logo2

ugm-logo

Blog

Penguatan Mitigasi Bencana

Dalam kurun 12 tahun terakhir, Indonesia mengalami keadaan darurat bencana disebabkan hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, dan gempa. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana pada 2021 mencapai 3.034 kejadian.

Untuk membantu masyarakat terdampak, pemerintah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tanggap darurat, yang melibatkan di antaranya Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator PMK, Kementerian Keuangan, BNPB, Perum Bulog, pemprov/pemkab/pemkot.

Kebijakan itu, di antaranya Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Prosedur dan Mekanisme Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah (CBP), untuk Penanggulangan Keadaan Darurat Bencana dan Kerawanan Pangan Pasca-Bencana.

Ini mengharuskan Bulog menyalurkan bantuan CBP maksimal 100 ton/tahun untuk tingkat kabupaten/kota dan 200 ton/tahun untuk provinsi.

 

Beras disalurkan berdasarkan jumlah data korban sesuai nama dan alamat dengan indeks 400 gram per orang per hari dikalikan jumlah hari masa penanggulangan keadaan darurat bencana. Kenyataannya, pengiriman barang tak dapat diperkirakan dengan cermat.

Sebab, infrastruktur transportasi zona bencana yang tersisa bervariasi dari kasus ke kasus. Ini menjelaskan, alur pelaporan distribusi logistik bencana cukup rumit. Bantuan yang datang kepada korban juga memiliki polemik berkepanjangan.

Ini karena adanya bantuan sukarela yang bergerak indipenden sehingga mengindetifikasikan tumpah tindih dan ketidakmerataan bantuan. Maka itu, penanggulangan bencana harus dikelola dengan baik karena mendorong keberhasilan tanggap darurat.

Jadi, perlu diusulkan pembuatan platform digital untuk mempermudah kerja sama antarpemangku kepentingan, seperti BNPB dan BPBD, pemerintah dan TNI, Disdukcapil dan BMKG, Bulog, PT Pos, nakes, dan sukarelawan.

Platform digital ini, berfungsi memantau bantuan demi meningkatkan transparasi dan akuntabilitas informasi bantuan. Dalam, implementasinya, menggunakan strategi rantai pasok yang dikondisikan dengan situasi bencana Indonesia.

 

Crowdfunding dalam kebencanaan

The Humanitarian Supplies Management System (SUMA) adalah sistem kemanusiaan rantai pasok dengan metode pelacakan, yang didirikan FUNDESUMA dan Pan-American Organisasi Kesehatan (PAHO).

Dalam operasi kemanusiaan, SUMA dinilai bermanfaat menyelaraskan proses pengadaan dengan standar operasional, yang mempercepat penerimaan dan pendistribusian barang.

Metodologi SUMA menetapkan pedoman untuk pengemasan dan pelabelan untuk kategorisasi barang dan prioritas. SUMA juga memberikan sumber informasi akuntabel sebagai hasil akhir pengelolaan informasi yang lebih baik.

Lalu pertanyaannya, apakah crowdfunding dengan menggunakan metode SUMA memfasilitasi transparansi dalam pengelolaan bantuan ke daerah bencana?

Hasil penelitian mengatakan, SUMA meminimalkan kemungkinan “koneksi konflik” dan melindungi ruang kemanusiaan dengan memberikan snapshot dari operasi, yang memungkinkan pemangku kepentingan melakukan kesalahan dalam pendistribusian dan sesuai prinsip kemanusiaan.

Selain itu, meningkatkan hubungan kepada donor dengan menyediakan laporan berkala sehingga masyarakat atau donor dapat berkomunikasi secara objektif dengan informasi yang tersedia.

 

Instansi pemerintah dan BNPB juga bisa memanfaatkan sistem informasi tersebut, untuk mengelola pengungsi dan menjadi dasar pengambilan keputusan yang tepat untuk mengurangi situasi pengungsi yang berlarut-larut.

Selain upaya penanggulangan bencana tersebut di atas, yang harus dilakukan pemangku kepentingan terkait adalah meningkatkan koordinasi, sinergi, dan kolaborasi dalam penanggulangan bencana.

Pemerintah pusat harus bersinergi pemerintah daerah. Kementerian Sosial, bersinergi dengan instansi pemerintah lainnya, seperti BNPB/BNPD ataupun lembaga swasta.

Penguatan mitigasi

Dengan adanya bencana di Indonesia, selain meningkatkan sinergi, juga perlu penguatan mitigasi bencana di bidang search and rescue dengan dibentuknya BNPB dan BNPD, memperkuat peran BMKG, termasuk //early warning system// dalam aplikasi kemajuan teknologi.

Diharapkan, dampak bencana bisa ditekan seminimal mungkin jika penguatan mitigasi bencana dilakukan maksimal.

Basarnas uji kesiapan unsur SAR Palu hadapi dampak bencana alam

Palu (ANTARA) - Badan SAR Nasional (Basarnas) menggelar uji kesiapan unsur dan potensi SAR di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah dalam menghadapi dampak yang ditimbulkan bencana alam di daerah tersebut.

