logo2

ugm-logo

Blog

29 Meninggal, Korban Bencana di Bengkulu Terus Bertambah

Warga Bengkulu mulai membersihkan lumpur di rumahnya setelah banjir menerjang, Senin (29/4).

Korban banjir Bengkulu yang menimpa 9 kabupaten/kota terus bertambah. Hingga Senin (29/4) pukul 08.30, tercatat 29 orang meninggal dunia, 13 orang hilang, 2 orang luka berat, dan 2 orang luka ringan.

“Korban terbanyak terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu 22 orang meninggal,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran pers. Menurutnya, korban meninggal akibat tanah longsor yang terjadi di kaki Gunung Bungkuk Kabupaten Bengkulu Tengah.

Sementara korban meninggal lainnya terdapat di Kabupaten Kepahiang sebanyak 3 orang, Kabupaten Lebong 1 orang dan Kota Bengkulu 3 orang. Dari 29 orang meninggal dunia, 28 jenazah sudah berhasil diidentifikasi sedangkan 1 jenazah masih dalam proses identifikasi. Selain itu, sebanyak 13 orang yang hingga saat ini belum ditemukan yaitu satu di Kabupaten Kaur, dua di Kota Bengkulu, dan 10 di Kabupaten Bengkulu Tengah.

Tim SAR gabungan masih terus melakukan pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban. Ribuan personel gabungan dari BPBD, TNI, Polri, SKPD, Basarnas, Tagana, PMI, organisasi masyarakat, relawan dan masyarakat membantu dalam penanganan darurat. Di Bengkulu Tengah, terdapat dua kecamatan masih terisolir yaitu Kecamatan Merigi Sakti dan Kecamatan Pagar Jati karena akses jalan tertutup material longsor. Dampak bencana lainnya adalah 12 ribu jiwa mengungsi dan 13 ribu jiwa terdampak. Ternak mati terdapat sapi 106 ekor, kambing/domba 101 ekor, dan kerbau 4 ekor. Kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 7 unit fasilitas pendidikan, 40 titik insfrastruktur rusak/terendam (jalan, jembatan, oprit, gorong-gorong), yang tersebar di 10 kabupaten/kota. Selain itu, 9 lokasi sarana prasarana perikanan dan kelautan yang tersebar di 5 kabupaten/Kota juga rusak. (Baca juga: Forum Energi: Ketergantungan Batu Bara pada Pasar Ekspor Berbahaya) Banjir sudah surut di sebagian wilayah, meski menyisakan lumpur dan sampah yang cukup banyak.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda pengungsian, perahu karet, selimut, makanan siap saji, air bersih, family kid, peralatan bayi, lampu darurat, jembatan bailey, dan pembangunan jalan darurat. Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala BNPB Doni Monardo telah menyerahkan bantuan dana sebesar Rp 2,25 miliar kepada Gubernur Bengkulu. Selanjutnya, dana tersebut akan didistribusikan kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana.

Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id
Penulis: Pingit Aria
Editor: Pingit Aria

 

JK Minta Antisipasi Bencana Terus Disiapkan

Wapres Jusuf Kalla berpidato di depan peserta  Forum Bisnis Indonesia-Cina di Beijing, Jumat 25 April 2019. Dalam forum bisnis yang digelar di sela-sela Konferensi Kerja Sama Internasional Sabuk Jalan (BRF) II itu juga diisi dengan penandatanganan 34 naskah kerja sama bisnis dan penelitian antara kedua negara. ANTARA FOTO/M.Irfan Ilmie

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK meminta antisipasi bencana alam semakin disiapkan. Hal ini seiring mulai terjadinya bencana banjir pascacuaca buruk di sejumlah daerah.

"Tentu antisipasi pemerintah mempersiapkan, kita kan sudah ada aturan dan prosedur, standard of procedure (SOP)-nya sudah ada semua," kata JK saat ditemui di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI) Bogor, Jawa Barat, Senin, 29 April 2019.

