logo2

ugm-logo

Blog

Wapres Kalla: Apabila Ada Bencana, PMI Bertahan sampai Akhir

https://asset.kompas.com/crop/0x0:928x619/750x500/data/photo/2019/02/11/2747307029.jpg

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Umum Palang Merah Indonesia ( PMI) mengapresiasi PMI yang selalu bertahan hingga akhir saat membantu korban bencana. Hal itu ia sampaikan saat membuka Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PMI 2019 di Hotel Aryaduta, Gambir, Jakarta, Senin (11/2/2019).

"Apabila ada bencana, ramai-ramai banyak organisasi dan instansi datang. Kami bersyukur akan hal tersebut. Tapi daya tahan mereka tidak lebih dari satu bulan. Setelah sebulan akan habis itu bendera di mana-mana. Tapi PMI bertahan sampai akhir," ujar Kalla lalu disambut tepuk tangan para peserta Mukernas PMI.

Kalla juga menyampaikan apresiasi atas kinerja PMI dalam membantu korban bencana gempa di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat serta korban tsunami di Lampung dan Banten. Kalla mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah bencana melanda Indonesia, dari gempa, tsunami, hingga banjir. Oleh karena itu, menurut dia, PMI harus meningkatkan kesiapannya membantu korban jika nantinya terjadi bencana.

Meski demikian, ia mengingatkan agar tak perlu mendoakan agar ada bencana sehingga PMI dapat bekerja. "Doa kita itu jangan kita bekerja karena apabila tidak ada bencana berarti kita tidak bekerja. Tapi apabila ada bencana kita siap menyelesaikannya. Selalu doa kita ya Allah, mudah-mudahan negeri kita aman, tidak ada bencana atau sebagainya," kata Kalla.

"Tapi kalau ada bencana, kita siap dengan hal tersebut. Karena itulah, yang penting kesiapan untuk kita semua bekerja sebaik-baiknya dan kita semua akan memberikan fasilitas yang lebih baik," katanya.

sumber: Kompas.com

Tingkatkan Budaya Sadar Bencana, BMKG Ajak Pemda Aceh Perkuat Mitigasi Bencana

Tingkatkan Budaya Sadar Bencana, BMKG Ajak Pemda Aceh Perkuat Mitigasi Bencana

JAKARTA - Dalam rangka memperkuat mitigasi guna meminimalisir jumlah korban akibat bencana Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengajak Pemerintah Daerah Istimewah Aceh untuk bersama-bersama meningkatkan budaya sadar bencana. Seperti yang diketahui Banda Aceh merupakan wilayah rawan gempa dan tsunami lantaran diapit oleh dua patahan Sumatera yang masih aktif, yaitu patahan segmen Aceh dan segmen Seulimuem.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, "BMKG Provinsi Aceh memiliki 7 kantor representatif yang tersebar di seluruh wilayah Aceh untuk melayani informasi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika secara komprehensif. Silahkan gunakan seluruh data dan informasi yang dimiliki untuk memperkuat upaya mitigasi bencana, " ungkap Dwikorita Karnawati dalam rilis tertulis yang diterima Tribunnews.com usai mengunjungi Aceh, pada Jumat (01/2/2019).

Dwikorita menjelaskan sebagai upaya mitigasi bencana di Aceh, BMKG telah melakukan penambahan dan modernisasi berbagai peralatan penunjang guna memantau kondisi iklim dan cuaca, “Guna memantau iklim dan cuaca diantaranya BMKG telah menyiapkan Radar Cuaca Automatic Weather Station (AWS), Automatic Weather Observation System (AWOS), Display Info MKG, Automatic Rain Gauge, Automatic Agroclimate Weather Station serta Pos Kerjasama. Juga tersedia HV Sampler, Rain Sampler, PM-10 dan AARS yang digunakan untuk memantau perubahan iklim dan kualitas udara, ” jelasnya.

Dwikorita menambahkan, “Untuk pemantauan bencana gempa dan tsunami, BMKG Aceh telah dilengkapi dengan Sistem Monitoring gempa dan tsunami, Accelerograph, Lightning Detector, DVB, dan Sirine Gempa. Keberadaan seluruh alat tersebut diharapkan mampu meminimalisir kerugian dan korban akibat bencana yang sewaktu-waktu dapat menghantam Daerah Istimewa Aceh, ” tambahnya.