 
"Sebagai penyelenggara kegiatan pencarian dan pertolongan dalam kondisi membahayakan keselamatan manusia, maka kami perlu meningkatkan kapasitas personel melalui simulasi lapangan," kata Direktur Operasi Basarnas Wurjanto saat meninjau pelaksanaan simulasi SAR di Palu, Kamis.
 
Ia menjelaskan, skenario yang dibuat tim Basarnas Pusat mirip seperti penanganan evakuasi korban gempa, tsunami dan likuefaksi 28 September 2018.
 
Karena, Palu dan sekitarnya berpotensi terjadi bencana, sehingga dibutuhkan respon cepat mulai dari menerima informasi hingga tindakan pencarian dan pertolongan.
 
Pada giat ini, Basarnas memilih lokasi eks likuefaksi di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan yang merupakan salah satu wilayah terdampak parah bencana alam empat tahun lalu.
 
"Pertimbangan kami memilih lokasi ini, salah satunya menjaga psikologi masyarakat, kemudian di lokasi ini masih ada bekas reruntuhan bangunan lebih menambah khasanah simulasi SAR," ujar Wurjanto.
Ia memaparkan, belajar dari pengalaman bencana sebelumnya, maka Kantor SAR Palu harus siapa menghadapi situasi apapun, sehingga bila sewaktu-waktu terjadi bencana serupa personel lebih siap dan sigap melaksanakan tugas operasi.
 
Begitu pun dari segi peralatan penunjang, Basarnas secara bertahap akan melengkapi kebutuhan dalam kegiatan operasi SAR, supaya proses evakuasi korban lebih cepat, aman dan tepat.
 
"Hasil dari simulasi ini akan menjadi penilaian kami. Di lokasi uji operasi SAR didirikan posko induk sebagai tempat koordinasi proses evakuasi," kata Wurjanto menambahkan.
 

Simulasi operasi, katanya, melibatkan sejumlah potensi SAR, diantaranya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), PMI Sulteng, Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kota Palu dan Pemerintah Kelurahan setempat.

"Kami berharap lewat simulasi ini Basarnas dan potensi SAR lainnya lebih mampu melakukan upaya pencarian dan pertolongan dalam kondisi darurat," demikian Wurjanto.

Kemenko PMK ingatkan pentingnya pembentukan desa tangguh bencana

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengingatkan pentingnya pembentukan desa tangguh bencana (destana) dalam rangka meningkatkan kapasitas masyarakat untuk menghadapi bencana.

“Desa tangguh bencana merupakan salah satu program yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi risiko bencana,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Letjen TNI (Purn) Sudirman dalam wawancara virtual bersama ANTARA di Jakarta, Rabu.

Deputi menjelaskan pada saat ini terdapat lebih dari 5.000 destana dan sejenisnya yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat maupun inisiasi masyarakat lokal.

“Jumlah 5.000 lebih destana sudah cukup baik namun tentu ke depan diharapkan jumlah destana di Tanah Air masih akan terus meningkat,” katanya.

Untuk meningkatkan jumlah destana, Kemenko PMK mendorong penguatan sosialisasi destana dan program sejenisnya agar seluruh wilayah di Indonesia baik secara kelembagaan desa maupun sumber daya masyarakatnya memiliki kesiapan dan ketangguhan untuk menghadapi bencana serta mampu memulihkan diri dengan segera dari dampak yang merugikan.

Menurutnya, program desa tangguh bencana yang mengutamakan pelibatan masyarakat akan meningkatkan kapasitas masyarakat itu sendiri dalam menghadapi bencana.

“Peningkatan kapasitas masyarakat ini sangat diperlukan karena akan memberikan dampak terhadap upaya pengurangan risiko bencana," katanya.

Sudirman menambahkan upaya untuk menumbuhkan ketangguhan masyarakat terhadap bencana salah satunya dengan meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa peran aktif masyarakat dalam mitigasi bencana sangatlah penting.

“Terutama bagi masyarakat yang tinggal di lokasi rawan bencana, misalkan mereka yang tinggal di lokasi rawan gempa maka perlu mengetahui jalur-jalur evakuasi yang aman, mengetahui apa yang harus dilakukan saat menerima informasi peringatan dini. Atau bagi mereka yang tinggal di lokasi rawan longsor perlu mengetahui tanda-tanda awal pergerakan tanah dan lain sebagainya,” katanya.

Menurutnya masyarakat perlu terus meningkatkan pemahaman yang responsif dan adaptif.

“Ini merupakan bagian dari ‘think resilience’ atau berfikir ketahanan karena keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam penanggulangan bencana mengingat masyarakat dapat menjadi pihak pertama yang terkena dampak, sekaligus juga menjadi pihak pertama yang memberikan respons terhadap bencana yang dihadapi,” katanya.

BPBD: Seluruh Wilayah Bantul Rawan Bencana Hidrometeorologi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyebutkan seluruh kecamatan di daerah itu rawan terdampak bencana hidrometeorologi saat musim kemarau basah atau kemarau yang masih terjadi hujan ini.