JK meminta berbagai lembaga terkait seperti Badan SAR Nasional (Basarnas), ada Badan Nasional Penanggulangan Bemcana (BNPB), hingga PMI, untuk tetap stand by. Apalagi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi akan terjadi pergeseran cuaca ekstrem dari Barat ke arah Timur.

Potensi hujan lebat untuk periode 28 April - 2 Mei 2019 dapat terjadi di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur. Selain itu Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.

Selain cuaca, JK juga menyoroti soal kondisi lingkungan yang juga berpengaruh pada potensi bencana di suatu daerah. Ia mencontohkan banjir yang kerap disebabkan oleh hutan gundul.

"Ini akibat macam-macam, upaya kebun atau tambang, ini menyebabkan lingkungan kita harus dijaga betul," kata JK.

Bencana banjir besar terakhir terjadi di Bengkulu. Dari data BNPB, korban banjir dan longsor yang menimpa 9 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu telah mencapai 29 orang meninggal dunia, 13 orang hilang, 2 orang luka berat, dan 2 orang luka ringan.

Korban terbanyak terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu 22 orang meninggal. Korban meninggal akibat tanah longsor yang terjadi di kaki Gunung Bungkuk Kabupaten Bengkulu Tengah. Sementara korban meninggal lainnya terdapat di Kabupaten Kepahiang sebanyak 3 orang, Kabupaten Lebong 1 orang dan Kota Bengkulu 3 orang.

ANWAR SISWADI

Frekuensi Kejadian Bencana Bakal Bertambah

Anggota rescue BPBD bersama gabungan potensi sukarelawan menggelar simulasi evakuasi korban kebakaran di Setda Kabupaten Semarang bertepatan dengan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2019. (suaramerdeka.com/Ranin Agung)

UNGARAN, suaramerdeka.com - Frekuensi kejadian bencana diprediksi bakal bertambah karena dampak perubahan iklim dan kepadatan penduduk di Kabupaten Semarang. Keterangan tersebut disampaikan Bupati Semarang, Mundjirin, usai Apel Hari Kesiapsiagaan Bencana 2019 di Halaman Setda Kabupaten Semarang, baru-baru ini. Belum lagi, lanjut Bupati, imbas penduduk yang membangun rumah di sepadan sungai dan sampah yang dibuang sembarangan.

“Bagaimana tidak banjir atau longsor, kalau masalah sampah saja sekarang sulit diatur. Mereka masih punya keyakinan membuang sampah di sungai,” ujarnya.

Untuk menekan jatuhnya korban mau pun kerugian materiil akibat bencana, pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk ikut andil dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana. Artinya, meski pun ada pembangunan semuanya tidak ada artinya ketika terjadi bencana.

“Membangun bahkan sampai berpuluh-puluh tahun akan hilang percuma karena adanya bencana, jadi kita harus peduli akan adanya bencana,” pungkasnya.

Kalakhar BPBD Kabupaten Semarang, Heru Subroto menambahkan, Hari Kesiapsiagaan Bencana berawal dari banyaknya bencana dan korban bencana di Indonesia yang disebabkan oleh kurangnya kesiapsiagaan masyarakat. Penetapan 26 April 2019 sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana, ditetapkan pemerintah pusat bersamaan dengan disahkannya Undang undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

“Momentum kemarin untuk mengingatkan masyarakat agar mereka semakin sadar ketika menghadapi bencana,” terang dia.

Dari kajian diketahui bila, bencana di Kabupaten Semarang didominasi oleh kejadian tanah longsor. Menyusul geografisnya didominasi perbukitan, kemudian angin ribut, banjir luapan Danau Rawa Pening, kebakaran, dan kecelakaan sumur.

“Dengan apel siaga dan cek peralatan kemarin, kita akan tunjukkan bahwa BPBD Kabupaten Semarang bersama potensi sukarelawan siap baik personel mau pun peralatannya,” tukasnya.

