logo2

ugm-logo

Blog

Fase Recovery Bencana

https://awsimages.detik.net.id/community/media/visual/2018/12/25/d00ec7fc-c514-4fa4-ad26-5a5638a390f9_169.jpeg?w=780&q=90 

Fase recovery bencana disebut juga dengan fase pemulihan pasca bencana terjadi. Pada fase ini akan dilakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, seluruh pelayanan akan dikembalikan seperti kondisi semula sebelum bencana terjadi. Perbaikan dan pemulihan yang dimaksud pada semua aspek pelayanan publik di wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Rehabilitasi merupakan tanggung jawab pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang terkena bencana. Rehabiitasi dikoordinasikan oleh BPBD dan wajib menggunakan dana penanggulangan bencana dari APBD Kabupaten/Kota. Dalam sektor kesehatan pelayanan kesehatan ditujukan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan masyarakat melalui pemulihan sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Bentuk pemulihan kondisi kesehatan tersebut adalah (a) membantu perawatan lanjut korban bencana yang sakit dan mengalami luka; (b) menyediakan obat - obatan; (c) menyediakan peralatan kesehatan; (d) menyediakan tenaga medis dan para medis; (e) memfungsikan kembali sistem pelayanan kesehatan termasuk sistem rujukan. Selengkapnya pedoman rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana Klik Disini

Sulawesi Tengah memasuki fase pemulihan pada April 2019, pemerintah daerah dan masyarakat berupaya memperbaiki sistem yang sudah ada. Pokja Bencana PKMK FK - KMK UGM turut andil dalam proses pemulihan tersebut. Pokja Bencana PKMK FK - KMK UGM bersama Caritas Germany akan melaksanakan program penguatan kapasitas sistem dan sumber daya sektor kesehatan dalam penanggulangan bencana di Sulawesi Tengah. Sasaran program tersebut adalah Dinas Kesehatan Provinsi Sulteng, Dinas Kesehatan Kabupaten Sigi, RSUD Tora Bello dan Puskesmas Marawola. Fokus yang dikerjakan adalah pendampingan manajemen bencana untuk dinkes, rumah sakit dan puskesmas. Bentuk kegiatan ada 3 yaitu (1) aktivitas di Dinkes terdiri dari dinkes disaster plan, table top exercises dan pelatihan pengaktifan klaster kesehatan. (2) Aktivitas di RS terdiri dari hospital disaster plan dan sistem rujukan, pendampingan sosialisasi Hospital Disaster Plan. (3) Aktivitas di puskesmas terdiri dari puskesmas disaster plan, table top exercises, finalisasi, sosialisasi refreshing training first aid, dan pelatihan basic first aid. Laporan kegiatan tersebut akan disajikan pada website bencana kesehatan.

Banjir dan Longsor di Bengkulu, 30 Meninggal dan 6 Hilang

 

Bengkulu, Beritasatu.com - Korban banjir dan longsor di Provinsi Bengkulu, hingga Kamis (2/5/2019) pagi tercatat sebanyak 30 orang dan korban hilang dan masih dicari sebanyak 6 orang. Jumlah korban meninggal ini bertambah satu orang dari sebelumnya sebanyak 29 orang.

"Data yang kita himpun dari sejumlah kabupaten dan kota di Bengkulu, korban banjir dan longsor sampai saat ini tercatat 30 orang dan korban hilang dan masih dicari Tim Basarnas dan BPBD setempat sebanyak 6 orang," kata Kepala BPBD Provinsi Bengkulu, Rusdi Bakar, di Bengkulu, Kamis (2/5/2019).

Ia mengatakan, korban banjir dan longsor di Bengkulu, yang meninggal dunia sebanyak 30 orang itu, di antaranya di Bengkulu Tengah sebanyak 24 orang, Kota Bengkulu 3 orang, dan Kepahiang 3 orang.

Sedangkan korban hilang hingga kini masih dicari Tim Basarnas dan BPBD Bengkulu. Keenam warga hilang itu merupakan warga Bengkulu Tengah, dan Kaur. "Jadi, kemungkinan jumlah korban banjir dan longsor yang meninggal bisa bertambah lagi dari saat ini sebanyak 30 orang," ujarnya.

Banjir dan longsor juga menyebabkan dua orang korban luka ringan dan dua lainnya luka berat. Saat ini, para korban luka ringan dan berat menjalani perawatan secara intensif di rumah sakit umum (RSU) Bengkulu.

