logo2

ugm-logo

Blog

BNPB-Pemprov Jabar Simulasi Waspada Gempa Besar Sesar Lembang

BNPB-Pemprov Jabar Simulasi Waspada Gempa Besar Sesar Lembang

Jakarta, CNN Indonesia -- Sesar Lembang adalah patahan di dalam bumi yang melintang di utara cekungan Bandung, Jawa Barat sepanjang hingga 29 kilometer. Dengan panjang puluhan kilometer tersebut, membuat risiko gempa yang bisa ditimbulkan cukup kuat bila terjadi.

Menyikapi hal tersebut, Badan Nasional Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Pemprov Jabar menyelenggarakan geladi ruang atau tabletop exercise (TTX) pada Selasa (23/4) di Lembang, Jawa Barat.

"TTX tersebut memfokuskan pada tiga tema utama, yaitu kesiapsiagaan masyarakat, aktivitasi pos komando, dan koordinasi multipihak serta penggunaan anggaran. Penyelenggaraan TTX ini selaras dengan arahan Presiden RI Joko Widodo dalam rapat koordinasi BNPB dan BPBD 2019 untuk pelaksanaan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala," dalam keterangan resmi yang diterima dari Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Rabu (24/4).


Hasil kajian Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menunjukkan Sesar Lembang berisiko terjadi gempa dengan magnitudo maksimum magnitudo 6,8.

Akhirnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah melakukan pemodelan peta tingkat guncangan atau shakemap. Skenario yang digunakan adalah magnitudo 6,8 dengan kedalaman 10 kilometer di zona Sesar Lembang. Pemodelan menunjukkan intensitas guncangan VII - VIII MMI.


Terkait dengan potensi ancaman Sesar Lembang, TTX BNPB-Pemprov Jabar bertujuan untuk meningkatkan dan menyamakan pemahaman ancaman dan risiko bahaya.

"Perlunya meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan yang terkait, baik pemerintah, masyarakat, pakar, dunia usaha dan media terhadap sistem komando penanganan darurat bencana," ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjaja pada siaran pers tersebut.

Wisnu menambahkan latihan ini juga untuk menguji dan mengharmoniskan rancangan Ranperpres SOP penanganan darurat bencana, Renkon BPBD Provinsi Jawa Barat, dan Rencana Tindakan Kontijensi Kodam III Siliwangi.

Di samping membangun kesiapan di tingkat pemangku kepentingan, BNPB dan pemerintah provinsi juga ingin membangun kesiapan masyarakat di wilayah Jawa Barat.

Sehubungan dengan potensi gempa, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, wilayah Jabar memiliki tiga sumber gempa. Mereka adalah zona megathrust di wilayah selatan Jawa Barat, selatan Selat Sunda, dan sesar aktif di daratan. Setidaknya, ujar Daryono, ada terakhir sesar yang telah teridentifikasi adalah Sesar Baribis, Lembang dan Cimandiri.

Ia menerangkan sebanyak 26 kejadian gempa merusak dengan magnitudo 3.3 hingga 7.3 di wilayah Jawa Barat pada periode 1963 hingga 2018. Intensitas maksimum yang dapat ditimbulkan mencapai VIII MMI.

Sementara itu, Peneliti Geotek LIPI Mudrik Daryono mencatat secara detail Sesar Lembang dengan menggunakan metode tektonik geomorfologi dan paleoseismologi, membagi Sesar Lembang menjadi enam bagian.

Panjang keseluruhan dari bagian tersebut mencapai 29 km, mulai dari Cimeta, Cipogor, Cihideng, Gunung Batu, Cikapundang, dan Batu Lenceng.

Frekuensi Khusus Komunikasi Bencana Terbentur RUU Penyiaran

Bisnis.com, JAKARTA — Penggunaan frekuensi 700 Mhz untuk mitigasi bencana alam masih terhambat oleh revisi Undang-Undang tentang Penyiaran. Lebih dari 1 tahun RUU ini mengendap di Dewan Perwakilan Rakyat.

Ketua komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan draf RUU revisi UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran telah rampung dibahas di komisi I sejak awal 2018. Hanya saja saat diajukan ke  Badan Legislasi DPR RI draf tersebut tidak kunjung selesai.

