Reportase
Launching dan Bedah Buku Relawan Kesehatan di Medan Bencana
2 Oktober 2019
Pengantar
Pokja Bencana FK - KMK UGM selalu terlibat dalam penanganan bencana yang pernah terjadi di Indonesia berupa bantuan tenaga medis, logistik dan manajemen klaster kesehatan. Pengalaman - pengalaman tersebut telah didokumentasikan dalam bentuk buku berjudul “Relawan Kesehatan di Medan Bencana” dimana buku ini menceritakan bagaimana kondisi dan penanganan saat bencana dari sektor kesehatan. Berkaitan dengan hal tersebut, FK - KMK UGM menggelar soft launching dan bedah buku “Relawan Kesehatan di Medan Bencana” untuk memperkenalkan karya buku dan mensosialisasikan bagaimana pengalaman relawan kesehatan menolong korban bencana. Narasumber acara ini adalah Suparlan dari Yayasan SHEEP Indonesia; Danang Syamsurizal, ST dari BPBD DIY dan dr. Hendro Wartatmo, Sp.B., KBD mewakili tim penulis buku. Bedah buku dilaksanakan di Ruang Theater, Gedung Perpustakaan lantai 2,FK - KMK UGM pada Rabu, 2 Oktober 2019.
Pelaksanaan
Pemaparan pendahuluan dari dr. Hendro yang menceritakan bagaimana awalnya terlibat dalam penanganan bencana dan akhirnya menulis buku. Semua penulis belum pernah menulis buku. Pada 2016, ada momentum Presiden Joko Widodo menyampaikan saat ini Indonesia perlu meninjau bencana dari segi pendidikan. Maka setelah didiskusikan dengan Prof. Laksono maka disusunlah buku ini. Rencana awalnya pada buku ini akan ditulis tentang pengalaman dan keilmuan bencana. Namun akhirnya diputuskan untuk menulis lesson learnt dulu, selanjutnya buku kedua menulis dari segi keilmuannya. Hal yang menarik adalah sekitar 11 tahun yang lalu dr. Hendro sudah ingin menulis buku dan sudah menentukan judulnya. Ternyata setelah dr. Hendro membuka file - file yang lama ternyata judul yang ditulis dulu sama dengan judul buku ini sementara judul ini diputuskan bersama dengan tim.
Selanjutnya pemaparan dari BPBD DIY oleh Danang. Danang mengatakan bahwa buku ini sangat menarik, enak dibaca dan tanpa sadar mengira buku ini novel padahal berdasarkan kisah nyata. Dalam buku ini, terlihat kerinduan atau panggilan untuk menolong. Buku ini bisa menjadi pembelajaran bagi orang - orang yang terjun menangani bencana. Pesan yang disampaikan buku ini yaitu jika ada niat pasti ada jalan. Pada situasi kritispun masih ditemukan optimisme. Selanjutnya Danang memilah perkembangan penanganan bencana ini per periode, terlihat perkembangan penanganan bencana dari tahun ke tahun.
Selanjutnya pemaparan dari Yayasan Sheep oleh Suparlan. Suparlan menyampaikan bahwa buku ini umurnya lebih tua daripada undang - undang kebencanaan. Ada banyak pembelajaran dalam buku ini. Pertama terdapat pola perubahan model penanganan bencana dimana dulu belum terlihat sistem manajemennya. Model penanganan sekarang, bencana tidak boleh lagi kita tunggu tapi kita sudah harus mempersiapkan bagaimana pentingnya mengurangi risiko bencana. Pelajaran kedua adalah kemauan saja tidak cukup tetapi penting disiapkan rencana kontijensi. Ketiga dalam buku ini juga ada tentang perkembangan informasi teknologi dalam kebencanaan. Bahwa dari teknologi terdapat percepatan penyebaran informasi. Keempat terdapat sistem rotasi pengiriman dan kelengkapan tim. Bagaimana pemenuhan logistik bagi tim juga diceritakan supaya tidak menyusahkan pemerintah setempat. Kelima buku ini juga banyak bercerita tentang klaster kesehatan, dimana sistem klaster kesehatan ini sudah terlihat bagus saat gempa Lombok. Keenam, ada ancaman bencana yang beragam dan terlihat perbedaan penangan bencananya. Ini akan lebih memberikan edukasi jika ini lebih spesifik lagi. Model penanganan bencana sesuai dengan jenis bencananya juga dicantumkan dalam buku ini. Pesan Suparlan yang terakhir adalah bahwa buku ini menggarisbawahi jika terjun ke lokasi bencana tidak hanya bermodalkan nekat akan tetapi perlu ilmu.
