logo2

ugm-logo

Tetap Fokus Krisis Kesehatan dan Potensi Bencana Alam

Jakarta -

Jakarta berselimut masalah serius, dinamika kehidupan bersama saat ini masih jauh dari normal. Maka, semua elemen masyarakat, dari kalangan elit hingga akar rumput, didorong untuk tetap fokus pada upaya bersama mengakhiri krisis kesehatan atau pandemi COVID-19 dan antisipatif terhadap ragam potensi bencana alam.

Karena itu, menggoreng isu-isu lain di luar kedua masalah itu, terutama isu politik tentang calon presiden, dirasakan bukan hanya tidak membumi, tetapi juga amat sangat tidak elok. Hiruk-pikuk politik bisa dihindari jika para politisi berkenan untuk menahan diri, dan lebih menunjukan empati kepada begitu banyak masyarakat yang menderita atau serba kekurangan. Dalam situasi serba prihatin seperti sekarang, amat bijaksana jika siapa pun tidak meniupkan kebisingan politik, agar baik masyarakat maupun pemerintah, termasuk pemerintah daerah, tidak kehilangan fokus pada upaya mengakhiri pandemi COVID-19 serta mengantisipasi potensi bencana alam akibat tidak menentunya iklim.

Selepas pertengahan Mei 2021, beberapa daerah masih dilanda gempa bumi. Hari pertama Juni 2021, gempa berkekuatan magnitudo 4,8 mengguncang Pasaman, Sumatera Barat. Dua hari kemudian, tepatnya Kamis (3/6), gempa bumi berkekuatan Magnitudo (M) 5,2 mengguncang Melonguane, Sulawesi Utara. Pada hari yang sama, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan terjadinya peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah selatan Jawa Timur.

Ada potensi tsunami jika gempa bumi berkekuatan di atas M 6,5. BPBD Jawa Timur mengidentifikasi sedikitnya delapan (8) kabupaten rawan tsunami dengan risiko tinggi. Delapan Kabupaten itu meliputi Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, Blitar, Tulungagung, Trenggalek dan Pacitan. Masyarakat pada semua pemukiman di wilayah selatan Jawa Timur diminta meningkatkan kewaspadaannya. Semua ini memberi gambaran bahwa potensi bencana masih mengintai kehidupan masyarakat di banyak daerah, dan karena itu masyarakat bersama pemerintah harus antisipatif, setidaknya untuk meminimalisir korban jiwa maupun korban luka, serta meminimalisir kerugian masyarakat.

Sementara itu, perkembangan pandemi COVID-19 di dalam negeri juga masih memprihatinkan. Dari sejumlah daerah, dilaporkan bahwa terjadi lonjakan kasus positif COVID-19 pasca libur lebaran. Bahkan Kementerian Kesehatan memperkirakan kenaikan jumlah kasus COVID-19 pasca-Lebaran masih akan terjadi dan mencapai puncaknya pada akhir Juni 2021. Kecenderungannya sudah terlihat, setidaknya tercermin dari naiknya tingkat keterisian tempat tidur di Wisma Atlet, Jakarta; terjadi lonjakan keterisian dari sebelumnya 15% menjadi 30% pada akhir Mei 2021.

Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) juga melaporkan kecenderungan yang sama. Sejumlah rumah sakit di berbagai provinsi melaporkan kenaikan jumlah kasus COVID-19 pasca libur Lebaran. Kenaikan jumlah kasus COVID-19 di Aceh dan Sulawesi Barat lebih dari 50%. Kenaikan jumlah kasus dari 25 hingga 50% terjadi di Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, dan Riau. Kenaikan jumlah kasus COVID-19 antara 10 sampai 24% terjadi di Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Jambi. Kecenderungan yang sama juga terjadi di Jakarta. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, terjadi lonjakan kasus aktif COVID-19 dalam beberapa pekan terakhir, terhitung sejak 17 Mei 2021 sampai 31 Mei 2021. Peningkatan kasus aktif di Jakarta mencapai jumlah 3.365 kasus.

Kalau situasi di dalam negeri masih seperti itu, yang dibutuhkan masyarakat adalah empati dari semua pihak yang tidak terdampak bencana maupun yang tidak terdampak pandemi. Sudah menjadi pengetahuan dan catatan bersama bahwa baik pandemi COVID-19 dan sejumlah bencana alam di dalam negeri telah menempatkan begitu banyak orang dalam situasi dan kondisi menderita. Karena beberapa alasan, masih ada warga yang harus bertahan hidup di tenda-tenda pengungsian. Dan, tentang dampak pandemi, semua orang tahu karena ikut mengalami langsung. Jutaan orang kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan.

Selain duka dan sedih, bencana banjir bandang dan siklon tropis Seroja di Nusa Tenggara Timur pada April 2021 tentu saja masih menyisakan banyak pekerjaan untuk memulihkan kehidupan masyarakat setempat. Juga, patut disyukuri karena rangkaian gempa di sejumlah daerah lain yang terjadi sepanjang Mei hingga Awal Juni 2021 tidak menyebabkan kerusakan skala besar. Terkait dengan meningkatnya aktivitas kegempaan di Jawa Timur akhir-akhir ini, semua pihak diharapkan antisipatif dan bekerjasama mendukung kewaspadaan masyarakat pada semua pemukiman di wilayah selatan Jawa Timur.

