Bimbingan Teknis Rencana Penanggulangan Bencana dan Krisis Kesehatan Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah dan Dinkes Kabupaten Sigi
Sulawesi Tengah, 22-25 Mei 2019
Pada fase pemulihan bencana Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah menyusun rencana aksi penanggulangan bencana. Isu stratejik dalam rencana aksi tersebut berupa penyusunan program pengurangan risiko bencana dan mitigasi pada pra bencana; penyelamatan dan pemenuhan kebutuhan pada saat bencana; serta koordinasi dan pelaksanaan pemulihan pasca bencana. PKMK FK - KMK UGM bekerja sama dengan Caritas Germany sedang melakukan program pendampingan rutin dalam menguatkan sistem manajemen dan kapasitas SDM kesehatan pasca bencana Sulawesi Tengah. Salah satu kegiatan dalam penguatan sistem manajemen tersebut adalah dengan mengadakan bimbingan teknis penanggulangan bencana dan krisis kesehatan di Dinkes Prov. Sulawesi Tengah dan Dinkes Kab. Sigi. Setelah pelatihan ini, PKMK FK - KMK UGM akan mendampingi dinkes untuk menyelesaikan dokumen rencana penanggulangan bencana.
Rencana penanggulangan bencana dan krisis kesehatan (Dinkes Disaster Plan) untuk provinsi dan kabupaten merupakan langkah paling awal dan penting karena dokumen ini akan menjadi acuan atau panduan penanganan bencana. Selanjutnya perencanaan penanggulangan bencana di rumah sakit, puskesmas, dan fasilitas kesehatan lainnya di daerah akan menyesuaikan dengan dinkes disaster plan. Bimbingan Teknis Dinkes Disaster Plan ini membahas bagaimana upaya penyusunan dokumen dinkes disaster plan, apa saja komponen dan indikatornya, bagaimana pengaktifan klaster kesehatan pada saat bencana, hingga sharing pengalaman dalam mengembangkan Dinkes Disaster Plan.
Pelaksanaan
Jumlah peserta kegiatan ada sebanyak 31 orang, peserta berasal dari Dinas Provinsi Sulteng, Dinas Kab. Sigi dan Puskesmas Nokilalaki. Pelaksanakan kegiatan pada Rabu-Sabtu, 22 - 25 Mei 2019 di kantor Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah
Kegiatan dimulai dengan menyampaikan tujuan dan bentuk kegiatan selama 4 hari dimana 2 hari penyampaian materi dan 2 hari penugasan. Selanjutnya didampingi oleh PKMK FK - KMK UGM untuk meyelesaikan dokumen perencanaan penanganan bencana. Kepala Dinkes Provinsi berterima kasih kepada PKMK FK - KMK UGM karena selalu mendampingi dinkes dalam penanganan bencana. Harapannya semua peserta dapat mengikuti kegiatan dengan seksama dan jika ada hal yang perlu ditanyakan atau didiskusikan silakan disampaikan ke PKMK FK - KMK UGM.
Materi 1 adalah Pengantar Penyusunan Renkon/Dinkes Disaster Plan. Materi ini membahas tentang rencana kontijensi bidang kesehatan. Istilah RDP, Renkon dan DHDP memiliki tujuan sama yaitu menyiapkan dan merencanakan. Renkon ini harapannya memiliki plan A, plan B, plan C. Misalnya di plan A awalnya klaster kesehatan dibentuk di Dinkes Provinsi, ternyata Dinkes Provinsi roboh maka harus ada plan B yaitu diaktifkan di Dinkes Kabupaten. Kapan waktu penyusunan renkon? Segera setelah tanda - tanda awal akan terjadi bencana. Berapa lama masa berlakunya renkon? Apabila terjadi bencana maka renkon diaktifkan, apabila tidak terjadi bencana maka perlu dikaji ulang. Skenario dan tujuan renkon disepakati bersama. Renkon harus dapat dioperasionalkan dalam rencana operasi tanggap darurat.
