logo2

ugm-logo

Blog

Perilaku Peduli Lingkungan, Solusi Cegah Banjir Berulang

Banjir

Liputan6.com, Solok Selatan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyampaikan, perilaku lebih peduli terhadap lingkungan adalah solusi tepat mencegah banjir berulang. Dalam hal ini, banjir berulang yang terus terjadi setiap tahunnya.

Pesan tersebut disampaikan Doni saat memberikan ceramah kepada masyarakat yang terdampak banjir di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat pada Jumat, 13 Desember 2019. Ia juga berkesempatan meninjau dampak banjir dan menyerahkan bantuan dana siap pakai (DSP) 500 juta untuk penanganan banjir di sana.

"Kesuksesan mengubah perilaku harus didukung oleh tiga tungku sajarangan, yaitu ninik mamak (penghulu dari lembaga adat), cadiak pandai (golongan orang Minangkabau yang dianggap cerdik dan ulama," terang Doni sebagaimana keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (15/12/2019).

"Seperti kita kita ketahui, orang Minangkabau memiliki filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Artinya, sudah sejak lama orang Minang diingatkan untuk tidak merusak alam sesuai dengan perintah Al-Qur'an."

Adanya perubahan vegetasi, lanjut Doni, seperti penebangan pohon dan penanaman sayur di kemiringan lebih dari 30 derajat bisa mengakibatkan longsor dan banjir.

Saat meninjau banjir bandang di Sigi, Sulawesi Tengah pada Sabtu (14/12/2019), Doni juga berpesan masyarakat menjaga alam. Dengan mematuhi aturan untuk tidak merusak hutan.

"Jagalah alam supaya alam menjaga kita," pesan Doni.

Senada dengan Doni, Bupati Sigi, Irwan Lapata pun meminta masyarakat agar mematuhi aturan untuk terus menjaga alam. Masyarakat diimbau terus menjaga alam dengan baik.

"Saya mengimbau masyarakat terus menjaga alam. Jangan melakukan perambahan hutan dan patuhi ketentuan yang berlaku (tidak merusak alam)," ujarnya. 

Usai meninjau lokasi banjir bandang di Desa Bolapapu, Kulawi, Sigi, Sulawesi Tengah. Doni meminta aktivitas penebangan pohon liar dihentikan.

"Kita harus jaga bersama sama, bencana adalah urusan bersama. Setop tebang pohon liar," tutup Doni.

Gempa Magnitudo 6.9 di Mindanao Terasa Sampai Sulawesi Utara

EMPO.CO, Jakarta -  Gempa bumi tektonik dengan magnitudo 6,9 terjadi pada Minggu, 15 Desember 2019, pukul 13.11.54 WIB akibat sesar lokal di Mindanao, Filipina, guncangannya terasa hingga Melonguane, Sulawesi Utara.

"Setelah dimutakhirkan kekuatan gempa menjadi magnitudo 6,8," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.

Episenter gempa terletak pada koordinat 6.64 LU dan 125.24 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 334 km arah Barat Laut Kota Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara pada kedalaman 37 km.

Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat adanya aktivitas sesar lokal di wilayah Mindanao.

Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan geser mendatar (Strike Slip Fault).

Guncangan gempa dirasakan di daerah Sangihe II - III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah. Terasa getaran seakan-akan truk lewat).

Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut. Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi tersebut tidak berpotensi tsunami.

Di Filipina sendiri, gempa itu menyebabkan seorang bocah perempuan berusia enam tahun meninggal ketika dinding rumahnya runtuh saat gempa.

Walikota Matanao Vincent F. Fernandez mengatakan bahwa korban jiwa ada di dalam rumah mereka di Barangay Asinan, Matanao, Davao del Sur, ketika dinding rumah mereka yang roboh megenai kepalanya. Dia dilarikan ke Pusat Bencana tetapi dinyatakan meninggal pada saat kedatangan.

Fernandez mengatakan kotanya mengalami kerusakan parah, termasuk dua jembatan dan setengah dari balai kota yang runtuh. Gempa susulan dirasakan di daerah itu setiap 30 menit,  kata Fernandez seperti dikutip Manila Bulletin.

BMKG: Gempa 6,9 SR Guncang Sulut, Tak Potensi Tsunami

BMKG: Gempa 6,9 SR Guncang Sulut, Tak Potensi Tsunami

Jakarta, CNBC Indonesia- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mengumumkan terjadi gempa berkekuatan magnitudao 6,9 di sebelah barat laut Melonguane, Sulawesi Utara.

