logo2

ugm-logo

Kegagalan Cegah Banjir Kalimantan Selatan

Merdeka.com - Rukka Sombolinggi hanya geleng-geleng membaca pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait banjir di Kalimantan Selatan. Dia kecewa. Merasa pernyataan Presiden tidak tegas ungkap penyebab banjir besar yang melanda sejak 13 Januari 2021 itu. Seakan menuduh hujan lebat menjadi akar masalah.

Sebagai Sekretaris Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Rukka meyakini banjir besar menerjang sebagian besar wilayah Kalimantan Selatan akibat keserakahan pengusaha. Ini bisa terlihat bagaimana deforestasi terjadi akibat alih fungsi lahan menjadi pertambangan maupun kebun kelapa sawit.

Sejak AMAN berdiri tahun 1999, beragam kerusakan alam di Kalimantan memang sudah terlihat. Kondisi ini juga berdampak pada suku Dayak, selaku masyarakat asli di sana. Salah satunya di Desa Dayak Meratus. Sehingga gerakan ini dibangun sebagai perlawanan agar hutan tidak semakin dirusak.

"Banjir yang terjadi Kalimantan Selatan itulah salah satu yang dicegah oleh masyarakat adat selama ini. Tapi pemerintah menutup mata," kata Rukka kepada merdeka.com, Kamis pekan lalu.

Pemerintah seakan tidak pernah mendengar beragam temuan kerusakan alam. Bagi Rukka, banyak izin usaha pertambangan maupun kepala sawit diberikan serampangan. Setidaknya sudah 50 persen lahan di Kalimantan Selatan dikuasai untuk tambang dan perkebunan.

Selama ini warga telah memperjuangkan supaya wilayah adat di Meratus berhenti dirampas, dikupas permukaannya, dan dikeruk isi perut bumi dari tangan tak bertanggungjawab. Sayang usaha itu masih belum dilirik pemerintah.

Greenpeace Indonesia mencatat sepanjang 2001-2019, wilayah Kalimantan Selatan kehilangan 304.223,9 Ha DAS (daerah aliran sungai). Penyebab terbesar yakni, perubahan fungsi lahan.

Adapun tiap tahun jumlah semakin meningkat. Hilangnya tutupan hutan pada 2001 sebanyak 4.274,3 Ha, kemudian 2002 sebesar 11.926,5 Ha, lanjut di 2003 sebanyak 16.615,7 Ha dan terus naik di 2004 sebanyak 16.751,2 Ha dan 2005 sebanyak 21.051,9 Ha.

Pada 2006, sedikit mengalami penurunan sehingga hanya 11.427,5 Ha. Namun, 2007 meningkat lagi menjadi 22.907,2 Ha, kemudian turun lagi di 2008 sebanyak 15.688,9 Ha. Penurunan juga terjadi di 2009 sebanyak 12.708,9 Ha dan 2010 sebanyak 14,464.5 Ha.

Memasuki 2011, kembali terjadi hilangan tutupan hutan sebesar 12,366.9 Ha. Angka itu terus naik di 2012 sebanyak 21,148.6 Ha. Pada 2013 sempat terjadi penurunan hingga 10.443,5 Ha. Kemudian pada 2014, di tahun Presiden Jokowi pertama menjabat justru terjadi peningkatan menjadi 15.190 Ha.

Angka itu terus naik di 2015 sebanyak 19.937 Ha dan puncaknya di 2016 sebanyak 49.388,8 Ha. Pada 2017 terjadi penurunan drastis sebanyak 8,157.4 Ha, lalu 2018 sempat kembali sebanyak 10,224.9 Ha, dan 2019 mengalami penurunan sebanyak 9.550.1 Ha.

Juru Bicara Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Arie Kompas menegaskan, dalam bencana ini proses pemberian izin tidak mempertimbangkan daya tampung lingkungan, dan proses pengawasan dan penegak hukum tidak dilakukan, dan tampak besar direklamasi dibiarkan. Termasuk tambang ilegal sehingga fungsi pemerintah tidak berjalan. Faktor kebijakan dan tata kelola sumber carut marut bagian pemicu bencana.

Katanya, Kalsel ini dikuasai Oligarki. Jadi fungsi pemerintah itu menjalankan regulasi itu sangat lemah. Jadi lebih banyak dipengaruhi Oligarki sehingga kemudian izinnya diberikan jor-joran tanpa memperhatikan lingkungan. "Penegakan hukum menjadi tumpul," ujar Arie kepada merdeka.com.

sumber: https://www.merdeka.com/khas/kegagalan-cegah-banjir-kalimantan-selatan-bencana-di-kalsel.html

BNPB targetkan penyelesaian dampak gempa Sulbar selesai enam bulan

Mamuju (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menargetkan penyelesaian dampak gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,2 di Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Majene, Provinsi Sulawesi Barat bisa selesai dalam enam bulan, khususnya terkait rekonstruksi perumahan.

"Proses pendataan dan administrasi kami targetkan selesai hingga Februari 2021. Mudah-mudahan dari Februari sampai Juli 2021 sudah tidak ada lagi pengungsian," kata Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB, Rifai kepada wartawan di Mamuju, Selasa.

Ia berharap proses pendataan dan verifikasi terhadap rumah warga yang rusak akibat gempa, baik di Kabupaten Mamuju maupun di Kabupaten Majene, dapat segera selesai hingga Februari 2021.

"Berdasarkan kesepakatan, batas akhir pendataan rumah warga yang rusak, baik rusak ringan, sedang hingga berat sampai hari ini. Tetapi, sambil proses pendataan, kami terus memasukkan data warga yang sudah masuk dan tentu kami akan menunggu hingga semuanya rampung," tuturnya.

"Kami masih menunggu dan berharap pada Februari 2021, semuanya sudah rampung, sehingga warga akan segera meninggalkan tempat pengungsian dan mereka akan menghuni kembali rumah yang rusak ringan dan rusak sedang. Bantuan dana itu langsung kami serahkan 100 persen," kata Rifai.

Sementara itu, untuk warga yang rumahnya rusak berat, tambahnya, disejajarkan dengan rumah yang rusak ringan dan sedang.

"Pada prinsipnya, rumah rusak berat sejajar dengan rusak ringan dan sedang. Tapi, rusak berat ini tentu menggunakan fasilitas membangun kembali, sehingga prosesnya agak lebih lama. Tawaran saya, sama pengalaman kami seperti di beberapa daerah pascagempa seperti NTB dan Palu Sulteng, kita menggunakan rumah instan," papar Rifai.

Rifai mengatakan telah menyurat ke beberapa vendor yang memiliki pengalaman untuk melakukan pembangunan rumah terdampak gempa tersebut.

"Kita sudah menyurati beberapa vendor yang sudah punya akses untuk penyelenggaraan seperti ini. Rumah instan ini lebih mudah, lebih cepat dan lebih aman. Prinsipnya, rumah instan itu terbangun lebih baik dan lebih aman, dimana nanti semua spek teknisnya sudah SNI ditambah lagi rekomendasi rumah tahan gempa," tutur Rifai.

Rumah instan tersebut, lanjutnya, bukan berdasarkan pilihan BNPB. "Tetapi, BNPB berpengalaman memberikan informasi bahwa instan ini ada beberapa jenis,.di antaranya sistem Domus dari Tata Logam, Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha) dari PUPR serta Risba (rumah instan baja) dari Universitas Gajah Mada. Kami hanya mengenalkan dan ini bukan paten," katanya.

More Articles ...