Materi 2 adalah Komponen Dinas Kesesehatan Disaster Plan. Materi membahas komponen apa saja yang harus dicantumkan dalam dokumen dinkes disaster plan, misalnya profil dinas kesehatan dan daerah, pengorganisasian, analisis risiko, rencana kontijensi, SPO, fasilitas dan rencana tindak lanjut. Hal yang penting diperhatikan adalah dokumen yang disusun harus seoperasional mungkin, disusun sesuai dengan karakteristik dinas kesehatan.
Materi 3 tentang Standar Minimum Pelayanan Kesehatan dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan. Pemateri menyampaikan bahwa standar pelayanan manajemen kesehatan pertama sekali melakukan RHA, aktivasi klaster kesehatan dan mobilisasi EMT dan PHRRT. Penting untuk memastikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat terdampak berjalan sesuai standar dengan memperhatikan kebutuhan kelompok rentan. Selanjutnya pelayanan kedaruratan medik yang dilakukan adalah pengobatan sesuai dengan diagnosis, menggunakan sistem pelayanan rujukan yang berlaku.
Dok. PKMK FK-KMK UGM “Penyampaian Standar Pelayanan Minimum Kesehatan”
Materi 4 tentang Pengorganisasian, pada materi ini ditegaskan bahwa pengorganisasian ini penting terkait dengan siapa melakukan apa. Pengorganisasian tidak membentuk struktur organisasi baru namun pengembangan organisasi yang sudah ada. Organisasi harus sederhana dan jelas, dapat dimobilisasi dalam waktu singkat. Selanjutnya dilakukan penugasan pengorganisasian dimana peserta dibagi mejadi dua kelompok yaitu kelompok Dinas Kesehatan Provinsi dan kelompok Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi. Peserta meyusun sistem komando berdasarkan struktur organisasi di dinas, tidak membuat yang baru namun menyederhanakan struktur supaya lebih operasional.
Diskusi :
dr. Reny Kepala Dinkes Prov. : boleh tidak kab. Sigi memasukkan renkon longsor dan banjir?
Boleh saja, harus tetap disesuaikan dengan renkon BPBD. Jika mereka memiliki renkon longsor dan banjir maka kita akan mengembangkan skenarionya dalam bidang kesehatan.
Misnah dari Dinkes Kab. Sigi : absen dan form dimana disiapkan dan siapa yang duduk untuk memegang itu? Karena berdasarkan pengalaman ada kekacauan dalam memegang form tersebut karena tidak dijelaskan siapa yang harusnya bertanggung jawab.
Akan dijelaskan di pengorganisasian, namun biasanya ada yang bertugas sebagai liason yang bertanggung jawab atas absen dan form. Kalau dalam struktur organisasi biasanya di bidang sekretariat.
Santi dari P2 Dinkes Prov : ada beberapa program lain tidak lengkap laporannya misalnya rabies yang terjadi di pengungsian. Apakah semua program harus dilaporkan atau hanya program tertentu. Kemudian ada informasi yang tidak benar kami terima, bagaimana mengatasi kejadian tersebut?
Sifat manusia pada kondisi darurat takut terhadap isu sensitif, tidak semua laporan kita terima karena harus berdasarkan pada faktor pendukung. Semua program - program dan penyakit standar harus dilaporkan. Kemudian penyakit tambahan yang spesifik yang bisa terjadi di daerah tersebut juga harus diperhatikan dan dilaporkan. Form - form dalam surveilance ditambahkan penyakit spesifik tersebut.
Dalam form ada keterangan “dan lain-lain” yang terkait dengan penyakit dan kronologis. Jika ada penyakit seperti rabies maka kita informasikan kepada relawan sehingga kita yang mendapatkan laporan bisa langsung kita crosscheck ke lapangan.
Misnah dari Dinkes Kab. Sigi :Terkait makanan yang expired biasa ditentukan tanggal dan tahun. Misalnya expired bulan Agustus, apakah bulan Agustus masih bisa kita konsumsi?
Kalau untuk dikonsumsi terakhir 31 Agustus, namun jika menerima obat dari bantuan luar, maka waktu penerimaan minimal 1 tahun akan expired. Khusus untuk vaksin juga harus lebih ketat pengawasannya.
