logo2

ugm-logo

Blog

Mahasiswa ITS Rumuskan Pengurangan Risiko Bencana Pembangunan Pabrik

Liputan6.com, Surabaya - Saat membangun, termasuk pembangunan industri, tentu penting untuk mempertimbangkan berbagai aspek agar bisa meminimalkan dampak buruk yang mungkin terjadi. 

Hal itulah yang menginspirasi dua mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk merumuskan rekomendasi pengurangan dampak bencana dari ada pembangunan unit produksi karbon disulfida (CS2) melalui upaya preventif, mitigasi, dan evakuasi.

Adalah Mabrur Zanata dan Amalia Sabrina, dua mahasiswa Teknik Kimia ITS yang merumuskan ide untuk memberikan rekomendasi tersebut. Mabrur menuturkan, CS2 merupakan salah satu senyawa yang penting dan banyak digunakan dalam industri. 

"Produk-produk manufaktur seperti karbon tetraklorida, kertas cellophane, kain rayon, hingga pupuk merupakan hasil olahan dari senyawa ini,” ujar dia, Rabu (27/11/2019).

Namun, di balik manfaatnya, lanjut Mabrur, senyawa tersebut bisa juga mengakibatkan bencana industri yang masif karena sifatnya yang beracun, mudah terbakar, mudah menguap, dan tidak berwarna.

Melihat banyaknya potensi bencana yang ditimbulkan dari senyawa ini, menurut Mabrur, perlu adanya peninjauan yang sangat mendalam sebelum akhirnya membangun unit produksi CS2. Analisis yang dilakukan ada tiga yaitu analisis dispersi, ledakan, dan kebakaran. Analisis dispersi dilakukan untuk menghitung konsentrasi senyawa yang menguap ke udara. 

Sedangkan analisis ledakan dan kebakaran dilakukan untuk memperkirakan potensi kerusakan ketika uap dari CS2 ini terkena panas yang dapat memicu ledakan dan kebakaran. 

"Ketiga analisis tersebut berguna untuk mengurangi kecelakaan kerja di dalam unit produksi dan meminimalkan dampak pada lingkungan di sekitar unit produksi CS2 yang baru,” ungkap mahasiswa angkatan 2016 ini.

Dalam analisisnya, Mabrur dan Amalia menggunakan software ALOHA untuk memodelkan analisis dispersi, ledakan, dan kebakaran dari unit produksi baru CS2 ini. 

ALOHA adalah program yang dapat memodelkan bencana yang sangat umum dipakai untuk merencanakan dan merumuskan strategi dalam menangani permasalahan oleh senyawa kimia.  ALOHA mampu mengestimasi seberapa uap beracun yang terdispersi dan juga skenario ledakan dan kebakaran yang mungkin terjadi.

Karena zat ini mudah menguap, Mabrur menuturkan, tentu daerah terdampaknya sangat dipengaruhi oleh arah dan kecepatan mata anginnya. Sehingga pada analisis yang mereka lakukan, digunakan dua arah dan dua besaran kecepatan angin yang berbeda. 

"Kami memakai variabel arah mata angin yakni arah timur dan barat, serta kecepatan angin yang kami gunakan pada analisis yaitu sebesar dua dan lima meter per detik,” ungkap mahasiswa asal Bogor ini.

Dengan memperkirakan kemungkinan paling buruk, ungkap Mabrur, ditemukan daerah sekitar pembangunan unit produksi CS2 baru ini dikategorikan sebagai red zone atau sangat berpotensi terkena dampak dispersi, ledakan, dan kebakaran. 

Hal ini disebabkan karena daerah sekitar unit produksi CS2 berpotensi terkena dispersi dengan konsentrasi sebesar 500 ppm, potensi ledakan mencapai 85.000 pascal, dan radiasi panas mencapai 10 kilowatt per meter persegi. Hasil analisis tersebut kemudian dimasukkan ke dalam software MARPLOT untuk divisualisasikan dalam bentuk peta.

