logo2

ugm-logo

Reportase Pembukaan Workshop Klaster Kesehatan

Reportase Pembukaan Workshop Klaster Kesehatan dan

Transportasi dalam Penanggulangan Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Ende

kluster-kesehatan-ntt

Workshop Klaster Kesehatan dan Transportasi dalam Penanggulangan Bencana di Ende dilaksanakan di Grand Wisata Ende, Senin, 12 Oktober 2015. Workshop diawali dengan sambutan dari panitia, perwakilan Cared Program dan Bupati Ende. Sambutan pertama disampaikan oleh Dr. Adam Pamudji Rahardjo menyampaikan bahwa workshop klaster kesehatan ini merupakan kerjasama dengan BPBD, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Ende yang didukung oleh hibah kerjasama dengan Community Resilience and Economic Development (Cared Program) dari Pemerintah New Zealand. Pertemuan Klaster Kesehatan pada workshop ini mempertemukan BPBD, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, dan Puskesmas untuk bersama-sama menyusun rencana tindak lanjut rencana penanggulangan bencana klaster kesehatan.

Sambutan kedua disampaikan oleh perwakilan dari Cared UGM, Prof. Joko Sujono. Dalam sambutannya Adam menyampaikan bahwa Kabupaten Ende memiliki berbagai macam ancaman bencana. Ende pernah mengalami gempa bumi yang menyebabkan kerugian besar kepada masyarakat. Tingginya risiko bencana yang ada di Kabupaten Ende maka diperlukan sejumlah upaya pengurangan risiko bencana. Cared Program UGM melaksanakan serangkaian kegiatan workshop dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat untuk menghadapi bencana. Prof. Joko Sujono mengucapkan terima kasih kepada Pemda Ende yang telah mendukung sehingga terlaksananya acara workshop ini.

Sambutan ketiga disampaikan oleh Bupati Ende yang diwakili oleh Asisten 1 bidang pemerintahan dan Kesra Sekda Ende. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan bahwa Ende   sebagai etalase dan miniatur bencana. Berdasarkan indeks risiko bencana yang dikeluarkan oleh BNPB, Kabupaten Ende merupakan Kabupaten dengan indeks risiko tertinggi kedua di Provinsi NTT. Pemda Ende berharap hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: tersedianya dokumen tertulis potensi bencana dan rencana penanggulangannya, tersedianya aparatur pemerintah daerah dan masyarakat yang memiliki kapasitas yang baik, serta kesamaan persepsi aparatur pemerintah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana.

Reporter: Oktomi Wijaya

BPBD Karanganyar Usulkan Raperda Penanggulangan Bencana

KARANGANYARBadan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karanganyar mengajukanrancangan peraturan daerah (Raperda) penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Usulan raperda itu akan masuk program legislasi daerah (Prolegda) tahun 2015. Sekretaris BPBD Karanganyar, Kristanto, menuturkan sudah menyusun raperda dan diserahkan kepada Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Karanganyar.

Dia menuturkan perda penyelenggaraan penanggulangan bencana penting sebagai acuan melangkah. Terlebih Kabupaten Karanganyar rawan bencana, seperti banjir, longsor, kebakaran, dan lain-lain.

“Daerah rawan bencana tapi aturan penyelenggaraan penanggulangan bencana belum ada. Secara teknis, kondisi ini menyulitkan kami mencari acuan saat menyusun kebijakan, program kegiatan, dan standard operating procedure [SOP],” kata Kristanto saat ditemui Solopos.com, Jumat (11/9/2015).

Kristanto mengaku BPBD menetapkan masa tanggap darurat, masa transisi, dan lain-lain berdasarkan aturan yang ada. Tetapi, dia menjelaskan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) belum memiliki dasar yang jelas perihal itu. Dia berharap ketika raperda disepakati maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karanganyar akan memperhatikan penanganan bencana.

Dia menjelaskan kebutuhan penanggulangan bencana di Kabupaten Karanganyar masih menginduk Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas). “Setelah ada Perda, kebijakan teknis bisa diatur Perbup. Kami punya aturan jelas. Selama ini Perbup mengacu aturan lebih tinggi. Padahal, kebutuhan masing-masing daerah berbeda,” jelas dia.

Dia memberi contoh dasar penyusunan perencanaan kontinjensi sesuai karakteristik daerah. Penanganan tanah longsor di Banjarnegara tidak bisa disamakan dengan di Karanganyar. Dia juga menyinggung peran BPBD terkait pencegahan bencana di lokasi rawan bencana. Hal itu akan dimasukkan ke dalam isi raperda.

“Sukoharjo, Cilacap, Magelang sudah punya Perda itu, tetapi mereka belum memasukkan peran BPBD memutuskan apakah lokasi tertentu tepat untuk menyelenggarakan usaha. Bukan memperumit perizinan, tetapi meminimalkan korban,” ungkap dia.

Selama ini, Pemkab hanya mengacu Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), tetapi tidak mempertimbangkan lokasi rawan bencana atau tidak. Apakah daerah itu layak untuk usaha atau pendirian rumah. “Klausul itu sudah kami masukkan ke raperda. Sudah sampai bagian hukum. Selanjutnya akan ada dengar pendapat. Lalu ke DPRD. Kami mendompleng prolegda bagian hukum. Katanya akan dianggarkan pada perubahan,” lanjut dia.

sumber: Solopos.com