Hari 2
23 Mei 2019
Pertemuan hari kedua dimulai dengan penyampaian Materi 5 yaitu Disaster Logistik dan Fasilitas. Pemateri menyampaikan bagaimana manajemen logistik pada saat bencana, siapa yang bertanggung jawab dan prosedurnya seperti apa. Logistik bertanggung jawab pengadaan dan penyiapan personil, peralatan (menis dan nonmedis) mendukung pelayanan kegiatan, komunikasi, transportasi, supply nutrisi, dan materi. Penerimaan dan penyimpanan logistik harus mempertimbangkan kemampuan menampung, lokasi, fasilitas, dan cara pengolahan penyimpanan logistik. Dalam penerimaan logistik khusus obat harus dibuka, standar dari WHO harus menggunakan bahasa latin meliputi nama obat, syarat menyimpanan, dan aturan pakai.
Dok. PKMK FK - KMK UGM “Penyampaian Materi Disaster Logistik dan Fasilitas”
Diskusi :
Bidang Farmasi Dinkes Kab. Sigi : Kita banyak bantuan obat - obatan dari relawan. Karena banyak pencatatan jadi kelabakan. Sekarang kita diperiksa oleh BPK. BPK terus menanyakan harga obat. Bagaimana caranya agar ke depannya lebih baik?
Kalau tidak ada data (harga) itu tolong yang memberikan harus memberikan statement. Diberikan keterangan tidak ada informasi. Bisa dipakai jika diperlukan.
Materi selanjutnya adalah Materi 6. Analisis Skenario. Pada materi ini pemateri menyampaikan cara analisis resiko untuk membuat ancaman bencana dan menentukan prioritas. Langkah analisis risiko dengan menentukan kemungkinan ancaman bencana, menilai dampak bencana, dan analisis potensi bencana 25 tahun terakhir. Peserta dari Dinkes Prov. Sulteng menyampaikan jenis potensi bencana di Sulawesi Tengah: gempa bumi, tsunami, tanah longsor, angin puting beliung, konflik sosial. Hasil analisis resiko akan dimasukan dalam rencana kontijensi.
Hari 3
24 Mei 2019
Penugasan Penyusunan Dinkes Disaster Plan
Peserta kembali dibagi sesuai dengan kelompoknya. Peserta mulai mengerjakan penugasan Dokumen Dinkes Disaster Plan. Komponen Dinkes Disaster Plan yang sudah mulai disusun pada penyampaian materi hari sebelumnya digabung menjadi satu template. Peserta melengkapi dokumen dan saling berdiskusi dengan narasumber dan fasilitator.
Presentasi Draft Dinkes Disaster Plan Dinkes Provinsi
Dinkes Provinsi dan Dinkes Kab. Sigi mempresentasikan dokumen perencanaan penanganan bencana yang sudah mereka susun. Potensi bencana yang terjadi di wilayah dinas kesehatan provinsi adalah gempa bumi, tsunami, likuifaksi, banjir, tanah longsor, kerusuhan, demam berdarah, diare dan angin ribut. Setelah melakukan perhitungan risiko maka bencana yang memiliki risiko sangat tinggi adalah gempa dan banjir.
Ancaman bencana Dinkes Kab. Sigi yang menjadi prioritas adalah gempa bumi dengan penilaian resiko sangat tinggi, disusul likuifaksi, banjir bandang & tanah longsor, banjir, serta perkelahian antar desa. Hasil penilaian resiko yang sedang yaitu angin puting beliung & demam berdarah. Berdasarkan resiko ini, maka yang diambil untuk disusun rencana kontijensinya terlebih dahulu adalah Gempa Bumi.
Penutup
Demikian laporan kegiatan Rencana Penyusunan Penanggulangan Bencana Dinas Kesehatan (Dinkes Disaster Plan). Secara keseluruhan kegiatan berjalan dengan baik. Kegiatan ini bermanfaat bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Dinas Kesehatan Kab. Sigi yaitu tersusunnya draft dokumen Dinkes Disaster Plan. Selanjutnya akan dilakukan pendampingan untuk menyempurnakan dokumen disaster plan di provinsi dan kabupaten. Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FKKMK UGM sebagai penyelenggara program akan berkomitmen demi tercapainya tujuan program.