"Hal ini berarti kemungkinan terburuk yang dapat terjadi akibat pembangunan unit produksi CS2 adalah kualitas udara sangat tidak sehat bagi manusia, dan jika terkena panas akan menyebabkan ledakan yang masif dan bahkan mampu meluluhlantakkan daerah sekitar unit produksi CS2,” beber mahasiswa ITS ini.

Setelah mengetahui potensi kerusakan yang ditimbulkan, Mabrur dan Amalia merumuskan tiga upaya untuk mengurangi dampak yang mungkin terjadi. Yang pertama ada tindak preventif berupa pembangunan sistem keamanan berlapis.

Sistem ini mencakup dari desain proses yang lebih aman, desain peralatan kontrol, sistem alarm, emergency shutdown, dan proteksi fisik. Sedangkan pada tindak mitigasi yang direkomendasikan adalah pembuatan tanggul untuk memperkecil luasan tumpahan guna memperkecil laju penguapan. 

Sedangkan untuk tindak evakuasi, perlu direncanakan jalur evakuasi dan titik kumpul yang ada di setiap arah mata angin di dalam unit produksi CS2.

"Selain itu perlu adanya kerja sama dengan pemerintah untuk pembuatan regulasi mengenai titik evakuasi untuk masyarakat yang tinggal di daerah permukiman,” tutur Mabrur.

Atas rekomendasi yang mereka rumuskan tersebut, Mabrur dan Amalia juga telah berhasil meraih juara ketiga pada kompetisi paper internasional yakni Safety Competition (Safecom) 2019 di Universitas Gadjah Mada (UGM), 14-16 November. 

Besar harapan Mabrur untuk dapat menyempurnakan paper karyanya ini agar dapat menjadi solusi yang komprehensif dan dapat menjadi acuan dalam setiap pembangunan unit produksi industri.

Ajang Safecom sendiri merupakan kompetisi yang berbasis kompetensi teknik kimia dan terkait keamanan dan keselamatan di dunia industri. Dalam penyelenggaraan kali ketujuh tersebut, Safecom menantang para mahasiswa untuk menganalisis dampak dan memberi rekomendasi terkait kasus pembangunan unit produksi CS2 yang berada di dekat daerah permukiman.

Masyarakat Gowa Waspada Bencana Banjir Bandang

Banjir Bandang di Gowa Awal Tahun 2019 Lalu

Masyarakat Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sul-Sel) diminta siap siaga dan mengambil langkah antisipsi jelang musim hujan. Hal ini dilakukan Pemkab Gowa dimana tahun sebelumnya terjadi bencana alam luar biasa di Gowa, tanah longsor di dataran tinggi dan banjir bandang disebagian dataran rendah menelan puluhan korban dan kerusakan infrastruktur, khususnya beberapa jembatan.

Imbauan itu dilakukan dengan mengeluarkan surat edaran yang diteken langsung Wakil Bupati Gowa, Abdul Rauf Mallaganni Karaeng Kio. Surat edaran ini adalah tindak lanjut dari imbauan Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan. Surat dengan nomor 360/031/BPBD juga meminta kepada pemerintah kecamatan untuk intens menyampaikan kepada masyarakat.

Wakil Bupati Gowa, Abd Rauf Malaganni meminta seluruh camat untuk memenindak lanjuti apa yang menjadi arahan Bupati Gowa. Termasuk pula rutin melakukan doa bersama pada kegiatan Jumat Ibadah yang mulai dilakukan hingga ke tingkat kecamatan.

Berdasarkan laporan BMKG curah hujan yang akan terjadi di wilayah Kabupaten Gowa agak ekstrim.

"Instruksi dari Bapak Bupati Gowa yaitu memerintahkan seluruh masyarakat khusus pada kegiatan Jumat Ibadah agar rutin berdoa agar dijauhkan dari bencana. Perlu adanya doa secara spiritual untuk meminta perlindungan dari Allah SWT," ungkapnya, Rabu, 27 November 2019.

