT UGM menjadi terbatas. Kendati begitu, area yang berhasil dipotret ini telah mampu memberikan gambaran kondisi terkini pasca gempa dan selanjutnya akan diproses dan dibuat tampilan visualnya dalam sebuah peta foto dan peta garis.

“Dengan kemampuan pembentukan permukaan terain secara 3D, gambaran elevasi dan tingkat kelerengan tanah dapat diukur secara teliti. Hasil mapping ini nantinya juga akan diintegrasikan dengan hasil mapping institusi lain dan akan di-upload di portal BNPB,” tambahnya.

Kepala Desa Desa Bunikasih, H Solehudin, menyampaikan ucapan terima kasih atas kontribusi UGM dalam kegiatan pemetaan ini. Peta yang dihasilkan nantinya bisa memberikan kontribusi untuk desa, khususnya untuk memberikan informasi dampak secara lebih detail dan juga untuk kegiatan relokasi hunian warga Bunikasih.

Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Kerjasama FT UGM, Dr Ali Awaludin, mengatakan tim mapping dari Departmen Teknik Geodesi ini merupakan tim pertama yang dikirimkan Fakultas Teknik UGM. Selanjutnya dalam beberapa waktu mendatang akan disusul oleh tim lain dari sejumlah departemen di Fakultas Teknik untuk keperluan asesmen lainnya.

Ketua Departemen Teknik Geodesi, Prof Trias Aditya, mengatakan tim pengabdian Teknik Geodesi terus berkontribusi dalam mitigasi bencana di tanah air, terutama untuk keperluan mapping. Beberapa di antaranya yang telah dilakukan adalah saat kejadian bencana erupsi Gunung Merapi (2012-2015), Gunung Agung ( 2017-2020), longsor Banjarnegara (2014), serta Gempa Aceh (2016).

“Dalam beberapa waktu mendatang, tim ini juga akan melakukan pemetaan untuk keperluan mitigasi bencana rob di Semarang,” jelasnya.

More Articles ...