Reporter : Happy R Pangaribuan (PKMK FK – KMK UGM)
Table Top Exercise and Communication in Disaster Medicine
UiTM Selayang Campus, Selangor Malaysia
1 – 6 Juli 2019
Pembaca sekalian, delegasi kami senang sekali dapat berbagi reportase harian mengenai kegiatan ini. Berawal dari pertemuan kami di Kongress WADEM Mei 2019 lalu di Brisbane, pada beberapa sesi presentasi tentang disaster health management, EMT, dan kurikulum bencana di Indonesia, kami bertemu dengan ketua Panitia TOPCOM 2019. Dari diskusi singkat itulah kemudian dr. Hendro Wartatmo, Sp.BDKBD, dr. Handoyo Pramusinto, Sp.BS(K), dr. Bella Donna, M.kes, dan Madelina Ariani, SKM, MPH diundang untuk menghadiri konferensi TOPCOM ini. Delegasi juga membawa tiga poster dan satu paper presentasi.
Sangat menarik ketika pertama kali membaca website TOPCOM ini, acara ini sudah berlangsung hingga tujuh kali dan dihadiri oleh praktisi, peneliti, dan pengajar yang memang berkecimpung di bidang pelatihan kebencanaan khususnya emergensi dan bencana. Silakan menyimak program lengkapnya pada https://www.topcommalaysia.com.
Silakan menyimak reportase harian dari delegasi kami:
Semua kebutuhan kami, dari tiket hingga akomodasi telah disiapkan oleh panitia TOPCOM sejak kami masih di Indonesia. Kemarin, saya dan dr. Bella berangkat terlebih dahulu, kami ingin mengikuti secara penuh kegiatan ini mulai dari pre konferens, seminar, dan simulasi hingga 6 juli mendatang.
Setibanya di Malaysia, siang menjelang sore kami sempatkan rekreasi sejenak ke wilayah pemerintahan Putra Jaya, kemudian rehat magrib di Bukti Ampang (semacam Bukit Bintang di Gunung Kidul, Yogyakarta), kemudian ke pusat kota, apalagi kalau bukan menyambangi Menara Kembar Petronas. Selepas itu baru kami ke homestay yang sudah disiapkan. Lebih tepatnya apartemen yang berada tepat di seberang rumah sakit Selayang.
Hari ini, ada banyak workshop yang diselenggarakan, yaitu 6 kelas. Kami memilih untuk masuk di kelas F tentang Tactical Medicine and Communication Risk. Acara setiap kelas tepat dimulai pukul 8.30 MYT, begitupun di kelas ini. Sesi pagi di isi oleh Supt Mat Shukor. Shukor menjelaskan tentang advanced tactical combat medicine disusul dengan drill. Sederhananya, materi ini mengajarkan bagaimana seorang relawan kesehatan harus memperhatikan keselamatan dirinya, bagaimana membuat dirinya selamat, dan bagaimana perlindungan diri dasar yang bisa dilakukan. Keilmuan ini memang berasal dari militer, tetapi bisa diterapkan oleh siapa saja untuk keselamatan dirinya saat sedang melaksanakan tugas kemanusiaan, terutama pada daerah konflik dan sulit. Di sesi drill, kami diajarkan banyak istilah dan gerakan perlindungan diri dari kepolisian dan tentara, kami juga diberi kesempatan untuk merasakan kegentingan saat mobil yang kami tumpangi saat menjadi relawan medis dicegat dan ditembaki oleh orang yang tidak dikenal, bagaimana keluar dari mobil dan berlari menjadi inti dari latihan ini.
Sesi siang, kami sempat mengikuti kelas Tuan Mohd Eirwan tentang Hazard Assessment dan PPE. Menarik, meski pembahasannya banyak mengenai penanganan dan studi kasus bom yang terjadi di Malaysia. Kemudian, kami berpisah, dr. Bella masuk ke kelas Datuk Dr. Alwi tentang Introduction to Mass Casuality Incident. Di kelas ini, diceritakan kemungkinan dan kejadian mass casuality yang pernah terjadi di Malaysia, bagaimana penanganan klinisnya juga. Sedangkan Madelina, melanjutkan kelas selanjutnya yakni kelas Roslan Ghani dan Arif Aizudeen tentang Communication Crisis Management dan Phonetic Alphabeth. Hingga pukul 17.00 MYT kami diajak untuk memahani proses komunikasi, bagaimana situasi komunikasi pada saat krisis melalui permainan dan praktek komunikasi.
