logo2

ugm-logo

Perbaiki Sistem Manajamen Bencana Alam di Indonesia, Indonesia Bentuk ASEAN Institute of Disaster Health Management

Suara.com - Sebagai negara yang rawan mengalami bencana alam, sudah sepatutnya Indonesia memiliki sistem manajemen bencana yang lebih baik.

Inilah yang menjadi alasan Kementerian Kesehatan melalui Pusat Krisis Kesehatan bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK-UGM) menggelar pertemuan pembentukan ASEAN Institute of Disaster Health Management (AIDHM) pada tanggal 2-3 Juni 2022, di Yogyakarta.

Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil The 15th ASEAN Health Ministrial Meeting (AHMM) Mei 2022 lalu di Nusa Dua, Bali yang menunjuk Indonesia sebagai tuan rumah AIDHM.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Dr. dr. Eka Jusup Singka, M.Sc., mengatakan bahwa Kemenkes bersama PKMK-UGM akan membuat suatu proposal yang bertujuan untuk memperbaiki sistem manajemen bencana di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Ia ingin mengubah julukan Indonesia, dari ‘laboratorium bencana’, menjadi ‘negara yang memiliki banyak pengalaman dalam manajemen bencana’.

“Ini adalah upaya kita,sehingga kita harus bekerja lebih bagus lagi, lebih terintegrasi lagi,” kata dr. Eka, dalam keterangan yang diterima Suara.com.

Dalam kesempatan ini dr. Eka juga menyebut bahwa Kemenkes dengan dunia pendidikan, yaitu UGM dan Unsrat, sebagai cikal bakal perkembangan pendekatan pentahelix dalam manajemen bencana.

“Jadi ada NGO (Non-governmental organization) dan akademis. Ada unsur pentahelix dengan akademis. Jadi tidak hanya pekerjaan Kemenkes dan dinas kesehatan saja,” tutur dr. Eka.

Lebih lanjut, Ia menyebut bahwa Kemenkes juga telah membentuk koalisi dengan NGO seperti, Muhammadiyah Disaster Management Center, Pramuka, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Katolik, Persatuan Protestan dan Buda Tzu Chi, yang jumlahnya mencapai 22, sebagai tenaga relawan saat bencana terjadi.

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc, mengatakan bahwa kebencanaan menjadi unggulan di UGM, dengan tim yang sangat berpengalaman dan memiliki respon cepat.

“Kebencanaan menjadi unggulan di UGM, sudah cukup lama. Sehingga tim bencana kami punya cukup banyak pengalaman,” ungkap dr. Yodi.

BNPB: Data dan Informasi Kunci Upaya Bangun Resilliensi Berkelanjutan

Jakarta, IDN Times - Deputi Bidang Sistem dan Srategi Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengungkapkan, data dan informasi menjadi hal dasar upaya membangun sistem resilien berkelanjutan dalam tatanan global.

Pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 yang menetapkan ketangguhan bencana di antara prioritas nasional. Salah satu strateginya yakni penguatan data dan informasi terkait bencana.

Hal itu dikatakan Raditya Jati dalam forum 'Data Challenges and Solutions for Disaster Risk Management' pada gelaran GPDRR 2022 di Pecatu Hall, BNDCC, Bali, Kamis (26/5/2022).

"Data akan diubah menjadi informasi, informasi akan menjadi analisis, dan analisis akan dijadikan dasar untuk merumuskan strategi dan kebijakan," ungkap Raditya. 

 

1. Pencapaian Indonesia dalam pemenuhan data kebencanaan

Raditya menyebutkan, salah satu capaian Indonesia dalam pemenuhan data kebencanaan yaitu adanya Satu Data Indonesia, Satu Peta Indonesia, dan inisiatif Satu Data Bencana Indonesia (SDBI).

"Data tersebut dikumpulkan dari tingkat lokal hingga nasional untuk diinput ke dalam platform digital. Hasil dari pengolaha data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai dasar penyusunan kebijakan," jelas Raditya.

2. Tantangan untuk memenuhi kebutuhan data yang komprehensif

BNPB: Data dan Informasi Kunci Upaya Bangun Resilliensi BerkelanjutanDok. BNPB

Selain itu, Raditya mencontohkan, kebijakan penanganan COVID-19 yang mengadopsi dari hasil analisis data dan informasi melalui platform digital yakni pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Aturan itu merujuk pada setiap hasil komprehensif yang dilakukan melalui platform digital tersebut.

Namun, untuk memenuhi kebutuhan data yang komprehensif tersebut, Radit mengatakan masih ada beberapa tantangan yang dihadapi.

"Tantangan yang dihadapi seperti keterbatasan akses pada internet, kualitas dari data yang dilaporkan, dan pendanaan," ujar Raditya.

3. Pentingnya meningkatkan tata kelola data dan informasi kebencanaan

Menanggapi kesulitan yang sudah diungkapkan, Raditya mengajak seluruh negara untuk dapat meningkatkan tata kelola data dan informasi kebencanaan.

"Maka dari itu, kami mengajak setiap negara untuk dapat meningkatkan tata kelola data dan infromasi kebencanaan sehingga dapat tersedia secara berkualitas, cepat, dan akurat untuk dijadikan acuan dalam merumuskan kebijakan," kata Raditya.

More Articles ...