logo2

ugm-logo

Blog

Informasi dan Mitigasi Bencana di Destinasi Wisata

photo

REPUBLIKA.CO.ID, Kejadian bencana gempa yang mengakibatkan longsornya objek wisata air terjun Tiu Kelep di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Ahad (17/3), yang mengakibatkan jatuhnya tiga korban jiwa serta korban luka-luka menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dan juga pemerintah kabupaten (pemkab) yang ada di NTB.

Anggota tim Tata Ruang NTB Ridha Hakim mengatakan, sebagai daerah yang rentan bencana, NTB tidak boleh lengah dan lupa dengan pentingnya melakukan mitigasi bencana. Ridha menilai pemerintah dan masyarakat NTB menerapkan teknologi bangunan yang akrab gempa.

"Gempa NTB juga menjadi pelajaran berharga terkait mitigasi bencana untuk kawasan destinasi wisata. Seperti kejadian ratusan wisatawan yang terjebak di Gunung Rinjani (pada gempa tahun lalu)," ujar Ridha kepada Republika.co.id, di Mataram, NTB, Selasa (19/3).

Ridha yang juga SBS Program Manager WWF NTB mengatakan perlunya antisipasi yang baik terkait dengan ancaman bencana alam, cuaca ekstrem, dan kondisi darurat pada destinasi wisata. Hal ini tak lepas dari banyaknya destinasi wisata yang secara geografis terletak pada kawasan yang rentan bencana alam.

Ridha menyampaikan, pemasaran destinasi pariwisata sebaiknya disertai dengan antisipasi sistemik untuk penanggulangan bencana alam. Pemda, kata dia, perlu memberi informasi dan jaminan terkait dengan mitigasi destinasi pariwisata. Keseriusan penanganan mitigasi bencana sangat penting dalam menjaga keberlangsungan sektor pariwisata NTB. "Bencana alam bisa menghancurkan industri wisata," kata Ridha. 

Saat ini, lanjut Ridha, Pemprov NTB dan juga 10 kabupaten/kota yang ada di NTB sedang melakukan proses revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW). Ridha menilai, revisi RTRW menjadi momentum yang tepat untuk menghadirkan rencana tata ruang berbasis kawasan rawan bencana. Ridha menambahkan, arahan dan peruntukan ruang harus secara cermat diperhatikan dan khusus pada kawasan pariwisata, dibutuhkan manajemen risiko bencana yang lebih baik dengan inovasi yang maju untuk sektor pariwisata.

Semisal, perlu ada peta tematik kebencanaan sebagai informasi kebencanaan spasial. Peta tematik kebencanaan ini juga, lanjut Ridha, merupakan informasi yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pariwisata.

Ridha menjelaskan, dari peta tematik kebencanaan tersebut bisa dimanfaatkan badan kebencanaan di tingkat lokal (desa, kabupaten serta provinsi) maupun nasional serta para pelaku pariwisata di daerah yang bersangkutan untuk menyusun rencana aksi dalam rangka mitigasi bencana,"

"Melihat data kejadian bencana, maka indeks risiko bencana perlu diturunkan dan kinerja pemerintah daerah terkait bencana harus ditingkatkan. Perlu diperhatikan esensi UU No.24 Tahun 2017 tentang usaha mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana," ucap Ridha. 

Ridha melanjutkan, komitmen mitigasi bencana pada destinasi juga membutuhkan inovasi dan sinkronisasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPBD) yang telah menyusun rencana strategis dengan sasaran menurunnya indeks risiko bencana secara signifikan.

Sekretaris Umum Pimpinan Wilayah Nahdlatul Wathan (PWNW) NTB Irzani mengatakan selain upaya mitigasi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meminimalisir dampak bencana, rencana kontinjensi juga sangat perlu dibuat, terutama sebagai panduan teknis ketika bencana terjadi dan berdampak di suatu destinasi wisata.

"Rencana kontinjensi ini harus mulai dibuat untuk mendukung sektor pariwisata kita di NTB," kata Irzani. 

Irzani menekankan, bencana alam terutama gempa bumi merupakan sebuah gejala alam yang tidak bisa diprediksi. Oleh karenanya, upaya mitigasi harus diperkuat dan terus disosialisasikan kepada masyarakat. Irzani menilai, dengan rencana kontinjensi bencana yang dibuat, maka risiko atau dampak bencana bisa diminimalisir dari sisi jumlah korban.

"Dengan rencana kontinjensi bencana maka setiap destinasi wisata akan memiliki acuan teknis atau SOP dalam menangani situasi saat bencana alam terjadi, misalnya, ketika ada gempa maka ke mana wisatawan harus berkumpul di titik yang aman di sekitar destinasi," ucap Irzani. 

Kata Irzani, saat ini belum banyak destinasi wisata di Lombok dan NTB secara umum yang memasang tanda jalur evakuasi atau menentukan sebuah lokasi aman ketika bencana alam terjadi. Selain soal tanda dan petunjuk yang dipasang di destinasi wisata, peningkatan kapasitas masyarakat terutama kelompok sadar wisata (pokdarwis) juga harus terus dilakukan dalam hal manajemen kebencanaan. Pun dengan pemandu wisata dan pelaku wisata lainnya.