Penulis menyadari bahwa komunikasi memang sangat penting dalam situasi krisis. Tekanan yang tinggi bisa memperburuk komunikasi dengan siapa saja. Penulis langsung teringat kejadian demi kejadian saat mendampingi dinas kesehatan dan puskesmas saat situasi bencana. Susah - susah gampang, gampang - gampang susah, kadang mudah kadang juga menjadi tantangan, tidak masalah asalkan tetap dapat kita kendalikan, kira - kira begitu. Jangan sampai dinkes dan puskesmas setempatmerasa diambil alih tugas dan tanggungjawabnya atau jangan sampai juga mereka terlena dengan bantuan dan tidak mandiri. Hal yang perlu digarisbawahi, komunikasi memilki peran yang penting, bagaimana komunikasi kita saat mendampingi tidak menggurui tetapi menjadi kesepakatan bersama untuk kebangkitan pasca bencana untuk daerah.
Demikian, esok masih ada workshop. Kami berencana mengikuti di kelas F dengan topik Psychosocial and Humanitarian Assistance. Sedangkan dr. Handoyo dan dr. Hendro akan mengikuti kelas Counter Terrorism and CBRNE.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 2
Selasa, 2 Juli 2019
Pagi ini saya dan dr. Bella baru bertemu dengan dr. Handoyo dan dr. Hendro. Beliau baru tiba tadi malam dan menginap di salah satu hotel yang telah disiapkan oleh panitia, lebih jauh dari kami, kurang lebih 30 menit dari Fakultas Kedokteran UiTM.
Untuk kebutuhan pengembangan bahan ajar tentang dekontaminasi di rumah sakit, maka kami semua memilih kelas D dengan topik Counter Terrorism and CBRNE, sub topik Hospital Decontamination Demonstration. Lokasi demo di depan IGD Hospital Selayang. Tepat di sebelah kanan IGD, ruang dekontaminasi telah disiapkan sejak beberapa tahun yang lalu. Ruangan ini sehari - hari terbuka mungkin bisa untuk parkir ambulans juga, tetapi sudah disiapkan pembatas plastik anti air, ada pipa - pipa air, dan shower juga.
Di sisi yang lain pemain simulasi dan pasien sudah siap. Para pemain berpakaian lengkap sesuai syarat penanganan pasien dekontaminasi. Ada dua pembelajaran yakni demonstrasi dekontaminasi pasien dengan ambulatory dan non ambulatory. Menarik untuk membandingkannya dengan RS - RS kita di Indonesia. Video rekaman sederhana demonstrasi tersebut Klik Disini
Kami kembali ke FK UiTM untuk menyimak demonstrasi dekontaminasi CBRNE. Menarik sekali menyimak SOP dan perlengkapan yang digunakan. Saya jadi teringat simulasi dengan skenario ledakan nuklir di BATAN Yogyakarta dua tahun lalu yang diselenggarakan oleh BATAN dan BPBD DIY. Peralatan dan SOP yang kita demonstrasikan juga sama. Namun, kembali kita harus mengingat evaluasi saat itu diantaranya bagaimana kita dapat menyiapkan lebih banyak peralatan dekontaminasi untuk ambulans, peralatan di rumah sakit rujukan, dan first responder jika skenario itu benar - benar terjadi.
dr. Hendro kemudian masuk ke kelas B tentang Principle of Damage Control. Damage control memang pertama kali berawal dari bidang militer angkatan laut, dimana kerusakan kapal yang terjadi di tengah laut segera dapat diperbaiki. Kemudian konsep ini diadopsi oleh kedokteran. Konsep yang disampaikan oleh Dr. Husham Abdel Rahman dari Qatar tentang damage control ini menurut dr. Hendro sudah dilakukan juga di Indonesia. Namun, memang kita perlu mencontoh untuk perkembangan pesat peralatan dan sistem yang mereka telah dibangun.
dr. Handoyo masuk ke kelas F tentang Psychological Impact and Strategies of Disaster Invention for Children and Adolescence. Teori yang disampaikan oleh Dr. Zaraiah Aiza menarik, tetapi mengingat bencana yang kerap terjadi di Indonesia maka konsep ini perlu ditambahkan dengan pendekatan masyarakat lokal, bagaimana penanganan psikososial yang diberikan oleh relawan dapat diteruskan oleh masyarakat setempat. Konsep ini juga harus memperhatikan situasi yang tidak terduga seperti anak yang kehilangan orang tuanya, atau saudara yang kehilangan saudaranya, karena kasus ini banyak kita dapatkan di kejadian bencana di Indonesia.
