logo2

ugm-logo

Reportase Webinar Logistik Medik Pada Bencana

Reportase

Webinar Logistik Medik Pada Bencana

30 Maret 2017


webinar logistik bencana

Webinar series divisi manajemen bencana PKMK FK UGM untuk Maret mengangkat topik Kesiapsiagaan Logistik Medik pada Bencana: Refleksi Seminar ASM Pokja Bencana 9 Maret 2017. Webinar tersebut dimoderatori oleh Intan Anastasia, S.Far., Apt., M.Sc dan materi yang pertama disampaikan oleh dr. Sulanto Saleh-Danu, Sp.FK dari Pokja Bencana FK UGM.

Logistik merupakan suatu hal yang penting dalam segala aspek, hal yang sama berlaku saat keadaan bencana. Bencana merupakan suatu keadaan yang bisa datang setiap saat, sementara sebagai penentu berhasil atau tidak penanganan bencana tersebut berdasarkan logistiknya. Salah satu dampak bencana adalah munculnya suatu penyakit menular/ infeksi. Fakta yang terjadi pada bencana di Bantul yakni berkembangnya penyakit infeksi, bantuan yang berlimpah, tidak ada bantuan vaksin, bahan/ obat kadaluarsa pendek, buffer stock belum terseragamkan, dan adanya inkoordinasi antara bantuan logistik.

Pada saat bencana, terjadi banyak organisasi dan lembaga yang memberikan bantuan dan pertolongan. Dalam kegiatan bantuan atau pertolongan tersebut dibutuhkan suatu logistik yang memadai. Salah satu penyakit yang terjadi pada saat bencana di Bantul adalah tetanus, yang disebabkan oleh faktor kebersihan, kejatuhan puing-puing rumah, tertusuk paku yang berkarat, dan lain-lain.

Terdapat 3 fase dalam penanganan bencana, yaitu pra bencana, respon bencana, dan pasca bencana. Kegiatan yang dilakukan pada saat pra bencana seperti assesment tingkat risiko dimana dari BNPB telah memiliki buku panduan yang dapat digunakan sebagai acuan. SDM pun harus dipersiapkan, terutama skill dalam penanganan bencana sehingga pada saat bencana terjadi maka tim telah siap. Logistik juga harus dipersiapkan sebelum terjadinya bencana. Dalam 3 fase tersebut diperlukan logistik dan kebutuhan yang berbeda-beda.

Penanganan bencana pada setiap daerah diperlukan manajemen bencana, disaster plan, serta terdapat rumah sakit yang telah memiliki Hospital Disaster Plan (HDP). Rencana persiapan yang sangat matang diperlukan dalam mitigasi, selain itu juga tetap perlu disiapkan untuk rencana cadangan. Tim surveilans dan tim Rapid Health Assesment (RHA) perlu dipersiapkan untuk berangkat ke medan bencana dengan tujuan untuk mendapatkan data dan mengetahui situasi pada lokasi bencana.

Logistik yang diperlukan dalam bencana bukan hanya dalam kesehatan yakni obat dan peralatan penunjang kesehatan, melainkan juga diperlukan logistik non kesehatan seperti: air, makanan, kebutuhan administrasi, tempat berlindung dan kelistrikan, kebutuhan pendidikan, dan seterusnya. Kebutuhan yang diperlukan oleh relawan juga diantaranya tenaga yang terlatih, transportasi, komunikasi dan aksesibilitas, serta peta lokasi.

Donasi akan sangat banyak berdatangan pada saat bencana, sehingga diperlukan pengecekan seperti item yang diberikan, jumlahnya, siapa donaturnya, kadaluarsa, dan lain-lain. Perlu diperhatikan juga untuk penyimpanan, sehingga diperlukan gudang penyimpanan obat dalam tiap kabupaten. Gudang tersebut juga dipastikan untuk daya tampungnya, lokasi, fasilitas, dan pendingin untuk obat tertentu.

Pembicara kedua oleh Danang Samsu, ST yang merupakan manager Pusdalob BPBD DIY. Logistik sangat penting dalam segala hal, karena tanpa logistik maka kegiatan tidak akan berjalan. Manajemen logistik juga diperlukan mulai dari saat penerimaan, penyimpanan obat, distribusi, hingga pertanggungjawaban yang mungkin diperlukan penghapusan obat juga. Untuk wilayah DIY juga telah dibentuk klaster logistik oleh BPBD, dimana untuk jangka panjang akan bekerjasam dengan klaster kesehatan dalam penanganan bencana. Dalam klaster harus terdapat 1 komando, agar koordinasi lebih mudah dan tidak mengurangi kekacauan.

Pertanyaan pun banyak diajukan oleh peserta webinar baik yang hadir pada lokasi maupun yang mengikuti secara online. BPBD saat ini telah menyiapkan desa tangguh bencana dimana warga juga dilatih mengelola logistik, sehingga diharapkan warga tetap dapat bertahan setidaknya 3 hari tanpa bantuan dari luar. Saat ini juga telah dipersiapkan logistik untuk makanan, dimana bekerja sama dengan toko, supermarket serta supplier dan dipastikan untuk logistik tersebut akan selalu baru.