Sesi Diskusi I:
- Apakah dalam buku disebutkan penanganan bencana kebakaran hutan? Dari pengalaman kami di Kalimantan Tengah dari segi kesehatan belum sama sekali.
- dr Hendro menyatakan untuk kebakaran hutan sebenarnya sudah ada sendiri. Type of injury, itu yang perlu dipahami sebelum berangkat ke lapangan jadi sudah bisa diperhitungkan apa yang harus dilakukan. Contohnya kebakaran hutan pasti sudah ada, misalnya efek ke mata dan paru - paru. Perkara sosialisasi ke masyarakat setempat itu juga sudah ada dari Depkes.Tri : apakah dalam buku ini juga diterangkan bagaimana seharusnya kita memberikan pendidikan tentang bencana kepada mahasiswa, masyarakat ataupun kepada relawan?
- dr Hendro menjawab, belum ada di buku ini. Tapi kami berniat akan menyusun buku terkait keilmuan kebencanaan. Gangguan sosial yang terjadi paling utama dalam kebencanaan adalah gangguan kesehatan pribadi dan gangguan kesehatan masyrakat. Pendidikan ini akan disusun di buku yang kedua tapi khusus bidang kesehatan.
- Suparlan menambahi terkait pada pendidikan,poin penting yang disampaikan adalah bagaimana mengurangi risiko bencananya. Fokus kita lebih ke masyarakat karena merekalah yang langsung terdampak bencana. Pendidikan kepada masyarakat tentu berbeda dengan kepada relawan. Misalnya kepada relwan akan diberikan edukasi terkait kode etik selama di lapangan. Pendidikan secara luas tentang “pengurangan risiko bencana” ada tiga yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Bagaimana ancaman itu dikelola biar tidak menjadi bencana.
- Sekar : Bagaimana BPBD mengkoordinir program siaga bencana ini untuk kemudian disosialisasikan kepada masyarakat. Siapa yang berwenang mensosialisasikan. Seberapa kesiapsiagaan masyarakat Indonesia dalam menghadapi bencana?
- Danang menyatakan terdapat fase informasi pada pra bencana, saat bencana dan saat pemulihan. Informasi pada pra bencana terdapat standar pelaksanaannya juga. Misalnya BPBD harus mengetahui daerah yang berpotensi banjir, kemudian harus tahu syarat rumah yang tangguh gempa. BPBD sudah memanfaatkan teknologi dengan penggunaan beberapa aplikasi sebagai media informasi yang akurat, misalnya tentang perkiraan cuaca dan kondisi di beberapa daerah yang rawan banjir. Kemudian ada juga melalui website dan infografis. Informasi ini juga diberikan kepada masyarakat secara langsung misalnya terkait triase. BPBD selalu melakukan pendekatan kepada masyarakat bahkan dengan spesialis-spesialis tertentu dalam pengembangan informasi terkait kebencanaan ini.
Diskusi Sesi II
- Ayu : dari pengalaman yang sudah ada, apakah dibuku ini dituliskan juga saran-saran kepada pemerintah, misalnya apakah peraturan yang sudah ada selama ini dapat diimplementasikan atau masih perlu direvisi?
- dr Hendro menyatakan jadi rekomendasi kebijakan di buku ini tidak ada karena jarak dari bencana yang terjadi ke penulisan buku ini sudah lama sementara rekomendasi ini perlu update. Rekomendasi kita sampaikan tapi lewat media lain.
- Nugroho : apakah ada regulasi tentang rumah yang ditinggal kemudian korslet?
- Tim penyidik akan menentukan dulu apakah terdebut disengaja atau tidak disengaja, kemudian dilihat apakah menyebabkan kematian atau tidak. Semua ada aturannya.
- Ario : berdasarkan evidence based yang ada dibuku ini terkait kebijakan, aspek apa sekiranya yang belum ada regulasinya?
- dr Hendro menjawab secara umum di bencana itu terdapatdua masalah yaitu di manajemen (disaster management) dan teknis (disaster medicine). Satu masalah di kebijakan itu menurut saya adalah aspek koordinasi. Misalnya antara SAR dan BNPB titik koordinasinya belum terbangun dengan baik
- Terkait dengan sistem penanggulangan bencana, kita itu sudah bagus, tapi itu benar memang koordinasi ini belum terimplementasi dengan rapi. Setiap daerah berbeda kebijakannya. Kemarin saya baru dari Kalteng, dari segi kesehatan kuranag mereka perhatikan. Mereka fokus bagaimana untuk memadamkan api saja.
Reporter : Happy R Pangaribuan