logo2

ugm-logo

Gempa Lombok Berpusat di Darat, Kenapa Bisa Tsunami?

JAKARTA - Pemerintah dipastikan tidak akan menaikkan tarif premi atau iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Tarif iuran akan tetap, baik untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) maupun non-PBI. Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan ( Kemenkes) Untung Suseno Sutarjo mengatakan, peningkatan iuran tidak akan menjadi jalan yang ditempuh pemerintah untuk atasi defisit keuangan BPJS Kesehatan. Sebab, defisit keuangan BPJS Kesehatan disebabkan berbagai faktor.

Faktor utama yang membuat defisit keuangan BPJS Kesehatan terus membengkak, menurut Untung, adalah masalah tunggakan atau piutang kepesertaan. Dengan alasan itu, menaikkan premi dikhawatirkan justru akan menambah kesulitan BPJS Kesehatan menarik iuran.

"Cukup besar penunggakkan iuran peserta, dan peningkatan iuran akan menambah besar peserta yang menunggak, sehingga tak selesaikan masalah," ujar Untung kepada Kontan, akhir pekan lalu.

Sebagai informasi, defisit keuangan BPJS Kesehatan terus naik dari tahun ke tahun. Tahun ini defisit keuangan BPJS Kesehatan diperkirakan mencapai Rp 11,2 triliun. Jumlah itu naik dari tahun 2017 yang sebesar Rp 9 triliun dan tahun 2016 yang sebesar Rp 9,7 triliun. Peningkatan iuran sebelumnya disebut menjadi salah satu opsi pemerintah mengatasi defisit.

"Penanganan defisit BPJS sudah dibahas sejak tahun lalu, dengan melihat semua opsi termasuk peningkatan iuran," ujar Untung. Untung bilang, pemerintah tengah merumuskan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan. Dalam aturan yang bakal segera terbit itu, dia bilang, berbagai sektor akan terlibat. Koordinator bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, iuran BPJS Kesehatan seharusnya naik tahun ini. Sesuai Perpres 12 Tahun 2013, iuran BPJS Kesehatan naik 2016 setelah beroperasi 2014.

"Direksi BPJS harus berani meminta kenaikan, sebab sulit berharap inisiatif pemerintah, apalagi menjelang pemilu seperti saat ini," ujar Timboel. Saat ini peserta non PBI dibagi tiga kelas berbeda. Kelas 1 membayar Rp 80.000 per bulan, kelas 2 membayar Rp 51.000 dan kelas 3 dengan iuran Rp 25.500 per bulan. (Abdul Basith)

sumber: KOMPAS.com

Hingga Pagi ini, Sudah 124 Kali Gempa Susulan di Lombok

Jakarta - Gempa susulan terus terjadi usai gempa berkekuatan 7 Skala Richter (SR) yang mengguncang kawasan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB). Hingga pagi ini, tercatat sudah 14 kali terjadi gempa susulan.

"Update Gempa Bumi Lombok M (Magnitudo) 7 sampai pukul 06.00 WIB, Senin (6/8) tercatat sebanyak 124 gempa bumi susulan," kata Kepala Bagian Humas BMKG Harry Tirto Djatmiko kepada detikcom, Senin (6/8/2018).


Gempa tersebut terjadi pada Minggu (5/8) pukul 18.46 WIB. Sebelumnya, Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, hingga Senin (6/8) pukul 02.30 WIB, tercatat sudah ada 82 orang dinyatakan meninggal akibat gempa tersebut.

"Hingga Senin dini hari pukul 02.30 WIB, tercatat 82 orang meninggal dunia akibat gempa. Ratusan orang luka-luka dan ribuan rumah mengalami kerusakan," kata Sutopo.

"Ribuan warga mengungsi ke tempat yang aman. Aparat gabungan terus mengevakuasi dan penanganan darurat akibat gempa bumi," sambung dia.
Sutopo menambahkan, jumlah korban tersebut kemungkinan akan terus bertambah. "Diperkirakan korban terus bertambah. Jumlah kerusakan bangunan masih dilakukan pendataan," kata Sutopo.

Sutopo juga menambahkan, ribuan orang masih mengungsi akibat gempa ini. Aparat gabungan terus melakukan evakuasi dan penanganan darurat akibat gempabumi.

"Daerah yang terparah adalah Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur dan Kota Mataram. Berdasarkan laporan dari BPBD Provinsi NTB, dari 39 orang meninggal dunia, korban berasal dari Kabupaten Lombok Utara 65 orang, Lombok Barat 9 orang, Lombok Tengah 2 orang, Kota Mataram 4 orang, dan Lombok Timur 2 orang. Sebagian besar korban meninggal akibat tertimpa bangunan yang roboh," katanya.

More Articles ...