Data terakhir yang dihimpun Suara Pembaruan di Posko BPBD Bengkulu, menyebutkan hewan ternak masyarakat yang mati dan hilang sebanyak 211 ekor, terdiri sapi sebanyak 106 ekor, kerbau empat ekor dan kambing 101 ekor.

Banjir dan longsor juga merusak pemukiman warga, sarana pendidikan, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan infrastruktur publik. Sedangkan rumah warga yang rusak berat tercatat sebanyak 544 unit, rusak sedang sebanyak 160 unit, dan rusak ringan 511.

 

Sedangkan fasilitas pendidikan di seluruh wilayah Bengkulu, sebanyak 7 unit rusak berat dan 1 rusak ringan serta 7 terendam lumpur. Kerusakan fasilitas pendidikan terbanyak berada di Kabupaten Bengkulu Tengah, 4 rusak berat, 1 rusak ringan dan 4 terendam, Kabupaten Kaur, sebanyak 3 rusak berat dan Kota Bengkulu 3 terendam.

Selain itu, seluas 3.000 hektar lahan pertanian mengalami kerusakan. Rincian sawah seluas 2.648,06 ha, lahan tanaman jagung 221,59 ha, lahan kacang tanah 8,25 ha, dan kacang hijau 3,25 ha. Sedangkan sektor perkebunan sebanyak 775 batang tanaman sawit terdampak.

Sementara itu, di sektor infrastruktur, jaringan listrik masih dilakukan perbaikan dengan perkembangan pemulihan mencapai 74,28% pada 30 April lalu. BPBD melaporkan gardu distribusi sejumlah 42 unit masih padam dan 2.496 jaringan listrik pelanggan belum menyala.

 

Total kerugian sementara hingga saat diperkirakan sekitar Rp 144 miliar. Namun, jumlah kerugian ini akan terus bertambah karena perkiraan kerugian tersebut menggunakan data sementara.

Hal terjadi karena luas banjir dan skala dampak yang ditumbulkan maka jumlah kerugian akan banyak bertambah. BPBD masih melakukan pendataan kerusakan akibat banjir dan longsor yang dipicu hujan deras di seluruh wilayah Bengkulu beberapa hari lalu.

"BNPB masih terus mengirimkan bantuan ke Bengkulu, seperti tenda, makanan siap saji, dan logistik lainnya. Saat ini sebagian besar banjir sudah surut dan beberapa daerah yang sebelumnya terisolir kini sudah dapat dijangkau oleh kendaraan roda dua dan empat," ujarnya.

 

Dengan demikian, penyaluran bantuan bahan pangan dan barang kebutuhan lainya untuk korban banjir dan longsor di sejumlah daerah di Bengkulu, semakin berjalan baik. "Kita pastikan semua korban banjir dan longsor di Bengkulu, sudah dapat ditangani dengan baik, serta sudah mendapat bantuan bahan pangan dan bantuan lainnya," ujar Rusdi.

Dari pantauan di sejumlah lokasi banjir di Kota Bengkulu, Kamis pagi, para korban yang sebelumnya mengungsi di tenda-tenda pada Rabu siang sudah kembali ke rumah masing-masing karena air yang menggenang sudah surut.

"Sejak Rabu siang kami sudah bisa kembali ke rumah karena genangan air di rumah sudah kering. Sekarang kami membersihkan lumpur yang ada di rumah serta membawa barang-barang berharga yang sempat diungsikan saat banjir Sabtu (27/4) lalu ke tempat aman," kata Sarkawi (47), warga Tanjung Agung, Kota Bengkulu.

Selain itu, sebagian para korban banjir di beberapa kelurahan di Kota Bengkulu, termasuk di Kelurahan Tanjung Jaya, Tanjung Agung, Sukamerindu dan Rawa Makmur sudah kembali beraktivitas seperti biasa.

Hanya saja belum normal seperti biasa, karena sebagian di antara mereka masih sibuk membersihkan kotoran sampah dan lumpur yang terbawa banjir ke dalam rumah mereka. Tampak terlihat di setiap rumah warga terdapat jemuran kasur, kursi, dan ambal.

 

"Kami berharap hujan lebat tidak turun lagi di Kota Bengkulu, sehingga kebanjiran lagi. Saya berharap banjir besar yang terjadi pada Sabtu dini hari merupakan banjir terakhir melanda daerah ini," ujar Rustam, warga lainnya.