Selesai makan siang, kami masuk ke kelas F. Ada 3 materi yang kami simak yakni tentang Role of Humanitarian Medicine, Public Health Emergency, and Medical Logistic Challenges. Sangat menarik untuk lebih menggali peran kita dalam kemanusiaan, banyak yang harus diperhatikan oleh relawan kesehatan. Tidak hanya kebutuhan pribadi dan tim, tetapi juga hal -hal lain dari masyarakat yang akan ditolong, misalnya aspek sosial budaya. Berhubungan dengan materi selanjutnya tentang logistik. Ada 5 pilar yang harus kita perhatikan dalam melakukan logistic preparedness yakni koordinasi/ kerjasama, orang, SOP, stok, dan informasi. Di sesi terakhir, IFRC lebih menjelaskan tentang perbedaan istilah antara Public Health Emergency (PHE) dan Public Health in Emergency (PHiE). PHE lebih kepada penanganan wabah, sedangkan PHiE lebih kepada penanganan kasus-kasus kesehatan masyarakat pasca bencana.
Apa yang disampaikan selama ini telah dilakukan oleh tim bencana FK - KMK UGM jika bertugas, mulai dari penyiapan logistik dan tim, serta upaya Public Health in Emergency. Surveilans dalam bencana kami mulai sejak Gempa Jogja 2010, kemudian diperkuat pada pasca gempa bumi di Pidie Jaya Aceh 2016, berlanjut dengan bencana Lombok, Palu, dan Lampung Selatan. Masih banyak pekerjaan public health dalam emergensi yang harus kita kembangkan bersama.
Seluruh delegasi diundang untuk gala dinner malam mini di KL Tower. Seru sekali menikmati hidangan dan keindahan malam dengan view seluruh KL. Ya, seluruh KL karena resto ini mampu berputar 360 derajat. Kami berharap kerjasama ini akan dapat berlanjut ke depannya.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 3
Rabu 3 Juli 2019
Sejak pukul 7 MYT dari homestay kami sudah terdengar sirine mobil bergantian menuju kampus UiTM. Bagaimana tidak, banyak pejabat negara Malaysia dan delegasi dari berbagai bangsa hadir pada pembukaan konferensi TOPCOM kali ini. Kami sendiri baru hadir sekitar pukul 8.30 MYT, LO langsung mengarahkan kami ke ruang auditorium Fakultas Kedokteran UiTM. Benar saja, auditorium sudah dipenuhi oleh para undangan, pejabat, dan pembicara. Banyak peserta diarahkan ke ruangan lain dan mengikuti seremonial pembukaan melalui siaran live TV.
Lagu Kebangsaan Malaysia diputar, seluruh peserta berdiri, dan bernyanyi dengan khidmat. Acara dilanjutkan dengan doa mengharap ridho Allah SWT untuk kelancaran dan keberkahan kegiatan yang sangat bermanfaat untuk penanganan kebencanaan dan kemanusiaan ke depannya.
Datuk Dr. Mohamed Alwi bin Haji Abdul Rahman selaku Head of Departement and Consultant Emergency Physician, Hospital Selayang memberikan sambutannya. Dr. Alwi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang berjasa tidak hanya untuk terselenggaranya kegiatan ini tetapi juga pada dedikasi selama ini pada bidang disaster and emergency medicine baik dari Malaysia dan Negara - negara lain yang datang. Malaysia memang cukup aman dari bencana alam seperti gempa, tetapi tidak lepas dari ancaman banjir yang terjadi setiap tahun ataupun ancaman CBRNE. Untuk itu, kesiapsiagaan tetap harus dilakukan.