Undang - Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, menyatakan bahwa penanggung jawab pada bencana adalah pemerintah daerah. Uji kompetensi diperlukan agar pemda lebih percaya diri untuk memimpin, karena selama ini justru dari NGO atau lembaga eksternal yang mengatur dan memberikan komando. Peraturan tersebut dapat digunakan untuk dasar dalam proses hukum bahkan sampai ke pidana apabila terdapat lembaga atau organisasi yang tetap tidak mau menurut.

 

Reporter: Wisnu Damarsasi, MPH

Reportase Sesi 1. Kebijakan Logistik Medik Seminar Penggunaan Logistik Medik pada Bencana

Reportase Sesi 1. Kebijakan Logistik Medik

Seminar Penggunaan Logistik Medik pada Bencana:
Study Kasusu Tetanus pada Gempa Yogyakarta untuk Pencegahan pada Gempa Pidie Jaya 2016

Kamis, 9 Maret 2017
Gedung Senat Lantai 2 KPTU Fakultas Kedokteran UGM


sesi1 asm
Sesi 1 ini ditujukan untuk membahas kebijakan logistik medik. Untuk itu, narasumber yang dihadirkan berasal dari regulator baik di tingkat nasional maupun internasional. Narasumber kali ini adalah dr. Achmad Yurianto yang merupakan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes dan Bapak Yulian Yogadhita, S.Farm, Apt dari WHO Indonesia.

dr. Hendro Wartatmo, Sp.BD selaku penasihat Pokja Bencana FK UGM, menjadi moderator pada sesi ini. Dalam pengantarnya beliau teringat bahwa pada suatu kejadian bencana beliau dan tim pernah menerima obat-obatan berbahasa Jepang dan tidak ada bahasa inggris juga yang bisa dimengerti. Kedepannya harusnya sudah tidak ada lagi pengalaman yang seperti ini.

achmad

Bahasan kita hari ini sebenarnya dapat kita rangkum dalam upaya monitoring layanan kesehatan pada saat bencana. Hal ini benar-benar strategis dan berkaitan sekali dengan perencanaan dan peningkatan kapasitas pada saat terjadi bencana. Menyinggung yang disampaikan oleh moderator tadi mengenai permasalahan label obat bantuan, itu menunjukkan kalau pada saat itu, kita memang belum siap termasuk merencanakan penerimaan bantuan logistik medik pada saat bencana.

Kaitannya dengan penanganan logistik, setiap daerah di Indonesia harusnya sudah merujuk pada DAK Bidang Kefarmasian yang sudah mengharuskan setiap daerah memiliki perencanaan buffer stock. Harusnya, setiap daerah memperhitungkan dengan benar buffer stock ini berdasarkan kontijensi krisis kesehatan dan bencana yang ada di daerahnya.

Sedangkan penanganannya berbasis klaster. Kita ada di klaster kesehatan yang terdiri dari sub-sub klaster lagi. Sub klaster yang berkaitan dengan logistik ini adalah sub klaster layanan kesehatan.

Peran pengurangan risiko bencana dibidang kesehatan ini merupakan asset yang harus dikelola oleh dinas kesehatan. Bukan pada masa responnya tapi pada saat pemulihan dininya dan kembali lagi pada masa pra bencana sebagai bentuk kesiapsiagaan.

sesi webinar who

Pemateri kedua memaparkan tentang internal dan external preparedness, koordinasi, dan pembelajaran dari gempa Nepal. Beliau lebih banyak membahas mengenai kasus yang pernah dialami seperti pemusnahan obat bantuan pada gempa Padang dan gempa Jogja. Obat yang dimusnahkan jumlahnya hingga 10 ton dan membutuhkan dana yang besar.

Menyambung permasalahan penerimaan bantuan obat yang tidak sesuai dan logistik medik lainnya, erat kaitannya dengan upaya peningkatan kapasitas petugas penerimaan logistik di lapangan. Biasanya yang menerima adalah BNPB atau TNI diluar sektor kesehatan. Artinya, upaya peningkatan kapasitas penerimaan bantuan ini juga harus memperhatikan peningkatan kapasitas lintas sektor, tidak hanya petugas kesehatan.

Logistik dalam ICS mendapat perhatian serius karena ketika itu menjadi bencana internasional maka WHO menjadi koordinator kesehatannya yang menerima bantuan ini. Jika tidak sesuai kebutuhan maka bisa untuk ditolak. Pertanyaannya, bagaimana kompetensi SDM penerima logistik dan sistem perencanaan penyimpanannya, distribusinya, pelaporannya di tingkat nasional dan daerah? Ini yang harus masuk dalam perencanaan tiap-tiap daerah sesuai dengan kontijensi yang disepakati.

tanya jawab

Masuk ke sesi diskusi, dr. Wiliam dari Medicuss Foundation, Pak Sutono dari PSIK FK UGM, dan Pak Budi dari RS PKU serta Pak Dodi dari PKK. Secara umum diskusi seputar kekacuan penanganan pada saat bencana, standar obat-obatan yang harus disiapkan untuk rumah sakit seperti apa, serta lemahnya koordinasi lintas sektor dalam penanganan bencana di daerah. Dapat dirangkum bahwa the most problem in disaster respond was not-single resources but control and coordination. Bagaimana kerjasama lintas sektor hingga pengaturan di sektor kesehatan sendiri harus dikuatkan dengan seringnya melakukan kontak dan kerjasama.


Reportase: Madelina A

More Articles ...