Meski banjir sudah surut di beberapa titik di Kota Bengkulum tapi posko banjir dan longsor di Tanjung Jaya masih buka dan melayani kebutuhan para korban, seperti pemeriksaan kesehatan dan penampungan bantuan dari berbagai pihak di daerah ini.

Tambang Batu Bara Biang Banjir Harus Ditutup!

Bengkulutoday.com - Aktivitas pertambangan Batu Bara yang terjadi di kawasan hulu, yakni Kabupaten Bengkulu Tengah diklaim sebagai salah satu penyebab terjadi banjir. 

"Banjir yang melanda hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Bengkulu tidak bisa hanya ditimpakan pada hujan yang mengguyur daerah ini, debit air yang tidak mampu ditampung oleh sungai-sungai yang ada seharusnya menjadi poin perhatian utama untuk mencari akar masalah dari bencana banjir," kata Ali Akbar, Direktur Kanopi dalam keterangan rilisnya.

Akibat banjir, tercatat hingga Rabu 1 Mei 2019, korban sebanyak 30 orang meninggal dunia dan ribuan mengungsi. Hingga saat ini, tercatat kerugian materi mencapai Rp 144 miliar.

"Sungai Bengkulu, Sungai Ketahun, Manna dan Sungai Musi yang merupakan sungai penting dengan fungsi utama sebagai penampung air, kewalahan menampung air yang bertubi-tubi mengalir ke badan sungai. Luapan air akhirnya menjadi mesin pembunuh sumber penghidupan rakyat. Bahkan luapan Sungai Bengkulu dan anak sungainya juga menggenangi sejumlah desa di Bengkulu Tengah seperti Desa Talang Empat, Desa Genting dan Bang Haji. Begitu pula desa-desa sekitar Sungai Musi yang membuat jalur utama menghubungkan Kepahiang-Bengkulu Tengah-Kota Bengkulu lumpuh beberapa saat," paparnya.

"Apa yang terjadi di daerah penyangga sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS)? Ini yang seharusnya menjadi fokus perhatian. Bagaimana banjir ini bisa terjadi dan kaitannya dengan rusaknya hutan di hulu akibat pertambangan batu bara? .Kawasan penyangga DAS Sungai Bengkulu di wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah telah habis dikapling untuk pertambangan batu bara dan perkebunan sawit," ungkap Ali. 

Dijelaskan Ali, saat ini tercatat ada delapan perusahaan tambang Batu Bara di hulu sungai. 
Delapan perusahaan tambang batubara itu yakni:
1. PT Bengkulu Bio Energi, 
2. PT usuma Raya Utama
3. PT Bara Mega Quantum
4. PT Inti Bara Perdana
5. PT Danau Mas Hitam
6. PT Ratu Samban Mining
7. PT Griya Pat Petulai
8. PT Cipta Buana Seraya

Total luas aktivitas pertambangan itu mencapai 19 ribu hektar.

Tak hanya perusahaan tambang, di  kawasan itu juga ada satu perusahaan perkebunan sawit milik PT Agriandalas yang juga berada di daerah tangkapan air Sungai Bengkulu. 

"Kawasan itu sudah kehilangan fungsi ekologis. Padahal DAS Bengkulu yang sayangnya sebagaian besar berstatus area penggunaan lain padahal memiliki fungsi lindung mestinya dilestarikan untuk tata kelola air, tapi diberikan izin untuk areal pertambangan batu bara dan perkebunan kelapa sawit. Hutan lindung yang sedikit malah dibiarkan rusak," sesalnya.

"Diketahui, DAS Bengkulu merupakan salah satu DAS terbesar di Provinsi Bengkulu dengan luas 51.951 hektare, mencakup dua kabupaten/kota yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu. Persoalan banjir di Bengkulu ini sebenarnya sudah jelas penyebabnya yaitu kerusakan parah di area DAS Bengkulu yang diberikan untuk konsesi tambang tapi tidak pernah dituntaskan oleh pihak berwenang dalam hal ini pemerintah daerah," tegas Ali Akbar.

Laporan kondisi cuaca Bengkulu tertanggal 27 April 2019 pukul 18.00 WIB, berdasarkan citra satelit cuaca, sel awan yang berpotensi hujan dengan intensitas ringan berada disebagian wilayah di Kabupaten Lebong, Bengkulu Utara, Rejang Lebong dan juga dilaut. Wilayah selain yang disebutkan berkondisi berawan (Prakirawan - BMKG Bengkulu). 