BNPB Kucurkan Rp 2,25 M untuk Penanganan Bencana Banjir dan Longsor di Bengkulu

Liputan6.com, Jakarta - Upaya penanganan bencana banjir dan longsor yang melanda 9 kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu terus dilakukan. Jumlah korban hingga Minggu 28 April 2019 pukul 19.00 WIB, tercatat 17 orang meninggal dunia.

"Selain itu 9 orang hilang, 2 orang luka berat dan 2 orang luka ringan. Sebaran dari 17 orang meninggal dunia terdapat di Kabupaten Bengkulu Tengah 11 orang, Kota Bengkulu 3 orang, dan Kabupaten Kepahiang 3 orang," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan, Senin (29/4/2019).

Dia menambahkan, sebanyak 12 ribu orang mengungsi yang tersebar di banyak tempat dan 13 ribu orang terdampak bencana. Jumlah ternak yang mati sebanyak 106 ekor sapi, 102 ekor kambing/domba dan 4 ekor kerbau.

"Sedangkan kerusakan fisik meliputi 184 rumah rusak, 7 fasilitas pendidikan dan 40 titik sarana prasarana infrastruktur," ujar dia.

Untuk membantu operasional penanganan darurat, Kepala BNPB Doni Monardo telah menyerahkan bantuan dana siap pakai sebesar Rp 2,25 miliar kepada Gubernur Bengkulu. Selanjutnya dana siap pakai itu akan diberikan kepada BPBD kabupaten/kota sesuai tingkat kerusakan akibat bencana.

"Kepala BNPB (Doni Monardo) setiba di Bengkulu langsung mendapat penjelasan dari Gubernur Bengkulu terkait dampak dan penanganan bencana. Kepala BNPB telah memerintahkan kepada Deputi Penanganan Darurat BNPB dan Deputi Logistik Peralatan BNPB untuk segera memenuhi kebutuhan darurat yang diperlukan," ujar dia.

Selain itu, lanjut Sutopo, Doni Monardo juga memberikan beberapa arahan kepada jajaran BPBD dan SKPD. Dalam arahannya, Doni mengungkapkan dampak ekonomi yang ditimbulkan cukup besar sehingga mengganggu pertumbuhan pembangunan.

Sutopo juga menambahkan, selain faktor alam yaitu intensitas curah hujan yang meningkat, faktor antropogenik yaitu ulah tangan manusia yang merusak alam dan lingkungan lebih dominan menyebabkan bencana hidrometeorologi meningkat,"

Kendala yang dihadapi dalam penanganan darurat saat ini adalah sulitnya menjangkau lokasi titik-titik banjir dan longsor dikarenakan seluruh akses ke lokasi kejadian terputus total. Koordinasi dan komunikasi ke Kabupaten/Kota cukup sulit dilakukan karena aliran listrik banyak yang terputus.

"Pendistribusian logistik terhambat karena akses jalan banyak yang terputus karena banjir dan longsor. Titik lokasi bencana banjir dan longsor sangat banyak sedangkan jarak antar titik banjir dan longsor berjauhan, sehingga menyulitkan untuk mencapai semua lokasi. Terbatasnya dana/anggaran yang memadai sehingga menyulitkan operasional penanganan bencana," ucap Sutopo.

Kebutuhan mendesak saat ini adalah tenda pengungsian, perahu karet,  selimut, makanan siap saji, air bersih, family kid, peralatan bayi, lampu emergency, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lumpur dan lingkungan, sanitasi, dan jembatan baley.

"BPBD masih melakukan pendataan dampak bencana dan penanganan bencana. Masyarakat diimbau untuk tetap meningkatkan kewaspadaan mengingat potensi hujan berintensitas tinggi masih dapat berpotensi terjadi di wilayah Indonesia," imbau Sutopo.

 

Jepang Kerahkan Ilmuwan Teliti Bencana Sulteng

Tokyo, Beritasatu.com - Pemerintah Jepang telah dan akan terus berkomitmen untuk mengerahkan para ilmuwan terbaiknya guna meneliti penyebab bencana alam beragam yang menimpa Sulawesi Tengah September 2018, sekaligus mempelajari potensi bencana di masa depan dan langkah-langkah untuk meminimalkan dampak.