Selanjutnya Dwikorita mengajak Pemerintah daerah dan masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan, “Pemerintah daerah dan masyarakat harus bersama-sama meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dengan memperkuat upaya-upaya mitigasi bencana. Diantaranya dengan membangun tsunami shelter, menyiapkan rute-rute evakuasi, membuat tata ruang yang berbasis risiko bencana dan mengedukasi masyarakat dengan berbagai pengetahuan dan wawasan kebencanaan, ” ujar Dwikorita.

Dwikorita berharap penyampaian informasi peringatan dini semakin cepat, luas dan tepat sasaran, “Saya berharap penyampaian informasi peringatan dini bisa semakin cepat, luas dan tepat sasaran apalagi pada saat adanya peningkatan kondisi ekstrim alam yang menimbulkan anomali-anomali seperti yang terjadi di Lombok, Palu dan Selat Sunda. Saya juga berharap kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk bekerjasama dalam meningkatkan kewaspadaan karena sesuatu yang mustahil jika BMKG bekerja sendiri dalam upaya pencegahan, penanganan, dan penanggulangan bencana. BMKG juga terus menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, institusi, organisasi dan komunitas guna memperkuat amplifikasi pesan dan informasi kebencanaan kepada masyarakat luas, ” harap Dwikorita.

sumber: Tribunnews.com

 

Belasan Rumah Terendam Banjir di Bangka

Sejumlah rumah warga di Riding Panjang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung terendam banjir, Selasa (5/2/2019).

BANGKA - Hujan lebat yang mengguyur sejak Selasa (5/2/2019) pagi menyebabkan belasan rumah di daerah Riding Panjang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung terendam banjir. Selain rumah warga, banjir juga merendam sejumlah ruas jalan di Kabupaten Bangka.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kepulauan Bangka Belitung Mikron Antariksa mengatakan, pihaknya telah mendata sebanyak 17 rumah di Riding Panjang terendam banjir. Ketinggian air berkisar 50 sentimeter sampai 1 meter.

"Penyebab (banjir) drainase, bandar (parit), jembatan yang sedimentasi serta hujan lebat," kata Mikron seusai peninjauan di Riding Panjang, Selasa sore.

Dia menuturkan, jalan yang terendam banjir berada di daerah Kenanga. Polisi memberlakukan sistem buka tutup di sepanjang jalan yang terendam tersebut. "Ada juga tiang listrik yang ambruk," ujarnya.

Selain itu, seorang warga juga dikabarkan tersambar petir saat hujan turun. Saat ini petugas siaga bencana dan pihak kepolisian telah dikerahkan ke lokasi terdampak bencana. Status siaga diberlakukan hingga malam hari. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Pangkal Pinang memprakirakan masih berpotensi terjadi hujan lebat di wilayah Selat Bangka, Selat Gelasa, Pangkal Pinang, Bakam, Pemali dan Merawang. Hujan lebat disertai petir dan angin kencang diperkirakan juga melanda kawasan Bangka Selatan dan Belitung.

sumber:i Kompas.com

Penanganan Bencana Jangan Terkendala Dana

TINJAU LONGSOR: Ketua DPRD Kabupaten Jepara Junarso meninjau longsor yang terjadi Dukuh Jehan, Desa Kunir, Kecamatan Keling, baru baru ini. (suaramerdeka.com/Sukardi)

JEPARA, suaramerdeka.com - Setiap musim hujan tiba, bencana alam tanah longsor, banjir, angin kencang --yang menimbulkan banyak kerusakan-- menimpa wilayah Kabupaten Jepara. Pada saat musim kemarau, sejumlah wilayah dilanda kekeringan dan krisis air bersih. 

Menghadapi berbagai bencana yang sudah rutin dan sering terjadi, penanganannya harus semakin baik. 

"Setiap tahun harus ada perbaikan dan peningkatan dalam penanganan. Apapun yang terjadi, jangan sampai penanganan bencana terkendala oleh dana. Harus direncanakan secara baik, agar mencukupi," ujar Ketua DPRD Kabupaten Jepara Junarso di Ruang Kerjanya, Senin (28/1). 

Anggota Legislatif asal Keling itu menuturkan, saat meninjau bencana tanah longsor di Dukuh Jehan, Desa Kunir, Kecamatan Keling, baru baru ini, mendapatkan laporan ada lima rumah warga yang rusak parah. Perbaikan rumah warga itu harus segera dilakukan. Demikian juga untuk rumah rumah warga di tempat lain yang juga menjadi korban bencana. 