"Melihat kondisi diatas, dapat dipastikan banjir Bengkulu semakin parah akibat rusaknya hutan dibagian hulu akibat aktivitas tambang batu bara yang berakibat bencana ekologis berupa banjir dan longsor. Dari kondisi ini sangat mendesak bagi pemerintah untuk memetakan ulang kawasan lindung di hulu sungai Bengkulu dengan menghentikan seluruh aktivitas pertambangan Batu Bara di hulu DAS Bengkulu. Statusnya bisa area peruntukan lain tapi fungsi wilayah itu adalah lindung, tata kelola air, kalau tidak dituntaskan maka banjir akan terus berulang," terang Ali.,

"Lalu apa kaitannya antara banjir Bengkulu dengan PLTU batu bara Teluk Sepang, Kota Bengkulu?. Dipastikan keberadaan PLTU batu bara yang merupakan sektor hilir pembakaran batu bara akan memicu dan melanggengkan kerusakan yang lebih parah di hulu Sungai Bengkulu. PLTU Batu Bara Teluk Sepang didirikan tanpa kajian dan kesesuaian tata ruang baik provinsi maupun kota. Dalam Perda Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu tahun 2012-2032 dan Perda Nomor 14 tahun 2012 tentang RTRW Kota Bengkulu tahun 2012-2032, tidak ada rencana pembangunan PLTU batu bara di dalam Kota Bengkulu. Justru dalam perencanaan tata ruang, PLTU baru bara akan dibangun di Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Hal ini tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bengkulu 2012-2023 pasal 23 ayat (1) huruf (d) bahwa pembangunan listrik pembangkit baru, meliputi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Napal Putih," ulasnya.

 "Pelanggaran tata ruang dengan dalih apapun jelas akan melanggar aturan hukum dan selain itu membuat perlakuan terhadap kaidah lingkungan menjadi amburadul," pungkas Ali Akbar.

LSM tuntut Tambang Batu Bara ditutup

Direktur Jaringan Intelektual Manifesto Muda (JIMM) Heru Saputra meminta pemerintah segera bertindak tegas menutup aktivitas pertambangan yang beroperasi di Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara, sebab ditenggarai aktivitas tambang itu menjadi biang kerok banjir dan longsor. Heru menegaskan, jika aktivitas pertambangan dijalankan sesuai regulasi dan taat asas, tidak mungkin akan menyebabkan bencana. 

"Ini pasti ada pelanggaran, jika aturan dipatuhi dan semua prosedur diikuti tidak mungkin menyebabkan bencana, ini pasti ada yang dilanggar, selama DPRD sudah berapa kali membentuk pansus tambang, namun hasilnya belum kelihatan, dengan kejadian bencana ini semoga membuka mata hati mereka para pemangku kebijakan," terang Heru, Kamis (2/5/2019).

[brm/js/rls]

Tiga Bencana Alam Sering Terjadi di Indonesia

https://www.tagar.id/Asset/uploads/233895-kepala-bnpb-letjen-tni-doni-monardo.jpeg

Yogyakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo menegaskan, selama empat bulan menjabat menemukan fakta perubahan fenomena bencana alam di Indonesia. Setidaknya ada tiga bencana alam yang sering terjadi di Indonesia seiring dengan perubahan alam tersebut. Jumlahnya meningkat dari tahun ke tahun.

Menurut dia, bencana alam puting beliung, banjir serta longsor termasuk tipe bencana yang paling banyak melanda wilayah Indonesia. Tahun 2019 ini, kejadian puting beliung naik signifikan, ada 628 kejadian, lalu banjir 446 kejadian dan longsor 434 kejadian.

"Kejadian bencana itu yang paling mendominasi di Indonesia akibat perubahan iklim," katanya saat menyampaikan kuliah umum berjudul Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita di Fakultas Teknik UGM Yogyakarta, Kamis 2 Mei 2019.

Bencana alam lain yang sering terjadi di Indonesia adalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). "Karhutla 56 (kasus), kenapa ini terjadi? Akibat ada perubahan iklim dan intensitas hujan tinggi akhir akhir ini,” tegasnya.

Menurut dia, sudah saatnya para kepala daerah bersama aparatur memberikan perlindungan bagi masyarakat melalui mitigasi bencana untuk mengurangi risiko bencana. "Pelayanan publik yang paling baik bukan soal pelayanan administrasi namun berusaha melindungi nyawa manusia dari dampak bencana," tegasnya.