Kimio Takeya, pejabat senior Japan International Cooperation Agency (JICA), mengatakan para ilmuwan terbaik Jepang akan dikerahkan untuk meneliti tsunami, likeufaksi, gempa bumi, dan tanah longsor di sejumlah wilayah Sulteng.

"Bagi pemerintah Indonesia ini merupakan pengalaman baru dengan adanya fenomena khusus likuefaksi dan tanah longsor," kata Takeya saat ditemui Beritasatu.com di kantor pusat JICA di Tokyo akhir pekan kemarin.

Dia mengatakan bisa memahami bahwa pemerintah Indonesia ingin cepat mengambil keputusan soal rekonstruksi, tata ruang, dan relokasi pasca-bencana.

Namun, untuk kasus yang sangat unik ini pemerintah butuh dukungan bukti-bukti ilmiah dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi, sehingga bisa diambil keputusan yang paling tepat.

"JICA membantu pemerintah melihat mana yang bisa cepat diputuskan, tetapi ada hal-hal lain yang tidak bisa secepat itu," kata Takeya.

Jika buru-buru mengambil keputusan, sementara penyebab pasti likuefaksi tidak diketahui dan potensi terulangnya bencana tidak bisa diprediksi secara ilmiah, maka akan ada ketidakpastian dalam keputusan tersebut, paparnya.

Dengan melibatkan para ilmuwan di bidang geologi, Jepang bisa membantu Indonesia membuat keputusan yang lebih permanen berdasarkan hasil penelitian ilmiah, imbuhnya.

Sejumlah ilmuwan Jepang telah dikirim ke Sulteng dan mereka melakukan pengeboran di puluhan titik bencana untuk mendapatkan sampel dan memetakan daerah rawan bencana likuefaksi. 

 

Hasil penelitian itu disampaikan dalam pertemuan antara delegasi Indonesia dengan JICA di Sendai dan Tokyo, pekan lalu.

Turut hadir dalam tim Indonesia adalah pakar geologi Institut Teknologi Bandung Profesor Masyhur Irsyam yang juga sudah melakukan penelitian terpisah soal likuefaksi di Sulteng. Selain itu juga Dr Abdul Muhari, peneliti tsunami dan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dari pihak Jepang, hadir ilmuwan senior seperti pakar geologi Prof Takaji Kokhuso dan Prof Kenji Ishihara, serta pakar tsunami dunia Prof Fumihiko Imamura.

 

Takeya juga mengingatkan bahwa bencana likuefaksi besar baru tiga kali terjadi di dunia termasuk Jepang dan Sulteng. Namun, peristiwa di Sulteng adalah yang paling luas cakupannya.

Rencana rekonstruksi yang dibuat pemerintah harus didasarkan bukti-bukti ilmiah dan itu bisa memakan waktu lebih lama.

"Karena fenomena seperti ini merupakan kasus yang sangat unik. Untuk likuefaksi ini baru kasus besar ketiga di dunia," ujarnya.

"Dua kasus sebelumnya tidak menimpa wilayah yang sebesar ini."

 

Pernyataan Takeya ini selaras dengan diskusi panjang soal likuefaksi antara pakar Indonesia dan Jepang. Ditemukan sejumlah perbedaan data sampel, dan juga kesaksian warga yang berbeda-beda, sehingga sulit dibuat kesimpulan yang cepat mengenai penyebab dan potensi terulangnya bencana.

Misalnya ada warga yang mengatakan terjadi semburan air panas, lalu ada juga yang memberi kesaksian tanah ambles. Selain itu juga longsor, banjir lumpur, dan pergeseran permukaan tanah.

Takeya berpesan agar dalam penanganan bencana yang sangat kompleks di Sulteng ini pemerintah tidak buru-buru.

"Jangan mencari kompromi yang mudah, tetapi carilah kompromi yang jujur," ujarnya.

Simak pernyataan Takeya dalam video berikut (tersedia pengantar Bahasa Indonesia):