Untuk itulah, semua fihak, ikut memikirkan dan mencari solusi terbaik. Untuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, juga dituntut dapat melakukan koordinasi yang terbaik. Juga koordinasi dengan lembaga lainnya, yang selama ini memberikan perhatian khusus penanganan korban bencana.

Junarso memaparkan, anggaran kebencanaan Kabupaten Jepara 2019 ini sebesar Rp 1,14 miliar. Dibanding anggaran 2018 lalu Rp 1,08 miliar, ada kenaikan Rp 107 juta (10,4 persen).Dengan kenaikan tersebut diharapkan cukup untuk kegiatan kebencanaan tahun ini.

Penanganan bencana alam di bawah komando Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Jepara. Mulai dari mitigasi atau pencegahan, penanganan saat bencana, maupun penanganan pasca bencana telah direncanakan dalam penganggaran. 

Dari program pendegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam mengalami penurunan anggaran 24,3 persen. Pada 2018 dianggarakan Rp Rp 545,4 juta. Sedangkan tahun ini dianggarakn Rp 414,5 juta.

Pada program darurat bencana dan logistik mengalami kenaikan 11,3 persen. Dimana pada tahun lalu dianggarakan Rp 491,5 juta. Sedangkan tahun ini Rp 547 juta. Kemudian pada program rehabilitasi dan rekonstruksi penanggulangan bencana tahun lalu tidak ada anggaran untuk kegiatan tersebut. Sedangkan tahun ini dianggarakan Rp 185 juta. 

Selain yang ada di BPBD, juga ada anggaran bantuan sosial untuk korban bencana alam pada Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dinsospermades) tahun ini Rp 150 juta. Dibanding tahun lalu Rp 138 juta, ada kenaikan Rp 12 juta (8,6 persen).

Junarso menegaskan, karena setiap tahun wilayah Jepara menjadi langganan beberapa bencana alam, butuh antisipasi dan penanganan yang tepat. Termasuk dalam hal penganggaran. 

"Jangan sampai anggaran ini tidak sesuai dengan perencanaan. Artinya selama setahun benar-benar dimaksimalkan. Supaya anggaran sesuai dengan peruntukan. Jangan sampai kurang," paparnya.

Dia berharap, anggaran tersebut cukup. Jika terjadi kekurangan karena situasi dan kondisi bencana yang tidak bisa diduga bisa direncanakan lewat anggaran perubahan tahun ini. Sedangkan untuk antisipasi penambahan bisa dianggarakan untuk APBD 2020. 

"Bencana ini sifatnya tidak terduga. Tapi dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Jadi jangan sampai penanganan bencana ada istilah terkendala anggaran," pungkasnya.

BNPB: 69 Orang Meninggal dan 7 Korban Hilang Akibat Bencana di Sulsel

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) mencatat terdapat 69 orang meninggal akibat bencana banjir dan longsor yang melanda 13 kecamatan/kota di Sulawesi Selatan hingga Senin (28/1/2019). Sementara itu, Kepala Pusat Data Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan 7 orang lainnya dilaporkan hilang. "Dampak bencana per 28 Januari 2019 tercatat 69 orang meninggal, 7 orang hilang," kata Sutopo melalui keterangan tertulis, Senin (28/1/2019).

Selain itu, terdapat 48 orang luka-luka dan 9.429 orang mengungsi karena terdampak bencana. Baca juga: 6 Fakta Banjir dan Longsor di Sulsel, Kisah Hamzah Selamatkan Keluarga hingga Pemerintah Segera Bangun Bendungan Sutopo menuturkan, sebagian pengungsi sudah ada yang kembali ke rumahnya dan ada pula yang masih berada di pengungsian.

"Masyarakat yang berada di pengungsian karena rumahnya rusak berat, masyarakat merasa lebih nyaman di pengungsian karena takut adanya banjir dan longsor susulan," kata Sutopo. Di sisi lain, terdapat 559 rumah terdampak bencana, dengan rincian sebanyak 33 unit hanyut, 459 unit rusak berat, 37 unit rusak sedang, 25 unit rusak ringan, 5 unit tertimbun. BNPB juga mencatat terdapat 22.156 unit rumah yang terendam. Infrastruktur lainnya yang rusak akibat bencana yaitu, 34 jembatan, 2 pasar, 12 unit fasilitas peribadatan, 8 fasilitas pemerintah, dan 65 unit sekolah. Sutopo mengatakan penanganan beserta proses evakuasi masih terus dilakukan di daerah terdampak bencana.

sumber: Kompas.com