Sambutan berikutnya dari Datuk Wira Dr. Hj Bahari Bin Datuk Abu Mansor, Deputi Chairman Malaysian Red Cressent. Kemudian sambutan dari perwakilan Kementerian Kesehatan Malaysia. Pembukaan secara simbolis dilakukan dengan tanda tangan digital oleh Kementerian Kesehatan, diikuti oleh Dr. Alwi, Dr. Sakinah, dan Datuk Wira. Acara selanjutnya adalah “Jasamu Dikenang” atau pemberian penghargaan kepada orang - orang yang berjasa selama ini untuk upaya kemanusiaan, kebencanaan, dan emergensi di Malaysia. Penghargaan ini dberikan tidak saja untuk orang Malaysia tetapi juga orang - orang dari negara lain yang berjasa untuk Malaysia.
Ada demonstrasi penanganan bencana yang ditunjukkan oleh Malaysia hari ini. Selama kurang lebih satu jam simulasi penanganan kebakaran di sebuah perusaan cat. Badan Bomba dan Penyelamatan (Jika di Indonesia seperti Damkar dan SAR, termasuk tim HAZMAT) serta tim medis dari Hospital Selayang datang ke lokasi kejadian. Simulasi ini menunjukkan proses evakuasi, dekontaminasi, triage, penanganan korban, dan evakuasi medis udara menggunakan helikopter. Simulasi seperti ini sering dilakukan di Indonesia, terutama bencana alam. Namun, seperti yang saya sampaikan pada reportase hari kedua setelah menyaksikan demonstrasi dekontaminasi, kita memang harus memberi perhatian lebih untuk bencana kegagalan teknologi, nuklir, dan CBRNE, terutama untuk daerah - daerah yang banyak memiliki perusahaan kimia.
Kelas pleno dimulai tepat pukul 14.00 MYT. Dr Alwi membuka dan mempesilakan pembicara pertama presentasi dari Qatar. Judul presentasinya berjudul Crisis Surge Capacity and Mitigation Plan in Trauma. Menarik untuk memulai sesi pembelajaran siang ini dengan penjelasan mengenai surge capacity. Meminjam kata - kata bijak dari Sun Tzu, Jika kita mampu mengenali diri kita sendiri dan musuh kita maka kita tidak akan kalah dalam pertempuran. Surge capacity merupakan salah satu cara kita untuk mengenali diri kita sendiri. Sedangkan mengenali dan menghitung risiko ancaman adalah cara kita untuk mengenali musuh kita, tentu dalam hal kebencanaan. Presentasi berlanjut dengan contoh mengenai kesiapsiaagaan sektor kesehatan Qatar dalam menghadapi ancaman bencana dan emergensi.
Pembicara kedua dari Australia. Khusus membicarakan mengenai aeromedical, retrieval, and evacuation medicine. Tantangan geografi dan demografi Australia mengharuskan mereka untuk melakukan penanganan lebih yakni melakukan evakuasi dan layanan medis melalui udara. Tidak semudah dibayangkan, banyak tantangan yang harus dipertimbangkan, misalnya mengenai besarnya biaya logistik yang harus disiapkan, apakah tim terlatih, termasuk tantangan teknis dalam melakukan layanan kesehatan di dalam helikopter atau pesawat, getaran dan tekanan udara misalnya. Menarik untuk membaca lebih jauh sebuah penelitian yang membandingkan efektivitas rujukan pasien dengan pendamping atau didampingi oleh tim aeromedical saja.
Pembicara ketiga dari Amerika Serikat membawakan presentasi: what is an active shooter? Ya, ancaman penembakan terutama di negara dengan ancaman teror dan konflik yang tinggi perlu diberikan perhatian. Bagaimana kita siap untuk melakukan penanganan korban, termasuk manajemennya. Mulai dari pengetahuan tentang jenis dan model peluru/ senjata, bagaimana cara kerja dan dampak tembakannya terhadap tubuh, sehingga memudahkan untuk melakukan tindakan penyelamatan.