Dengan begitu, sangat jelas bahwa baik perkembangan pandemi COVID-19 di dalam negeri maupun potensi bencana alam, masih memerlukan perhatian bersama. Dua persoalan serius ini masih harus menjadi fokus perhatian, baik perhatian dari pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah, dan juga perhatian dari semua elemen masyarakat.

Misalnya, merespons laporan BMKG tentang meningkatnya aktivitas kegempaan di Jawa Timur, semua pemerintah daerah di wilayah Selatan Jawa Timur seharusnya semakin proaktif berkomunikasi dengan masyarakat. Tidak hanya sekadar meningkatkan kewaspadaan, tetapi juga terkait mitigasi bencana dan simulasi evakuasi. Lalu, dalam konteks memutus rantai penularan COVID-19, pemerintah daerah yang wilayahnya mencatat kenaikan jumlah kasus positif pasca libur lebaran, tentu harus bekerja lebih keras dalam menegakkan ketentuan tentang protokol kesehatan (prokes).

Ketika sejumlah daerah masih berkutat dengan kegiatan antisipasi terhadap potensi bencana alam dan kerja keras memutus rantai penularan COVID-19, tentu saja menjadi sangat tidak pantas jika ada kelompok masyarakat lainnya justru memicu hiruk pikuk politik dengan isu tentang sosok calon presiden atau koalisi partai politik. Pelaksanaan agenda politik terkait pemilihan presiden itu masih lama, sekitar tiga tahun lagi. Sementara persoalan riel sekarang ini adalah tantangan meningkatkan kinerja bersama memerangi COVID-19 dan mengantisipasi bencana alam.

Dalam suasana serba prihatin seperti sekarang ini, semua pihak harus bersedia menahan diri untuk tidak bermanuver politik atau memicu kebisingan politik, agar pemerintah dan masyarakat bisa tetap fokus menangani krisis kesehatan dan waspada terhadap potensi bencana alam.

Blitar Berpotensi Tsunami, BPBD Minta Warga Siapkan Tas Siaga Bencana

Blitar - 8 Kabupaten di Jawa Timur berpotensi tsunami. Salah satunya Blitar. Untuk itu BPBD Kabupaten Blitar meminta warga menyiapkan tas siaga bencana.

Deretan pantai di pesisir Blitar selatan, merupakan wilayah terdekat sumber dua kali gempa yang terjadi hanya berselang dua pekan. Yakni, 10 April terjadi gempa Malang dan 21 Mei terjadi gempa Blitar berkekuatan M 5,9.

Data BPBD Kabupaten Blitar, empat kecamatan berpotensi jadi wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi jika terjadi tsunami. Ke empat kecamatan itu yakni Bakung, Panggungrejo, Wates dan Wonotirto. Dari empat kecamatan itu, terdata 12 desa terdampak.

Namun hanya tiga desa yang paling dekat dengan permukiman warga, dengan tingkat populasi antara 20 sampai 50 kepala keluarga (KK). Yakni Desa Tambakrejo di Kecamatan Wonotirto, Desa Serang di Kecamatan Panggungrejo dan Desa Jolosutro di Kecamatan Wates.

"Belum semua desa itu membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana). Hanya Serang, Tambakrejo dan Jolosutro. Pokok yang ada penduduknya itu sudah dibentuk Destana Semua," jawab Kepala BPBD Kabupaten Blitar, Achmad Cholik dihubungi detikcom, Jumat (4/6/2021).

Dua alat Early Warning System (EWS) sudah terpasang di Pantai Tambakrejo dan Jolosutro. Cholik mengaku, sebenarnya pihaknya sudah mengajukan satu EWS ke pemerintah pusat untuk dipasang di Pantai Serang. Namun sampai saat ini, belum ada respon dari pusat.

"Kami sudah mengupayakan semua. Namun kami sangat berharap, warga punya kemandirian dan kewaspadaan siaga bencana. Siapkan tas siaga bencana sekarang juga. Jadi ketika bencana melanda, bisa menyelamatkan keluarga dan barang berharga yang sudah tersimpan di tas itu," tandasnya.

Tas Siaga Bencana itu, lanjut dia, berisi surat-surat berharga, barang berharga yang bisa disimpan di dalamnya, obat-obatan dan baju untuk persiapan selama tiga hari. Selain itu, jika memungkinkan bisa membawa senter, radio dan jangan sampai lupa HP.

Selain itu, penguatan mitigasi bencana secara penthahelix rutin disimulasikan. Seperti memukul kentongan, membunyikan peluit atau alat lainnya ketika pascagempa melihat fenomena air laut mulai surut.

"Sekali lagi, mulai sekarang siapkan tas siaga bencana. Perkuat pola komunikasi antar warga dan lebih peka membaca tanda-tanda alam. Jangan panik, namun fokus menuju jalur evakuasi yang sudah disiapkan di setiap desa," pungkasnya.

More Articles ...