"Bencana alam ini kan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Yang paling penting adalah kesiapan kita dalam mengelola bencana, mitigasi ini sangat diperlukan, apalagi daerah kita ini destinasi wisata yang mulai mendunia," lanjut Irzani. 

Irzani berpandangan rencana kontinjensi bencana bisa dimasukan dalam peraturan daerah pariwisata di kabupaten dan kota tempat destinasi wisata berada. "Selain mengatur tentang aturan industri pariwisata san pengembangan

destinasi, perda juga mengatur tentang rencana kontinjensi di destinasi wisata yang ada. Sebab setiap destinasi memiliki daya tarik dan potensi terdampak bencana yang berbeda-beda," ungkap Irzani.

Banjir Sentani, BNPB Laporkan 77 Orang Meninggal dan 43 Hilang

Sentani

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Penangulangan Bencana mencatat 77 orang meninggal akibat banjir Sentani, Jayapura pada 17 Maret 2019.  Juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan bahwa korban meninggal 70 orang di Kabupaten Jayapura dan 7 orang di Kota Jayapura. "Di Kota Jayapura karena longsor, di Kabupaten Jayapura kombinasi banjir dan longsor," kata Sutopo dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Senin, 18 Maret 2019.

Menurut dia, sekitar 43 orang masih dalam pencarian dan belum ditemukan. Mereka berasal dari Kampung Milimim Sentani, 6 orang dari Kompleks Inauli Advent, dan 3 orang di Doyo Baru. "Tim SAR gabungan masih mencari, melakukan evakuasi, dan penyelamatan korban," kata dia.

Ia menjelaskan dari dari  kelurahan yang terdampak banjir bandang itu sebagian besar sudah bisa diakses. Namun, petugas di lapangan masih menyisir satu per satu wilayah karena masih banyak material banjir yang berserakan. "Saat ini telah dievakuasi 74 orang luka, sekitar 4.226 orang  mengungsi yang tersebar di enam titik, 11.725 keluarga terdampak."

Dalam hitungan sementara, rumah yang rusak berat sebanyak 350 rumah sedangkan 211 unit rumah terendam banjir di BTN Bintang Timur Sentani. "Satu unit pesawat jenis twin otter rusak di Lapangan Terbang Adventis Doyo Sentani."

Dari sembilan kelurahan, wilayah terparah akibat banjir bandang adalah Dobonsolo, Doyo Baru, dan Hinekombe. Saat ini yang disampaikan masih data sementara. "Evakuasi masih berlangsung, masih penyisiran apalagi 43 orang belum ditemukan masih dalam pencarian."

Upaya penanganan banjir Sentani, kata Sutopo sudah dilakukan evakuasi sejak Sabtu malam, 16 Maret 2019 oleh Tim SAR gabungan. Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Doni Monardo  sudah tiba di Sentani tadi pagi.  "Langsung rakor soal penanganan dengan bupati dan petugas di sana."

Pemerintah perkuat koordinasi tangani bencana alam

Pemerintah perkuat koordinasi tangani bencana alam

Solo (ANTARA) - Pemerintah berupaya memperkuat koordinasi dalam menangani bencana alam yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.

"Terkait dengan penanganan bencana, sesuai laporan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, red), saat ini memang sedang dalam peralihan musim dari penghujan ke kemarau sehingga intensitas hujan cukup tinggi," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Puan Maharani di Solo, Senin.

Ia mengatakan hujan masih akan terus terjadi sehingga pihaknya sudah meminta kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPD) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk waspada.

"Kami sudah berkoordinasi dengan Kepala Daerah setempat agar waspada atas ancaman bencana, di antaranya bencana banjir dan longsor," katanya.

Ia mengatakan hingga saat ini tim sudah melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan. "Seperti Papua, sudah tanggap darurat selama dua minggu, di daerah lain kami juga sudah mengirim tim untuk melakukan evakuasi dan penyelamatan kepada korban dan warga yang ada di sekitar situ," katanya.

Sebelumnya, khususnya di Soloraya, pada 6 Maret lalu banjir menggenangi beberapa titik di Kabupaten Klaten, Sukoharjo, dan Wonogiri. Selain menggenangi rumah warga, banjir yang sebagian akibat kiriman air dari Gunungkidul, DIY juga menggenangi ratusan hektar sawah milik masyarakat.

Terkait dengan banjir di Klaten, dikatakannya, akibat jebolnya tanggul sejumlah sungai, sebagai langkah penanganan, saat ini BPBD bersama instansi terkait dan masyarakat tengah melakukan upaya perbaikan sementara dengan menutup tanggul dengan karung berisi pasir.

