logo2

ugm-logo

hari-1 hari-2 hari-3 hari-4 hari-5

Laporan Hari 3 (23 Januari 2013)

Kunjungan ke RS Norrland University Umeå

um-h3-1

um-h3-22

 

 

Mitigasi dan adaptasi Climate Change di sektor kesehatan tidak dapat dipisahkan dari rumahsakit yang dilengkapi dengan kemampuan cukup. Hari ini kami mengunjungi Rumah Sakit Norrland University Umeå yang ada di Regional Vasterbotten. Regional ini berada di Swedia Utara, dekat dengan lingkaran kutub utara. Melihat posisi geografinya, terlihat bahwa RS ini berada di daerah utara Swedia dan melayani penduduk yang sangat jarang.

 

 

um-h3-3

 

 

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya bahwa rumah sakit ini adalah yang terbesar sebagai pusat rujukan dengan 600 tempat tidur. Dalam konteks dukungan ke seluruh regional dan daerah utara, sistem rumahsakit banyak menggunakan teknologi IT dan telemedicine.

 

 

um-h3-4Salah satu yang ditunjukkan adalah penggunaan teknologi IT yang canggih di ruang OK dimana kami di ruangan konferensi dapat melihat dengan jelas jalannya operasi jantung dari awal hingga akhir. Dengan mudah operasi ini dapat dikirimkan secara digital ke RS yang mengirimkan pasien. Sebagai RS rujukan setiap hari RS Umeå melakukan operasi jantung sebanyak 6 orang dan mereka mempunyai kamar operasi khusus jantung ada 4 kamar. Tim yang bekerja sangat solid dan mereka benar-benar membuat tim mereka menjadi teman dan selalu bertukar pikiran dan memperdalam keilmuan yang dibutuhkan untuk masing-masing ahli.

Sebagai penyangga ilmu pengetahuan dan pelayanan untuk daerah Swedia Utara, RS Umeå ini sudah menggunakan telemedicine, sehingga pasien dari rumah juga dapat berkonsultasi dengan spesialis melalui komputer. Walaupun jarak yang jauh mereka dapat selalu berkonsultasi. Terkadang pusat kesehatan masyarakat yang letaknya jauh dari pusat kota tidak ada dokter spesialis yang bertugas tetapi pasien dapat mengkonsultasikan penyakit mereka dengan dokter spesialis yang ada di kota.

um-h3-5

Kunjungan berikutnya ke bagian biomedikal, disini kami diberi demonstrasi yang berbeda. Mereka memperagakan stetoskop elektrik. Stetoskop elektrik ini dihubungkan dengan komputer sehingga kita di tempat yang berbeda dapat mendengar detak jantung dan gambar grafik yang dimunculkan di komputer. Alat ini sangat baik untuk mempelajari dan memahami bagaimana bunyi jantung yang normal dan yang tidak normal serta kita dapat melihat bersama-sama melalui tampilan LCD ke layar lebar pola gambar jantung yang berdetak tadi. Ini juga alat telemedicine yang dapat digunakan untuk konsultasi dari dokter umum ke dokter spesialis di tempat yang berbeda. Sebagai contoh untuk pasien jantung dokter umum dapat berkonsultasi ke dokter spesialis jantung yang jauh dan dokter jantung tersebut akan dapat mendengarkan suara jantung murmur tanpa kunjungan ke daerah terpencil.

um-h3-6

 

 

Selain ini mereka membuat model bagaimana alat cek up dapat memeriksa tensi, Haemoglobin dan lainnya dengan alat yang menggunakan wireless yang langsung mencatat database ke komputer. Indonesia sangat banyak memiliki daerah terpencil, dan sangat berguna bagi kita untuk menggunakan alat telemedicine.