"Gempa magnitudo 6,9 pukul 13.11.54 WIB," kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Rahmat Triono dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (15/12/2019), dikutip dari DetikNews.

Rahmat mengatakan kedalam pusat gempa 33 kilometer, berlokasi di 331 kilometer arah barat laut Melonguane. Gempa dirasakan di kawasan Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Namun, Rahmat juga memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami.

Sungai Kampar Riau Meluap, 200 Rumah Tergenang Banjir

Pekanbaru - Curah hujan di Riau masih cukup tinggi. Kondisi ini membuat di Kecamatan Gunung Sahilan di Kabupaten Kampar dilanda banjir. Tim SAR Polres setempat diterjunkan ke lokasi.

"Ada dua desa yang kini dilanda banjir, Desa Gunung Sahilan dan Desa Sahilan Darussalam. Kawasan ini setiap tahunnya selalu dilanda banjir setiap puncak musim penghujan," kata Kapolres Kampar Mohammad Kholid kepada detikcom, Kamis (12/12/2019).

Desa yang dilanda banjir ini, sambung Kholid, berada di bantaran Sungai Kampar. Ada sekitar 200 rumah penduduk di kedua desa yang kini tergenang dari luapan Sungai Kampar. Sebagian rumah lainnya yang berada di ketinggian tidak terkena banjir."Sebagian warga yang rumahnya terkena banjir kini mengungsi ke rumah sanak familinya yang rumahnya tidak terkena banjir," kata Kholid.

Kholid mengatakan personel Polres Kampar berjaga di lokasi banjir untuk mencegah terjadinya terjadinya kasus kriminal. Personel juga memiliki kemampuan SAR dan dilengkapi sejumlah peralatan yang dibutuhkan di lokasi.

"Dari Polda Riau mengirim 4 personel Polair berserta peralatan perahu karet mereka bergabung dengan tim Polres Kampar," kata Kholid.

Selain itu, tim BPBD Pemkab Kampar juga diterjunkan ke lokasi banjir. Pihak BPBD Kampar saat ini telah membuka dapur umum untuk masyarakat korban banjir.

"Dari pantauan kita di lapangan situasi di lokasi banjir cukup aman hingga saat ini belum ada korban jiwa. Fasilitas umum seperti sekolah masih aman. Belum ada meliburkan siswa," tutup Kholid.

Pasca Gempa Bumi, Kabupaten Sigi Rawan Banjir Bandang dan Longsor

Gempa bumi yang mengguncang pada 2018 mengubah bentang alam Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Akibatnya, wilayah itu rawan bencana banjir bandang dan longsor. Ancaman juga datang dari tumpukan pasir, kerikil serta bebatuan dari rekahan gunung yang terbelah karena longsor saat gempa bumi 

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sigim Asrul Repadjori, Kamis (12/12), mengatakan banjir bandang selama 2019 mengakibatkan 371 keluarga di desa Bangga terpaksa mengungsi. Mereka kehilangan tempat tinggal karena banjir bandang yang membawa pasir bercampur lumpur menghanyutkan rumah mereka.

Di desa Poi, juga di kecamatan Dolo Selatan, 50 keluarga sudah mulai diungsikan sejak Rabu (11/12) ke bagian timur desa tersebut. Hal itu mengantisipasi potensi longsoran material pasir dan batu dari lereng gunung.

Menurut BPBD Kabupaten Sigi, banjir dan longsor yang kerap melanda Kabupaten Sigi itu adalah akibat gempa bumi pada 2018. Gempa kuat itu menyebabkan bentang alam di 15 desa di wilayah itu berubah hingga rawan banjir dan longsor.

“Kenapa terjadi membawa pasir kalau sudah hujan karena gunung-gunung yang berada di sebelah barat ini, banyak yang sudah terbelah-belah. Ada yang longsor akibat gempa, ada yang terbelah,”kata Asrul Repadjori.

Asrul mengatakan pihaknya sudah mengimbau agar masyarakat yang bermukim dekat aliran sungai rawan banjir maupun longsor untuk mengungsi ke tempat yang aman.

