logo2

ugm-logo

Dilema Penanganan Banjir di Jabar, Banyak Lahan Resapan Kritis hingga Terbenturnya Kemampuan Anggaran

PIKIRAN RAKYAT - Rusaknya kawasan hulu di Jawa Barat diyakini menjadi penyebab utama terjadinya sejumlah bencana di saat musim hujan terutama banjir. Hampir setiap hujan turun terjadi genangan di kawasan hilir bahkan tidak jarang menimbulkan banjir bandang.

Berbagai upaya harus dilakukan seperti penghijauan kembali maupun rekayasa teknis untuk meminimalisasi bencana tersebut. Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik mengakui banyaknya kawasan hijau di wilayahnya yang beralih fungsi, seperti di Kawasan Bandung Utara (KBU).

Ini berdampak terhadap kualitas resapan sehingga hujan yang turun menimbulkan aliran air yang deras ke wilayah hilir. Pada sisi lain, tambah dia, saluran yang ada seperti sungai sudah tidak mampu menampung derasnya aliran tersebut.

Dikky menilai, berbagai cara harus ditempuh untuk meminimalisasi potensi banjir, seperti normalisasi sungai agar air tetap mengalir pada tempatnya. Namun, menurutnya langkah ini cukup berat mengingat terbatasnya lahan untuk pelebaran sungai serta kemampuan anggaran.

"Susah untuk memperlebar sungai, apalagi kalau harus makan lahan orang. Sehingga perlu penambahan kawasan resapan agar air hujan yang turun tidak terbuang ke wilayah hilir," ucap Dikky saat diwawancarai pada Rabu 27 Januari 2021.

Selain melalui cara alami seperti penanaman pohon kembali, menurut Dikky perlu rekayasa teknis agar kawasan hijau yang sudah beralih fungsi tetap mampu menyerap air di saat hujan turun.

"Jumlah kawasan resapan air harus terus ditambah, agar air hujan yang turun tidak mengalir ke hilir, sehingga tidak menyebabkan banjir," katanya.

selengkapnya https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/pr-011340399/dilema-penanganan-banjir-di-jabar-banyak-lahan-resapan-kritis-hingga-terbenturnya-kemampuan-anggaran?page=2

Arutmin sebut pembukaan lahan besar-besaran dapat menjadi penyebab banjir di Kalsel

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA.  Bencana banjir yang merendam Kalimantan Selatan (Kalsel) pada awal tahun 2021 ini diduga tak lepas dari kerusakan lingkungan dan alih fungsi kawasan hutan akibat pertambangan batubara.

Salah satu perusahaan tambang batubara berskala jumbo yang beroperasi di Kalsel adalah PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), group usaha Bakrie.

General Manager Legal and External Affairs PT Arutmin Indonesia Ezra Sibarani tak menampik, pembukaan lahan secara besar-besaran bisa saja menjadi salah satu faktor penyebab banjir.

Pembukaan lahan tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam kegiatan seperti perkebunan khususnya sawit, pertambangan dan pertanian.

Kendati begitu, Ezra menegaskan bahwa penyebab utama terjadinya banjir di Kalsel perlu dilihat kembali dan dievaluasi secara mendalam.

"Seperti yang sudah disampaikan Bapak Presiden, curah hujan beberapa hari terakhir memang sangat tinggi, bahkan jauh di atas curah hujan rata-rata beberapa tahun terakhir. Selain itu sistem drainase apakah sudah cukup memadai atau tidak," kata Ezra saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (22/1).

Dalam hal pembukaan lahan, Ezra pun menekankan bahwa aktivitas tersebut harus dilihat kembali, apakah sudah memiliki kajian lingkungan (Amdal) yang sudah dievaluasi dan disetujui pemerintah, atau tidak.

Sebab fakta di lapangan menunjukan masih banyak ditemukan kegiatan-kegiatan pembukaan lahan untuk perkebunan, pertanian dan pertambangan yang tidak dilakukan evaluasi kelayakan lingkungan dan tidak memiliki izin Amdal. "Hal ini perlu perhatian dan tindakan tegas dari pemerintah," sambung Ezra.

Lebih lanjut, dia juga mengklaim bahwa kegiatan reklamasi pasca tambang Arutmin Indonesia sudah dilakukan sejak tahun 1990-an dan terus berlangsung hingga sekarang.

"Praktek reklamasi pasca tambang Arutmin sudah banyak dijadikan contoh dan acuan bagi perusahaan pertambangan lain. Pemerintah sendiri bebetapa kali memberikan penghargaan atas keberhasilan reklamasi paska tambang di Arutmin," sebutnya.

Dalam catatan Kontan.co.id, PT Arutmin Indonesia memiliki tambang yang berlokasi di Satui, Senakin, Batulicin, dan Asam-asam, Kalimantan Selatan dengan luas mencapai 57.107 hektare (ha).

Setelah memperoleh perpanjangan izin dan perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK pada 2 November 2020, konsesi Arutmin diciutkan  40,1%. Dengan begitu, luas wilayah konsesi Arutmin menjadi sekitar 34.207 ha.

Di sisi lain, banjir di Kalsel juga mengganggu kegiatan operasional pertambangan, termasuk Arutmin. Kata Ezra, penambangan dengan cara open pit dapat terganggu ketika curah hujan tinggi. Namun dia memastikan bahwa kegiatan produksi batubara Arutmin terus berjalan.

"Banjir sedikit berdampak pada kegiatan operasional. Kita melakukan upaya teknis menghadapi curah hujan yang tinggi, agar tambang kita juga tidak dipenuhi oleh air," pungkas Ezra.

More Articles ...