Selain imbauan, langkah antisipasi lainnya yakni dengan melakukan latihan mitigasi tim gabungan penanggulangan bencana. Dimana dalam tim itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) bekerjasama Komando Resort Militer 141 Toddopuli, Kodam XIV Hasanuddin, tim gabungan TNI, Polri, Satpol PP, Basarnas, Tim Tanggap Bencana (Tagana) hingga Damkar.

Kepala BPBD Gowa Ikhsan Parawangsa menyebutkan, tim gabungan telah diberi bekal bagaimana pertahanan masyarakat dan kesiapannya saat terjadi bencana alam baik banjir maupun longsor. Apalagi di wilayah Kabupaten Gowa ini ada dua dataran rendah rawan bajir dari 18 kecamatan yang tersebar, di wilayah dataran rendah biasa terjadi banjir dan angin kencang, sementara di wilayah dataran tinggi terjadi longsor dan kebakaran hutan dan lahan.

Tak hanya tim gabungan, khusus di wilayah dataran tinggi, masyarakat mulai diberikan pelatihan jika terjadi bencana alam seperti longsor. Mulai dari memberikan pengetahuan tentang jalur evakuasi, titik kumpul, jalur pengungsian, cara membuat dapur umum dan lainnya.

Untuk potensi bencana seperti tahun sebelumnya kami tidak bisa memprediksi.

"Pengetahuan ini diberikan khususnya kepada masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana," ujar Iksan.

Berdasarkan kondisi iklim yang dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa hujan di wilayah Sulawesi Selatan khususnya di Kabupaten Gowa terjadi mulai November 2019 hingga Maret 2020. Untuk puncak terjadinya hujan yakni akhir November, Desember dan Januari 2020.

"Berdasarkan laporan BMKG curah hujan yang akan terjadi di wilayah Kabupaten Gowa agak ekstrim lagi sehingga memungkinkan untuk terjadinya banjir dan longsor," tambah Iksan.

Meski begitu, dia tidak bisa memprediksi ancaman bencana. Pada tahun lalu, bendungan Bili-bili yang dimana memiliki luas waduk terbesar di Sul-Sel over kapasitas. Sehingga pintu pembuangan langsung dibuka dengan skala besar yang mengakibatkan sejumlah perumahan atau kompleks pemukiman didataran rendah mengalami banjir bandang. Tidak hanya itu sejumlah jembatan di aliran sungan Jenneberang juga putus.

"Untuk potensi bencana seperti tahun sebelumnya kami tidak bisa memprediksi. Itu menjadi ketentuan yang maha kuasa, hanya saja kita tetap mengantisipasi hal tersebut jika terjadi," ujar Iksan. []

Ajak Keluarga Paham Potensi Bahaya Bencana, BNPB Gelar Kursus Online

Bencana Tanah Longsor. (Foto ilustrasi).

VIVA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengembangkan kursus yang terbuka untuk umum secara online yang dibuka pada 9 Desember 2019 sampai 12 Januari 2020 dengan kode BNPB 101.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Agus Wibowo mengatakan penyelenggaraan kursus online bertujuan untuk menjangkau publik secara luas dan cepat. Menurut dia, kursus ini tidak memungut biaya apapun bagi para peminat yang berdurasi waktu 1 jam per minggu.

Ia menjelaskan bencana adalah sebuah keniscayaan, sehingga setiap individu diharapkan selalu siap siaga dan terlatih dalam upaya-upaya keselamatan.

"Kesiapsiagaan tidak dapat terbentuk tanpa kita memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai potensi ancaman bahaya di sekitar kita," kata Agus melalui keterangan tertulisnya pada Senin, 25 November 2019.

Menurut dia, keluarga siaga bencana atau KSB sangat bermanfaat untuk diketahui setiap individu karena merekalah yang terdekat dengan potensi ancaman bahaya. Mereka juga yang terlebih dahulu untuk merespons ancaman bahaya yang mungkin terjadi.

"Oleh karena itu, kesiapsiagaan individu atau setiap anggota keluarga menjadi signifikan. Ujung dari kesiapsiagan itu adalah keselamatan nyawa manusia," katanya.