 

 

 

 

Diskusi mengenai prospek pengembangan di Indonesia

Sebagai langkah awal untuk pengembangan dan aplikasi kunjungan ini untu Indonesia, hari ini rombongan mulai dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok Climate Change dengan study kasus Gunung Kidul, e Health, dan Emergency disaster manajemen dengan study kasus banjir Jakarta dan emergency di berbagai tempat. Tiap kelompok diharapkan melihat bagaimana tantangan yang ada dan apa yang menjadi solusinya serta siapa yang bertanggung jawab terhadap rencana kerja tersebut.

um-h3-7Setelah berdiskusi maka masing-masing kelompok mempresentasikan hasil sementara yang sudah didapat.

Kelompok 1: Kelompok penanganan Climate Change di pemerintah daerah, dengan studi kasus Kabupaten Gunung Kidul. Di kabupaten ini terjadi ketergantungan pada curah hujan. Climate Change membuat ketidakpastian musin hujan dan kering. Daerah di Gunung Kidul ada yang terlalu kering sehingga harus menggali untuk mencari air. Terlalu banyak dana yang harus dikeluarkan hanya untuk air. Ketidakpastian tentang ketersediaan air semakin tinggi dengan adanya Climate Change. Solusi untuk Kabupaten Gunung Kidul adalah mengembangkan sistem pompa air untuk mengambil air yg dalamnya > 100m, penanaman pohon untuk penghutanan kembali yang sudah ada areanya, program REDD dan carbon trading. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi DIY dan Gunung Kidul, serta masyarakat.

Kelompok 2: Kelompok E-Health group mendiskusikan pentingnya eHealth dalam mitigasi dan adaptasi Climate Change. Tantangannya banyak, antara lain fragmanted health information system, dimana banyak aplikasi yang ada. Kemudian masalah kebutuhan energy untuk sistem e Health yang mungkin tidak tersedia di lapangan; Perbedaan SOP eHealth di berbagai level; perbedaan kemampuan sumber daya manusia, dana, IT dalam eHealth. Solusinya adalah mengembangkan partner yang sudah mempunyai pengalaman dalam eHealth, termasuk telemedicine. Penyusunan assessment yang bisa memberikan rekomendasi sehingga ada pengembangan standard dan guideline. Solusi ini merupakan tanggung-jawab pemerintah pusat dan daerah, serta berbagai lembaga peneliti dan universitas, termasuk UGM.

Kelompok 3: Kelompok yang membahas mengenai penguatan sistem emergency and disaster terkait dengan Climate Change. Dalam kelompok ini dinyatakan bahwa perlu pemahaman pengertian bahwa emergency dan disaster dalam climate change berbeda dengan keadaan disaster lainnya. Banjir di Jakarta merupakan campuran antara natural dan man-made disaster. Dengan adanya Climate Change, maka kejadian banjir dapat terus berulang setiap saat. Oleh karena itu persiapan dalam penanggulangan bencana atau situasi emergency dibagi dalam strategi mitigasi dan adaptasi yang tepat. Tantangannya, di sektor kesehatan (termasuk tim emergency dan surveilans dalam sistem kesehatan di daerah), belum ada pemahaman yang jelas mengenai impact Climate Change terhadap sektor kesehatan di Indonesia, dan belum baiknya koordinasi penanganan kesehatan pada saat kejadian bencana. Solusinya yang bisa dipikirkan sementara ini adalah penyebarluasan pemahaman mengenai Climate Change dan aspek mitigasi serta adaptasi sistem kesehatan (termasuk emergency system) di Indonesia, khususnya daerah yang mempunyai risiko tinggi. Langkah lain adalah penyusunan Regional Disaster Planning dan Hospital Disaster Planning serta peningkatan infrastruktur dan training kegawatdaruratan secara baik. Disamping itu pemberdayaan masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi Climate Change di sektor kesehatan perlu diperkuat.

Catatan akhir:

Hasil sementara ini akan dikembangkan lebih jauh pada hari terakhir dan selanjutnya akan dibawa ke Indonesia untuk pembahasan lebih detil bersama seluruh stakeholders terkait.

 

Gallery Kegiatan

{gallery}2013/umea/H3{/gallery}