logo2

ugm-logo

Reportase: Surge Capacity dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Webinar dibuka oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro. Webinar ini membahas surge capacity untuk menghadapi lonjakan pasien saat wabah COVID-19 melanda Indonesia. Harapannya melalui diskusi ini akan didapatkan satu strategi surge capacity yang memungkinkan bisa dilaksanakan segera di DIY. Tentunya dengan memperhatikan sumber daya yang ada di daerah.

Perencanaan Surge Capacity dalam Konteks COVID-19

Materi ini disampaikan oleh dr. Bella Donna dari Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK – KMK UGM. Surge berada di level rumah sakit yang terkait dengan Hospital Disaster Plan (HDP) dan sistem kesehatan. Hubungan surge capacity dalam HDP, dilihat dari elemen penilaian akreditasi rumah sakit sudah jelas. Dalam surge capacity ada struktural, ada sistem komunikasi, ada sumber alternatif dan pelayanan alternatif. Apakah rumah sakit saat ini sudah memiliki hal tersebut dalam penanganan COVID-19?. Indikator kesiapsiagaan rumah sakit dilihat dari segi kebijakan dan pengorganisasian, komunikasi, prosedur, rencana kontijensi, fasilitas dan SDM, pembiayaan, monitoring dan evaluasi. Terdapat empat komponen surge capacity (4 S) yaitu staff, stuff, structure dan system. Keempat komponen ini sangat penting disiapkan. Struktur berkaitan dengan fasilitas. Ada berbagai jenis surge hospital yang bisa dikembangkan misalnya membuka rumah sakit yang sudah ditutup (Pulau Galang), menggunakan bangunan non medis (Wisma Atlit, Wisma Haji), dan fasilitas medis bergerak. Pemenuhan SDM dalam surge facility bisa dilakukan dengan open rekrutmen relawan kesehatan dan mengirim atau menugaskan sementara staf dari rumah sakit non – surge ke rumah sakit surge. Pertanyaannya adalah siapa pemimpin yang merencanakan pengembangan surge capacity di DIY?

Surge Capacity Pada Penanggulangan COVID-19

Materi ini disampaikan oleh dr. Hendro Wartatmo dari Pokja Bencana FK – KMK UGM. COVID-19 bagian dari bencana, artinya dalam penanganannya kita harus berpikir secara manajemen bencana. Surge berbicara tentang bagaimana meningkatkan kemampuan secara mendadak, namun tidak semudah yang dipikirkandibayangkan. Pilihan surge di DIY  ada dua yaitu pertama surge capacity in hospital dan kedua surge hospital. Jika surge capacity in hospital di 25 RS DIY sepertinya tidak mungkin, yang paling rasional itu adalah opsi kedua, membuat rumah sakit khusus untuk COVID-19  ini, tawarannya banyak bisa seperti wisma atlit dan rumah sakit kosong. Kenapa ini lebih dipilih? Karena syarat untuk menjadi rumah sakit rujukan itu sangat banyak. Prinsipnya adalah pelayanan kesehatan harus bisa dipenuhi apalagi pelayanan dituntut harus sesuai standar. Hal yang menjadi masalah, kita belum mempunyai pengalaman surge untuk penyakit menular. Konsep dasar skenario untuk surge hospital (sebagai RS Rujukan) adalah penanganan pasien dipusatkan di satu tempat, rumah sakit yang lain sebagai tempat triase termasuk puskesmas juga. Jika ingin melaksanakan rumah sakit rujukan, pertama sekali ditentukan dulu siapa komandannya, staf (gugus DIY, pakar profesi), pelaksana (RS Hardjolukito, RS Persi DIY, relawan), dan logistik (RS Harjolukito, pemerintah, sumbangan). Prinsip Incident Command System (ICS) ada 3 yaitu siapa komandannya, siapa melakukan apa, dan rencana cadangan. Kesimpulannya bagaimana RS Rujukan COVID-19 bisa berfungsi segera?

Diskusi

  • Skenario wabah hampir tidak ada di rumah sakit, yang banyak itu skenario bencana alam. Opsi yang memungkinkan dipilih adalah opsi kedua tadi yaitu surge hospital. Namun kita membutuhkan SK atau surat resmi dan ada ketegasan dari Pemda karena DIY punya kemampuan untuk surge hospital ini.
  • Problem besar saat ini selain kapasitas adalah ketersediaan resources, koordinasi dan leadership. Artinya jika memang alat pelindung diri (APD) – nya tidak siap, lebih baik penanganan COVID-19 ini disatukan saja seperti surge hospital. Misalnya dalam satu wilayah terdapat 10 rumah sakit, maka lebih baik ditentukan 1 atau 2 yang siap untuk menangani COVID-19 dengan mempertimbangkan  indikator rumah sakit rujukan (surge). Sementara rumah sakit lainnya (non – surge) melakukan triase dan tenaga kesehatan bisa ditugaskan dari rumah sakit non – surge
  • Terkait data dan informasi, sistem pelaporan, ada baiknya sudah terakomodir dalam satu ICS.  Sehingga datanya itu satu pintu. Termasuk nanti pengaturan surge resources dari rumah sakit lain di rumah sakit rujukan, ada kepala operasional yang mengaturnya.
  • Kebijakan terkait etika khususnya apakah tenaga medis diperbolehkan menolak memberikan asuhan pada pasien COVID-19 ini diatur oleh Pemda. Kembali ke konsep surge hospital, jika ini sudah tersistem dengan baik otomatis rumah sakit yang tidak siap melayani pasien, bisa dirujuk ke rumah sakit rujukan (surge) artinya tidak ada penolakan yang dilakukan rumah sakit. Dengan adanya surge hospital dalam satu wilayah, semua dilakukan secara bertahap atau berjenjang, puskesmas sudah mendapatkan triase, menuju rumah sakit secara bertahap (Puskesmas à RS Triase à RS Rujukan).
  • Perkembangan di DIY, usulan surge hospital sudah sampai Pemda, sekarang sedang menunggu kejelasan SK resmi. Seperti yang disampaikan oleh Prof Sutaryo (staf asisten gubernur DIY), sudah ada pembahasan penanganan COVID-19 dikonsentrasikan di Rumah Sakit TNI AU Hardjolukito Yogyakarta. Rumah sakit ini mampu, mempunyai cadangan, ada laboratorium, jauh dari pemukiman, jalur pasien masuk juga ada, sehingga inilah rumah sakit yang paling ideal untuk DIY sebagai rumah sakit rujukan. Selebihnya APD dilengkapi oleh pemerintah daerah dan tenaga kesehatan dari IDI atau Persi DIY dibawah koordinasi Dinkes. Semoga SK – nya segera terbit.

Penutup

Strategi untuk surge capacity di DIY lebih kepada opsi surge hospital yaitu memusatkan rujukan penanganan pasien di satu rumah sakit. Lonjakan mungkin bisa sedikit atau banyak. Dalam pengembangan surge hospital ini, penting juga mencermati shelter untuk SDM kesehatan, penanganan mental health SDM kesehatan dan penanganan limbah berbahaya. Webinar selanjutnya akan membahas satu skenario yang bisa dipakai berdasarkan SK yang akan dikeluarkan oleh gubernur dalam pengembangan surge hospital ini.