Agus menambahkan, gagasan keluarga siaga bencana (KSB) yang digelar melalui kursus online ini sejalan dengan program keluarga tangguh bencana (katana). Menurut dia, secara spesifik gagasan keluarga tangguh bencana memiliki tiga tahapan yaitu sadar risiko bencana ialah mengetahui dan sadar akan risiko bencana di lingkungannya.

"Pengetahuan yakni mengetahui dan memperkuat struktur bangunan paham manajemen bencana, edukasi bencana serta berdaya adalah mampu menyelamatkan diri sendiri keluarga dan tetangga," ujarnya.

Ia menjelaskan, setiap setiap keluarga memiliki karakteristik ancaman bahaya yang berbeda-beda, seperti terkait dengan tempat tinggal. Kemudian, setiap keluarga memiliki bentuk maupun struktur tempat tinggal yang berbeda.

"Kalau pun sama, setiap keluarga mungkin akan menempatkan perabot yang beraneka ragam jenisnya dengan posisi yang beragam pula," jelas dia.

Oleh karena itu, Agus mengatakan setiap keluarga diharapkan mampu untuk menganalisis dan mendiskusikan di antara mereka. Misalnya saat terjadi gempa bumi, anggota keluarga memahami jalur evakuasi atau upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan diri maupun anggota keluarga lain.

"Hal sederhana lain, misalnya setiap anggota mengetahui bagaimana harus mematikan aliran listrik atau mematikan kompor di rumah," katanya.

Ia menambahkan, pemahaman setiap anggota terhadap potensi ancaman bahaya harus diberikan sejak dini, karena bencana tidak mengenal waktu dan usia.

"Kejadian ini bisa datang kapan saja dan apabila kita tidak siap siaga, keselamatan menjadi taruhan," katanya.

Oleh karena itu, Agus mengatakan pemahaman khususnya bagi orang tua dan edukasi dini bagi anak-anak perlu diselenggarakan. BNPB memfasilitasi mereka, para orang tua, kaum remaja dan dewasa untuk belajar BNPB 101.

"Ini dapat dilihat sebagai investasi keselamatan diri dan anggota keluarga yang kita cintai sesuai yang diharapkan dalam KSB maupun katana," katanya.

Hal tersebut wajar, apabila melihat data bencana BNPB hingga bulan November 2019, tercatat lebih dari 3.000 bencana terjadi dan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan kerusakan infrastruktur termasuk tempat tinggal.

"Jumlah korban jiwa akibat bencana bahkan mencapai angka lebih dari 400 jiwa dan kerusakan rumah dengan kategori rusak berat mencapai 14.957 unit," tandasnya.

Bagi masyarakat yang minat untuk mengikuti kursus ini harus terlebih dahulu masuk ke tautan https://www.indonesiax.co.id/courses/course-v1:BadanNasionalPenanggulanganBencana+BNPB101+2019_Run4/about

BPBD Kota Sorong Lakukan Simulasi Tanggap Bencana Alam

<p">Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Sorong menggelar simulasi tanggap bencana alam, di halaman Kantor Wali Kota Sorong, Rabu (20/11). Simulasi bencana alam yang melibatkan pegawai dari tingkat kelurahan, distrik, SAR, BPS, BUMN, BUMD dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD), dilakukan mengingat akhir-akhir ini di beberapa daerah di Indonesia sering terjadi bencana khususnya gempa.

Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sorong Taraice Karet mengatakan simulasi ini dilakukan agar semua instansi terkait dapat langsung tanggap jika terjadi bencana alam di Kota Sorong, misalnya gempa bumi.

"Kami mengundang pegawai distrik, lurah, OPD terkait, BUMN dan BUMD untuk mengikuti simulasi tanggap bencana yaitu seperti pemasangan tenda, penyaringan air bersih dan penggunaan alat komunikasi," ungkapnya kepada Balleo News disela-sela kegiatan.

Menurutnya, pihaknya dalam waktu dekat akan menyiapkan sebuah tim yang tugasnya ketika ada bencana, mereka bisa langsung turun ke lapangan dan tahu apa yang harus mereka lakukan ketika terjadi bencana.