Dia mengatakan, peristiwa bencana alam akan terjadi dan selalu berulang. "Peristiwa alam itu akan selalu berulang namun kapan waktunya, kita tidak ada yang tahu," imbuhnya.

Doni berpendapat, dalam mitigasi bencana, pembangunan infrastruktur dan kawasan pemukiman perlu mempertimbangkan risiko. Pasalnya, jika sudah terkena bencana, biaya yang dikeluarkan tahap rekontsruksi dan rehabilitasi tidak sedikit.

Sudah saatnya pembangunan selalu berorientasi pada kebencanaan dan menerima masukan dari pakar.

Sementara itu, Deputi Bidang Geofisika BMKG RI Dr. Ir. Muhamad Sadly, M.Eng, mengatakan, inovasi teknologi untuk meningkatkan kemampuan sistem peringatan dini dalam deteksi bencana menjadi tantangan terbesar. "Kita ingin inovasi agar cepat, tepat, akurat, luas jangkauan, atraktif dan mudah dimengerti,” katanya.

Menurut dia, fenomena anomali kegempaan di wilayah Indonesia semakin meningkat frekuensinya. Sehingga perlu diminimalisir dampak risiko gempa bumi dan tsunami. "Tahun 2013 ada 4234 frekuensi gempa dan sekarang 2018 ada 11.920 frekuensi jumlah gempa," jelasnya.

Dia mengatakan, BMKG berencana memasang lebih banyak sistem peringatan dini tsunami dan sensor seismik gempa seiring meningkatnya jumlah frekuensi gempa. "Kita dapat alokasi anggaran sekitar 1 triliun untuk masa tiga tahun untuk alat monitoring sistem informasi gempa bumi dan tsunami," tandasnya.

Korban Meninggal Banjir-Longsor Bengkulu Tembus 30 Orang

Korban Meninggal Banjir-Longsor Bengkulu Tembus 30 Orang

Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut hingga Rabu (1/5) malam korban meninggal dunia akibat banjir Bengkulu mencapai 30 orang. Selain itu, enam orang lainnya masih dinyatakan hilang.

Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyebut korban tertinggi berada di Kabupaten Bengkulu Tengah dengan jumlah 24 orang, sedangkan Kota Bengkulu dan Kepahiang masing-masing tiga orang.

"Fokus pencarian korban hilang di Desa Talang Boseng, Susup dan Kelindang," kata Sutopo dalam keterangannya, Rabu (1/5) malam.

Sementara itu, BPBD Provinsi Bengkulu masih melakukan upaya penanganan darurat seperti pelayanan kesehatan dan distribusi logistik, seperti ke Desa Taba Penyengat, Susup dan Kelindang. BPBD melaporkan pengungsian di Kecamatan Air Napal sejumlah 200 jiwa dan Kecamatan Bang Haji di Desa Genting dengan 417 jiwa.

Terkait dengan kerugian lainnya, banjir dan longsor juga mengakibatkan kerusakan di beberapa sektor seperti permukiman, pendidikan, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan dan infrastruktur publik.

Sementara ini, sejumlah 554 unit rumah rusak berat (RB), 160 rusak sedang (RS) dan 511 rusak ringan (RR). Sedangkan fasilitas pendidikan di seluruh wilayah Bengkulu, tujuh unit rusak berat dan satu rusak ringan serta tujuh terendam lumpur. Kerusakan fasilitas pendidikan terbanyak berada di Kabupaten Bengkulu Tengah.

Pada sektor peternakan, BNPB menyebut sejumlah ternak mati seperti sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik dengan jumlah total 857 ekor. Wilayah paling terdampak untuk sektor peternakan berada di Bengkulu Utara dengan total ternak 320 ekor.

"3.000 hektare lahan pertanian mengalami kerusakan," kata Sutopo menambajkan.

Sementara itu, di sektor infrastruktur, jaringan listrik masih dilakukan perbaikan dengan perkembangan pemulihan mencapai 74,28 persen pada 30 April lalu. BPBD melaporkan gardu distribusi sejumlah 42 unit masih padam dan 2.496 jaringan listrik pelanggan belum menyala.

"Total kerugian sementara hingga hari ini (1/5) senilai Rp 144 milyar. Namun jumlah akan terus bertambah karena perkiraan kerugian tersebut menggunakan data sementara," ujar Sutopo.