logo2

ugm-logo

Gandeng Media, BPBD Jatim Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Bencana

Gandeng Media, BPBD Jatim Tingkatkan Kewaspadaan Terhadap Bencana

TIMESINDONESIA, KEDIRI – Pemprov Jatim melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Timur (BPBD Jatim) terus meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana, salah satunya dengan menggandeng media untuk bersama melakukan mitigasi di Jawa Timur.

Kerjasama yang dikemas dalam bentuk rapat koordinasi itu digelar di Kediri, Senin hingga Selasa (25/6/2019) dengan mengambil tema "Peran Media dalam Penanggulangan Bencana yang Kondusif".

“Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dari banyak provinsi di Indonesia yang merupakan daerah yang rawan terjadinya ancaman bencana baik bencana alam maupun non alam, maka perlu semua pihak untuk memberikan serius dengan bekerja secara optimal menekan terjadinya bencana serta banyaknya korban,” kata Suban Wahyudiono, Kepala BPBD Jatim, Senin (24/6/2019).

Pihaknya juga menekankan media merupakan ujung tombak dalam penyampaian informasi kejadian bencana. Di mana masyarakat harus paham akan apa yang dapat dilakukan saat sebelum, saat darurat, dan sesudah terjadi bencana.

“Media adalah salah satu ujung tombak untuk mengurangi resiko kebencanaan. Dengan informasi–informasi yang disampaikan kepada masyarakat, sebelum bencana alam itu terjadi minimal masyarakat sudah bisa mengantisipasinya,” lanjut Suban.

Kepala BPBD Jatim itu juga mengajak untuk merubah cara pandang responsif menjadi preventif dengan prioritas pengurangan risiko bencana. Termasuk pemberitaan media untuk fokus pada pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan,

Suban berharap, melalui rapat koordinasi semua pihak serta media dapat ikut berperan aktif dalam menyebarkan pengetahuan dan pengenalan tentang risiko bencana, analisis risiko dan upaya pengelolaannya kepada masyarakat.

Sementara itu, Ketua PWI Jawa Timur, Ainur Rohim berbicara tentang pentingnya peran media dalam upaya mitigasi Bencana di rakor yang digelar BPBD Jatim itu. Dalam penjelasannya, dia membeberkan perbedaan media mainstrem dengan media sosial, serta produk yang dihasilkan. "Produk pers dibatasi kode etik jurnalistik serta dikelola secara resmi oleh perusahaan pers yang berbadan hukum. Sementara medsos bebas dan tidak ada pertanggung jawaban," imbuhnya. (*)

BPBD Petakan 2.742 Desa di Jatim Masuk Kategori Rawan Bencana

BPBD Petakan 2.742 Desa di Jatim Masuk Kategori Rawan Bencana

Merdeka.com - Memasuki musim kemarau panjang, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur memetakan desa rawan bencana. Sebanyak 2.742 desa, dipetakan masuk dalam kawasan rawan bencana kategori tinggi.

Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Suban Wahyudiono, mengatakan, dari 8.501 desa kelurahan di Jatim, hampir 35 persen dianggap masuk kawasan rawan bencana kategori tinggi. "Atau tepatnya berjumlah sekitar 2.742 desa/kelurahan," tegasnya, Senin (24/6).

Ia menambahkan, dari pemetaannya Jatim memiliki geografis maupun iklim yang memungkinkan terjadinya bencana. Salah satunya, iklim kemarau yang rawan terjadi kekeringan maupun kebakaran hutan dan lahan.

"Ada perubahan paradigma kalau dulu ada bencana direspon, kalau sekarang kita ke preventif, apa bencananya dan preventifnya seperti apa," tambahnya.

Terkait dengan antisipasi akibat musim kemarau 2019, seperti bencana kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, pihaknya memulai dengan membuat surat imbauan kewaspadaan perihal perkiraan perubahan cuaca pada bupati atau wali kota. Yang intinya memberitahukan bahwa Juni sudah masuk musim kemarau. Apalagi, diperkirakan jika puncak kemarau ada di Agustus.

"Sekarang sudah masuk (kemarau), tapi ada beberapa daerah yang seperti Lumajang, Malang, itu masih ada hujan tapi ringan," tandasnya.

Selain menyurati para kepala daerah, BPBD Jatim juga melakukan koordinasi dengan BPBD Kabupaten/kota, untuk memetakan kira-kira desa mana saja yang rawan bencana kekeringan.

"Dari 38 kab/kota, 556 desa di antaranya yang akan mengalami kekeringan. Dari 556 ini kita petakan ada 199 desa yang potensi tidak ada airnya.

Ia pun membagi empat kategori bencana kekeringan yang dimaksud. Di antaranya, kekeringan meteorologi yaitu kekeringan curah hujan kurang, kekeringan hidrologi yang biasanya sumur kering. Kemudian kekeringan pertanian sawah akibat kurang air.

"Kemudian yang kami tangani kekeringan sosial ekonomis kebutuhan dasar manusia seperti untuk minum, makan, mandi, dan pokonya air bersih aja," tandasnya.

Terkait dengan kebutuhan air bersih, ia menyatakan jika ada permintaan, maka dicukupi BPBD Kabupaten kota lebih dulu. Jika nantinya tidak memadai, maka propinsi yang akan ikut membantu menyuplai kebutuhan air bersih. [lia]

More Articles ...