Terakhir, tiba saatnya dr. Hendro presentasi tentang sharing experience in disaster management lesson learnt from Indonesia natural disaster. Segar dalam ingatan semua bencana yang pernah terjadi Indonesia, tidak hanya bencana alam tetapi juga krisis kesehatan seperti kurang gizi yang terjadi di Lombok 34 tahun kemudian terulang pada bencana Asmat 2017 lalu. Melalui semua peristiwa bencana besar yang pernah terjadi dimana Hendro terlibat memberikan pembelajaran tersendiri, terutama progress kemajuan manajemen bencana sektor kesehatan di Indonesia.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 4
Kamis 4 Juli 2019
Masih sama seperti kemarin, TOPCOM 2019 pagi hingga siang diisi dengan pleno. Empat paparan menarik, pertama tentang Medical Preparedness in Radiological and Nuclear Incidence (USA), kedua tentang Mass Casualty Incident Management Blast Injury (Sri Lanka), ketiga tentang Management of Mechanical Ventilator in Pediatric Critical Care (USA), dan keempat tentang Psychology Fisrt Aid (USA).
Kasus - kasus konflik dan bencana alam yang pernah dialami oleh Sri Lanka menarik untuk diambil pelajarannya. Terutama mengenai kejadian bom atau peledakan yang bisa terjadi dimana saja dan kapan saja sehingga rumah sakit harus siap menerima dan melakukan penanganan korban. Tidak hanya itu, kegagalan nuklir dan bahaya radiasi juga perlu diberikan perhatian. Tidak hanya penting bagaimana cara penanganan pasien terkontaminasi radiasi tetapi juga bagaimana keamanan tim medis yang menolong, untuk itulah keamanan dan keselamatan petugas medis menjadi perhatian utama. Demikian resume dari dua materi pertama.
Selalu menarik membahas tentang kasus penanganan gangguan psikososial, terutama saat dan pasca bencana. Saya jadi teringat saat mendapat pelatihan tentang pendampingan psikososial, saya berpikir pendampingan psikososial mudah untuk dilakukan, kita hanya perlu menghibur. Ternyata tidak segampang itu. Banyak hal yang perlu diperhatikan seperti cara bertanya, memilih permainan, begitu juga dengan konteks sosial budaya masyarakat setempat. Namun, pertolongan pertama psikososial dapat dilakukan oleh siapa saja dan menjadi tanggung jawab saat berhadapan dengan korban.
Kegiatan table top exercise berlangsung satu jam sebelum makan siang. Dimulai dengan sedikit materi tentang ICS. Tiba - tiba datang korban dan kemudian tim penyelamat. Menyaksikan tim penyelamat dan medis melakukan pertolongan, seluruh peserta menjadi observer. Debriefing kemudian ditanyai mengenai what went well dan wrong nya. Salah satu yang jelas terlihat adalah, semua orang ingin melakukan penyelamatan korban. Namun, seharusnya juga memperhatikan prosedur medis dan regulasi, serta keselamatan diri sendiri.
Setelah makan siang, table top exercise berpindah ke ruang skills lab di lantai 2. Di lokasi ini sudah disiapkan 10 meja dan nama - nama kelompok. Table top excercise kali ini diinstrukturi oleh dr. Via dari USA dan tim, serta difasilitatori oleh pembicara dari berbagai negara lainnya. Sedangkan kami ditugaskan menjadi observer.
Table top exercise dilakukan dua kali. Tujuannya untuk memberikan pemahaman mendalam tentang ICS, gaya kepemimpinan, dan komunikasi dengan dua kasus yang berbeda. Mengobservasi table top exercise ini menyadarkan saya bahwa kegiatan seperti ini pun sudah sering kami lakukan saat pelatihan rumah sakit, dinkes, dan puskesmas disaster plan, bahkan untuk praktek logistik medis bencana untuk mahasiswa kedokteran. Sebelum berangkat untuk kegiatan ini, tim kami melakukan pelatihan dinkes disaster plan dan dilanjutkan dengan simulasi aktivasi klaster kesehatan. Banyak pembelajaran dari metode pengembangan skenario kasus, model fasilitasi, dan debriefing yang dapat diambil untuk pelatihan bencana sekembalinya kami nanti ke Indonesia.
Reportase oleh: Madelina Ariani (FK – KMK UGM).
Hari 5
Your text...
Hari 6
Your text...
Video
Dekontaminasi pasien ambulatory (pasien dapat berjalan)
Dekontaminasi pasien non ambulatory (pasien tidak dapat berjalan)