Sementara itu, banjir juga baru saja terjadi di sejumlah lokasi di Yogyakarta dan Papua. Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo mengatakan sebanyak 79 orang meninggal akibat banjir bandang di Papua, yaitu 72 orang meninggal di Kabupaten Jayapura dan tujuh orang di Kota Jayapura.

sumber: antara.com

Kesiapsiagaan Bencana Harus Ditanam Sejak Usia Dini

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kesadaran menghadapi bencana memang tidak boleh cuma dimiliki orang-orang dewasa. Sebab, bencana-bencana datang menimpa suatu daerah tidak pernah memilih siapa yang menjadi korbannya.

Kepala Dinas Sosial DIY Untung Sukaryadi mengatakan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana harus ditanamkan sejak dini. Setidaknya, anak-anak dapat melindungi dirinya sendiri ketika terjadi bencana.

"Maka itu, kami ada Tagana Masuk Sekolah, ditanamkan mulai dari PAUD sampai mahasiswa. Nanti juga ada Tagana Masuk Kampus," kata Untung di Lapangan Desa Selomartani, Ahad (17/3).

Pada kesempatan itu, dilaksanakan pengukuhan Desa Selomartani sebagai Kampung Siaga Bencana (KSB). Kegiatan itu diinisiasi Dinas Sosial DIY dan bekerja sama dengan Pemkab Sleman.

Kegiatan itu turut dihadiri Wakil Gubernur DIY, Sri Pakualam X, dan Bupati Sleman Sri Purnomo. Selain itu, ada 50 warga Desa Selomartani yang dikukuhkan sebagai relawan KSB.

Saat ini, DIY sudah memiliki sebanyak 50 kampung yang sudah dikukuhkan sebagai KSB. Khusus untuk Kabupaten Sleman sudah terdapat 12 kampung yang sudah dikukuhkan sebagai KSB.

Dalam sambutannya, Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan pengukuhan Desa Selomartani harus membuat masyarakat memiliki kesiapsiagaan dan keterampilan lebih baik. Utamanya, dalam mengurangi resiko ketika terjadi bencana.

Ia menilai, kesiapsiagaan dan keterampilan itu merupakan modal yang sangat penting mengingat Kabupaten Sleman memiliki beragam potensi bencana alam. Setidaknya ada tujuh potensi bencana.

"Di antaranya erupsi Gunung Merapi, gempa bumi, puting beliung, kekeringan, tanah longsor dan kebakaran, kecuali tsunami karena kita jauh dari laut," ujar Sri.

Bahkan, Sri merasa bencana alam sudah menjadi bagian dari kearifan lokal bagi masyarakat Kabupaten Sleman. Untuk itu, ia menekankan masyarakat harus memiliki kesiapan dalam menghadapi ancaman bencana.

Sehingga, lanjut Sri, membentuk Kampung Siaga Bencana di Kabupaten Sleman terbilang cukup mudah. Ini karena masyarakat sudah cukup akrab dengan berbagai macam bencana yang datang.

Namun, tentu saja Kampung Siaga Bencana tidak boleh sekadar seremonial yang dilakukan dalam pengukuhan belaka. Masyarakat harus benar-benar terbiasa melaksanakan penanggulangan bencana. "Ini (KSB) merupakan model penanggulangan bencana yang berbasis masyarakat," kata Sri.

JK: Pemerintah Pusat Siap Bantu Bencana Alam di Sentani

JK: Pemerintah Pusat Siap Bantu Bencana Alam di Sentani - Warta Ekonomi

Wakil Presiden (Wapres) RI, Jusuf Kalla masih menunggu data secara lengkap mengenai banjir bandang yang menerjang Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua.

"Belum-belum ini hari minggu, belum masuk laporan semuanya," ujarnya di Bandung, Minggu (17/3).

Meski begitu, ia menyatakan bencana itu sudah ditangani oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah setempat. Pihaknya menunggu laporan secara lengkap dan menyiapkan bantuan apabila dibutuhkan.

"Penanganan bencana begitu sudah ada aturannya. Itu BNPB daerah untuk menangani itu. Namun tentu bergantung pada besaran korban nanti akan dibantu pemerintah apabila memang bencana besar seperti itu," jelasnya.

Diketahui, banjir bandang menerjang Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua menyebabkan korban berjatuhan. Berdasarkan data BNPB korban meninggal bertambah jadi 58 orang.

"Korban meninggal 58 orang, 51 di Kabupaten Jayapura karena longsor dan banjir. 7 orang di Kota Jayapura karena tertimbun longsor," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

"Jumlah korban 74 luka-luka, 4.150 pengungsi, di 6 titik, 1.450 komplek Perumahan Gajah Mada, 1.000 kompleks Jabatan Jayapura, Kemiri, BTP Sentani, 200 kantor bupati, 200 di Doyo," sambungnya.

Ia memprediksi, jumlah korban akan terus bertambah karena evakuasi masih berlangsung. Adapun kelurahan yang paling terkena dampak ialah Dobonsolo, Doyobaru dan Hini Kumbi.

"Belum semua terjangkau oleh tim SAR, yang paling parah di Kelurahan Dobonsolo, Doyobaru, Hini Kumbi. 300 rumah mengalami kerusakan," imbuhnya.