Menurut Nartin, seorang ibu rumah tangga di Desa Poi yang ditemui VOA, mengatakan gempa bumi membuat gunung di desa itu seakan terbelah karena longsor. Akibatnya, kini terdapat tumpukan material batu bercampur pasir dan kerikil seluas 62 hektare di lereng gunung Tinombu Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Sejak itu, ratusan keluarga di Desa Poi, Pulu dan Balongga, Kecamatan Dolo Selatan merasa tidak aman. Mereka khawatir bila terjadi hujan deras dalam waktu yang lama, material pasir, kerikil dan batu di lereng gunung tersebut akan terbawa arus turun menuju pemukiman tempat tinggal mereka yang hanya berjarak sekitar satu setengah kilometer dari kaki gunung.

Kata Nartin, banjir bandang pada Minggu (8/12) pagi pekan lalu, dipicu oleh hujan deras selama dua jam yang mengakibatkan material di lereng gunung hanyut. Enam rumah rusak berat dan tidak bisa ditempati lagi, karena tertimbun material pasir bercampur lumpur setinggi satu meter. Sementara batu-batu besar memenuhi aliran sungai mati di desa tersebut.

“Kalau sudah hujan, sudah lari kita orang. Sedangkan rumah cuma kecil mau ditempati. Kalau hujan begini, mau lari dimana kita, mau berkumpul dimana?” ujar perempuan berusia 37 tahun itu dengan nada khawatir.

Ernawati, ibu berusia 45 tahun, yang ditemui di lokasi pengungsian di desa Poi mengatakan ia mengungsi bersama orang tua dan dua anaknya. Ia bersyukur masih sempat menyelamatkan surat-surat berharga, pakaian maupun perabotan rumah tangganya.

“Pukul enam, sudah banyak itu lumpur dengan air itu kemari, kayu, batu. Langsung lari semua kita orang,”ujar Ernawaty.

Sabo Dam

Raymond Kotambunan, emergency specialist dari Caritas PSE Manado, survei yang dilakukan pihaknya, menunjukkan jutaan kubik pasir bercampur kerikil yang menumpuk di lereng gunung pada ketinggian 300 meter dari kaki gunung itu , tidak mengikat satu sama lain. Sehingga rawan untuk longsor saat hujan deras.

Dia menilai sebagai langkah pencegahan warga yang bermukim di dekat kaki gunung agar diungsikan ke tempat yang aman.

Bupati Sigi Irwan Lapata mengatakan pihaknya terus memantau wilayah-wilayah rawan banjir dan longsor sambil terus melakukan upaya pembersihan dan normalisasi aliran sungai.

Menurutnya, pada 2020, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) akan membuat sabo dam. Sebuah teknologi untuk pengendalian erosi, sedimentasi, tanah longsor, Sabo dam umumnya digunakan untuk pengendalian material di hulu sungai yang ada gunung berapi.

Menurut Irwan, Kemen PUPR bekerja sama dengan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency/JICA)akan membangun sabo dam di Sungai Ore di desa Banga dan di Sungai Poi.

Sabo dam itu diperkirakan sudah dapat mulai dibangun pada Februari atau Maret 2020, menunggu selesainya proses tender proyek.

Wilayah Rawan Bencana

Pemerintah Kabupaten Sigi juga sudah menyiapkan lahan seluas tiga hektare di sisi bagian timur desa Poi sebagai lokasi pemukiman baru bagi warga desa setempat yang perlu dipindahkan tempat tinggalnya agar tidak terancam dengan potensi lonsoran material dari gunung.

“Nah, untuk mengosongkan kampung tidak, nanti kita lihat saja kampung-kampung yang terindikasi sangat dekat, rawan lumpur tersebut,” ujarnya.

Saiful Taslim, ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Kabupaten Sigi, menilai Pemkab Sigi perlu mengidentifikasi kembali wilayah-wilayah pemukiman yang aman maupun tidak aman untuk ditinggali masyarakat.

“Jadi pasca gempa bumi itu memang ada titik-titik yang berpotensi menimbulkan –bencana- ikutan baru,” ujar Saiful.

Saiful mengatakan dengan perubahan bentang alam yang terjadi pasca gemba bumi, perlu dilakukan penataan terhadap tata ruang wilayah. Hal itu harus disertai dengan model pembangunan pemukiman dan infrastuktur untuk meminimalisasi dampak dari bencana alam gempa bumi, banjir dan longsor di masa mendatang. [yl/ft]