logo2

ugm-logo

Banda Aceh lanjutkan kerjasama mitigasi bencana dengan Jepang

Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Kota Banda Aceh melanjutkan kerjasama kemitraan dengan Pemerintah Kota Kamaishi Jepang terkait mitigasi kebencanaan khususnya bidang gempa bumi dan tsunami yang telah terjalin sebelumnya.

"Bahkan, kami ingin kerjasama yang lebih intens lagi antara kedua belah pihak. Terutama bagi pelajar, minimal anak-anak kami bisa mencontoh kedisiplinan masyarakat Jepang. Saya akan mendukung sepenuhnya program ini," kata Wali Kota Banda Aceh Bakri Siddiq, di Banda Aceh, Jumat.

Program kemitraan Banda Aceh dan Kamaishi tersebut digagas oleh Japan International Cooperation Agency (JICA). Kelanjutan kerjasama tersebut usai kedua pihak melakukan pertemuan di Pendopo Wali Kota Banda Aceh.

Dalam waktu dekat, badan kerjasama internasional Jepang tersebut akan menggelar training for trainer, sesi pembelajaran, workshop, hingga pelatihan ke Negeri Sakura terkait mitigasi bencana tersebut.

Bakri berharap, selain kerja sama terkait mitigasi kebencanaan, dirinya juga meminta dukungan JICA untuk membantu melakukan pengembangan sektor pariwisata Banda Aceh.

"Walaupun fokus kami wisata religi, tapi kami berpikir global dan siap bersanding dengan semua pihak untuk memajukan kota ini," ujarnya.

Bakri mengaku kagum dengan Jepang, meski terkenal sebagai negara industri tetapi tidak menghilangkan bidang agraris nya. Masyarakatnya juga sangat dilindungi oleh pemerintah.

"Dalam sistem pemerintahan, mereka lebih mengedepankan merger bukan pemekaran jika masih ada daerah yang tertinggal," kata Bakri.

Sementara Itu, Senior Deputy Director of Partnership Program Division JICA Fujihara Reiko menyatakan kedatangan mereka ke Banda Aceh selain bersilaturahmi juga ingin menjalin kerjasama mitigasi bencana serta terkait sister city antara Banda Aceh dan Kamaishi.

Fujihara menyebutkan, program mereka nantinya akan dipusatkan di Museum Tsunami Aceh dan dua sekolah yakni SMPN 11 dan SMPN 17 Banda Aceh.

"Saya yakin proyek ini akan berhasil nantinya, ditambah lagi dengan dukungan penuh Pemko Banda Aceh, mohon kerjasama ke depannya," kata Fujihara.

Dia menjelaskan bahwa fokus proyek JICA kali ini adalah peningkatan kemampuan atau SDM tentang mitigasi bencana. Bahkan nantinya mereka juga bakal melibatkan unsur kampus (Universitas Syiah Kuala), BPBD, dan Dinas Pendidikan Banda Aceh.

"Karena nantinya kita harapkan pada 2024 bakal ada pelatihan balasan ke Jepang. Semoga ini dapat berjalan baik," demikian Fujihara.*

Pengamat: Masyarakat Harus Paham Local Risk untuk Sukseskan Mitigasi Bencana

Doktor Hendro Wardono Ketua Pusat Studi Bencana dan Lingkungan Unitomo Surabaya menyebut support dari masyarakat sangat penting dalam setiap upaya mitigasi bencana alam, khususnya bencana Hidrometeorologi. Menurutnya, peran instansi pemerintah memang penting, tapi akan lebih efektif jika masyarakat tidak abai.

Hendro menyebut, ada tiga hal yang minimal harus dilakukan pemerintah daerah beserta masyarakatnya, untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut.

“Pertama masyarakat harus tahu risiko lokal (local risk) di daerahnya, ancamannya bagaimana, sehingga bisa ikut mengantisipasi.Kedua, bahu membahu dengan instansi pemerintah dan terakhir harus ada local action, relawan-relawan-nya digerakkan,” ujarnya kepada Radio Suara Surabaya, Selasa (18/10/2022).

Kata Hendro, penerapan dari ketiganya masih 50 sampai 60 persen, yang artinya belum maksimal. Terutama, yang paling minim yakni terkait local risk. Padahal, di Kota Surabaya masih sering terjadi bencana seperti banjir dan angin kencang hingga puting beliung.

“Padahal BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) sudah memberi sosialisasi. Ketika masyarakat tidak memahami ancaman di sekitarnya, dampaknya akan selalu berulang, jelasnya.

Abainya masyarakat, lanjut dia, karena mindset (pola pikir) masih terkait ketanggap daruratan atau bereaksi pada kejadian, dan bukan terkait pencegahan kejadian.

Ketua Pusat Studi Bencana dan Lingkungan Unitomo itu menjelaskan, gotong royong dengan sistem pentahelix, yakni partisipasi gabungan dari pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi dan media, bisa jadi solusi jangaka panjang pencegahan dampak bencana agar tidak terlalu besar.

Menurut dia, keberadaan satgas bencana di kampung tangguh Surabaya sudah tepat. Namun, masih perlu dilakukan pengoptimalan. Salah satunya, dengan diberikan pelatihan kepada setiap anggotanya, yang dinilai masih belum cukup berkompetensi.

“Tidak berkompeten pun tidak masalah, asal kita beri pelatihan. Karena salah satu kendala dalam penanganan bencana itu ya di komunikasinya. Bagaimana mereka mengedukasi masyarakat untuk memahami local risk, itu yang terpenting,” pungkasnya. (bil/ipg)

More Articles ...