Dalam simulasi tersebut, kata Taraice, pihaknya juga mensimulasikan cara pengoperasian alat penyaringan air bersih. Dimana alat tersebut merupakan bantuan dari BNPB RI kepada BPBD Kota Sorong. "Dalam simulasi ini, kami mencontohkan cara penggunaan alat penyaringan air bersih. Karena ketika terjadi gempa, kualitas air juga otomatis akan berdampak, sehingga dengan adanya alat tersebut maka walaupun air kotor dapat diolah menjadi air bersih yang dapat langsung dikonsumsi atau diminum," ujarnya.

Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Sorong berharap dengana danya simulasi, semua pihak terkait tahu tugasnya masing-masing dan apa yang harus mereka lakukan jika terjadi bencana.

Kepala BNPB: Gempa dan Tsunami Bencana yang Berulang

JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana yang datang silih berganti di sejumlah wilayah Tanah Air sepanjang tahun ini, menjadi pengingat bagi seluruh masyarakat untuk terus meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan dalam menghadapinya.

Sejumlah bencana, seperti gempa bumi dan tsunami, termasuk jenis bencana yang tak bisa diprediksi kedatangannya. Namun, dua bencana ini termasuk jenis bencana yang sifatnya memiliki periode pengulangan tertentu.

Sebagai contoh, gempa bumi bermagnitudo 7,1 yang terjadi di sebelah barat laut Jailolo, Maluku Utara pada 14 November lalu.

Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada saat itu bahkan sempat menyatakan gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami.

"Ternyata gempa yang sama juga pernah terjadi lima tahun lalu di tempat yang relatif tidak terlalu jauh," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Doni Monardo saat bertandang ke Menara Kompas, Jakarta, Senin (18/11/2019) sore.

Memang, gempa ini tidak menimbulkan korban jiwa secara langsung. Hanya, ia mendapat laporan bahwa ada seseorang yang meninggal dunia akibat serangan jantung pascagempa.

Sementara itu, kerusakan bangunan yang terjadi dinilai juga tidak terlalu parah.

"Tapi masyarakat di pulau-pulau kecil mengalami trauma karena guncangan yang dirasakan kuat, dan frekuensinya cukup tinggi. Hingga tadi pagi (kemarin) tercatat terjadi 87 kali (gempa susulan)," kata dia.

Sejauh ini, ia menambahkan, sudah ada beberapa duta besar negara sahabat yang menemuinya menawarkan bantuan berupa teknologi pendeteksi bencana.

Namun, hingga kini belum ada satu pun teknologi di dunia yang bisa memprediksi kapan gempa dan tsunami akan terjadi.

Lebih jauh, ia mengatakan, meski kedua bencana itu termasuk ke dalam jenis bencana yang berulang, masyarakat juga tak perlu memiliki kekhawatiran berlebihan.

Ada sejumlah langkah dan upaya yang bisa dilakukan untuk 'menghadapi' bencana tersebut. Misalnya, dengan meningkatkan vegetasi di sepanjang garis pantai.

"Vegetasi di sepanjang pantai itu sudah mulai kelihatan hasilnya. Kombinasi pohon bakau dan cemara udang, tak hanya membantu mengurangi abrasi tetapi juga dampak tsunami," ujarnya.

Tsunami yang disebut Doni sebagai mesin pembunuh nomor dua terkuat setelah bom atom, memiliki kecepatan hingga 700 kilometer per jam.

Keberadaan vegetasi tak hanya memungkinkan untuk mengurangi kecepatan air, tetapi juga dapat menjadi shelter perlindungan bagi manusia.

Vegetasi, imbuh Doni, juga diklaim lebih murah bila dibandingkan dengan harus membangun konstruksi pemecah ombak atau shelter perlindungan tertentu di pantai.

"Karena tidak ada satu pun benteng buatan manusia yang bisa menghadapi tsunami. Giant sea wall di Jepang itu, ketika selesai dibangun dan terjadi tsunami, bahkan korbannya melebihi prediksi sebelumnya," ucapnya.