"Itu potensinya menyeluruh di semua wilayah, kejadiannya tidak hanya pohon dan baliho tumbang, tapi ada juga sungai rawan tergerus air," kata Kepala Pelaksana BPBD Bantul Agus Yuli Herwanto di Bantul, Ahad (12/6/2022).

Menurut dia, sesuai prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beberapa bulan lalu, bahwa musim hujan berlangsung sampai pertengahan Mei, sehingga pada Juni sudah musim kemarau.

Tetapi sehubungan dengan perkembangan informasi dari BMKG, pada bulan Juni masih terjadi hujan atau kemarau basah, kadang turun hujan deras, terkadang cuaca panas. Oleh karena itu pihaknya mengimbau masyarakat mewaspadai dampak hujan deras disertai angin kencang.

Dia mengatakan, meski potensi bencana hidrometeorologi menyeluruh, namun terdapat beberapa wilayah yang berdasarkan laporan masyarakat sering terdampak angin kencang dan hujan deras, di antaranya wilayah Kecamatan Banguntapan.

"Jadi kalau kemarin sering Banguntapan, di Piyungan juga ada, kemudian Trirenggo (Bantul), Sedayu, dan Sanden juga rawan, karena kalau bencana hidrometeorologi itu komplit, tidak hanya pohon tumbang," katanya.

Dia juga mengatakan, seperti beberapa hari lalu ketika hujan deras di musim kemarau ini mengakibatkan sejumlah pohon mengalami tumbang akibat diterpa angin kencang di wilayah Kecamatan Bambanglipuro.

"Makanya saya selalu mengimbau kepada warga masyarakat sehubungan ketika bencana hidrometeorologi ini agar supaya mendeteksi lingkungan masing-masing adakah pohon yang tinggi, pohon rimbun maupun sudah tua," katanya.

Menurut dia, masyarakat bisa melakukan pemangkasan dahan atau ranting pohon yang rindang yang ada di lingkungan tempat tinggal, atau menghindari daerah tersebut ketika terjadi hujan deras disertai angin kencang.

"Jadi kalau ada pohon yang rimbun yang tinggi mohon dipangkas, kalau yang sudah tua rapuh mohon diganti dengan yang muda," katanya.

Sulbar Daerah Rawan Bencana, BNPB Dorong Edukasi Sadar Bencana ke Masyarakat

Penjabat Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar), Akmal Malik, menyebutkan Sulawesi Barat merupakan salah satu daerah rawan bencana. Untuk itu, dia berharap adanya edukasi ke masyarakat untuk tanggap bencana.

"Sulbar berada di atas wilayah rawan bencana, Sulbar Supermarket-nya bencana. Ada gempa, banjir, longsor, jadi membutuhkan perhatian luar biasa dan membutuhkan edukasi kepada masyarakat dalam menyikapi bencana," kata Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri tersebut pada rapat koordinasi penanganan pascabencana gempa bumi dengan BNPB, Kamis (9/6/2022).

Akmal menyebutkan masyarakat Mamuju masih khawatir dan dibayangi trauma kejadian gempa merusak lainnya, yakni gempa 6,2 magnitudo pada 15 Januari 2021.

"Peristiwa 2021 sangat menghantui masyarakat kita, sehingga pasca-kejadian sejumlah masyarakat langsung mengungsi," ujar dia.

Senada dengan Akmal Malik, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menyampaikan pentingnya peningkatan kesadaran masyarakat terkait mitigasi dan kesiapsiagaan dalam menghadapi segala ancaman bencana.

 

Suharyanto mengingatkan kembali bahwa Indonesia menjadi negara yang memiliki ragam potensi ancaman bencana alam. Sehingga kesadaran masyarakat adalah hal mutlak yang harus ditingkatkan agar lebih siap dalam mengadapi bencana.

"Budaya sadar bencana ini harus terus kita tingkatkan. Ini mungkin ke depan akan jadi program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Sulawesi Barat, bahwa tanah yang ditempati ini memang rawan bencana. Sehingga apabila terjadi bencana di kemudian hari maka mereka bisa lebih paham bagaimana menyelamatkan diri," kata dia.

Melalui siaran pers BNPB, Suharyanto mengungkapkan bahwa sebagian besar masyarakat Mamuju yang memilih tinggal di tenda pengungsian disebabkan faktor trauma atas gempa 6,2 magnitudo yang terjadi 15 Januari 2021.

Situasi ini diperparah dengan beredarnya hoaks terkait gempa bumi susulan yang lebih besar yang beredar luas di masyarakat. Untuk itu, Suharyanto meminta pemerintah daerah setempat bersama BMKG dapat terus memberikan pemahaman yang benar terkait fakta dari fenomena gempa bumi.

"Mohon disampaikan kepada masyarakat untuk tidak usah panik. Yang masih berada di tempat pengungsian di dataran tinggi agar turun dan kembali ke rumah," kata dia.