Kharis menuturkan komisi I tidak mengerti alasan mengendapnya RUU Penyiaran di badan legislasi. Di samping itu, sambungnya, pihaknya juga tidak tahu kapan RUU tersebut akan rampung dibahas.

“Masih disinkroniasi dan harmoniasi di badan legislasi sampai sekarang belum selesai,” kata Kharis kepada Bisnis, Minggu (14/4/2019).

Kharis mengungkapkan bahwa komisi I terus mendorong agar RUU tentang Penyiaran segera selesai. Dia mengatakan bahwa RUU Penyiaran merupakan salah satu RUU yang diprioritaskan oleh komisi I.

“RUU menjadi prioritas sudah pasti, sampai sekarang tidak kami ganti,” kata Kharis.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, pemerintah telah mengembangkan langkah yang responsif dalam penanggulangan bencana dengan melibatkan kementerian, lembaga dan seluruh stakeholders serta komunitas.

Dia menuturkan secara global, terdapat kesepakatan untuk menggunakan  pita frekuensi radio 700 MHz sebagai kanal jaringan komunikasi kebencanaan. Jaringan itu terbukti andal dan mumpuni untuk mendukung komunikasi kebencanaan.

“Frekuensi di band 700 MHz dipilih karena frekuensi ini cukup rendah dibanding yang seluler 1,8 GHz, 2,1 GHz, 2,3 GHz, jadi jangkauannya sangat luas,” kata Rudiantara.

Banjir di Kendari Disebabkan Adanya Penyempitan Sungai Wuawua

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Kendari menyebut, banjir yang terjadi disebagian wilayah Kendari pada Minggu (14/4) akibat meluapnya sungai Wuawua.

"Kalau (banjir) ini akibat luapan Sungai Wuawua, sehingga terdampak bagi rumah warga sekitar," kata Kepala BPBD Kota Kendari, Suhardin kepada kendarinesiaid, Senin (15/4) pagi.

Menurut dia, sungai Wuawua mengalami penyempitan, sehingga tak mampu menampung debit air ketika hujan deras mengguyur. "Karena terjadi penyempitan sungai. Hujan keras, jadi tak bisa menampung air," katanya.

Menurut dia, daerah paling terdampak banjir adalah Kelurahan Wuawua, Kecamatan Wuawua, dilokasi itu, lanjut dia, ketinggian air mencapai 1 meter lebih dan dibeberapa tempat juga hampir rata.

"Ada beberapa tempat airnya juga cukup tinggi. Sejak pukul 5 sore kemarin kami sudah standby di lokasi untuk memantau dan mengevakuasi warga dengan menurunkan perahu dan menyiapkan pompa air," sambungnya.

BPBD Kendari juga hingga saat ini belum bisa mengkonfirmasi berapa jumlah rumah warga yang terendam banjir. Pihaknya masih akan berkoordinasi dengan RT/RW setempat untuk mengetahui jumlah rumah warga yang terendam.

Dari hasil pemetaan BPBD Kendari tentang daerah rawan banjir, kata Suhardin, Kecamatan Wuawua tidak termasuk daerah rawan. Sehingga, banjir di Wuawua kali ini menambah daftar panjang daerah rawan banjir di Kendari.

"Sebenarnya setelah kita petakan itu ada 9 Kecamatan(rawan banjir). Wuawua ini tidak termasuk kategori rawan sebenarnya, tapi kejadian juga," tutupnya.

Jumlah Korban Jiwa dalam Bencana Cukup Tinggi, BNPB Akan Fokus Lakukan Ini

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo mengatakan, pihaknya kedepan akan lebih berfokus pada pencegahan bencana agar mengurangi jumlah korban jiwa.

Sejak tahun 2000 sampai dengan 2019 menurut Doni, peringkat Indonesia dalam jumlah korban akibat bencana berada di posisi kedua dunia. Dimana dalam rentang waktu 19 tahun tersebut jumlah total korban mencapai sekitar 180.000 orang.

"Saya melihat dalam 19 tahun terakhir, Indonesia peringkat kedua dunia dari jumlah korban akibat bencana. Di Indonesia itu total korban sekitar 180.000, salah satu yang terbesar akibat Tsunami Aceh (2004). Peringkat pertama itu Haiti 200 ribu korban," jelas Doni dalam kunjungannya di Graha Pena, (12/4/2019).

Menurutnya, beberapa bencana yang terjadi di tanah air merupakan efek lalainya manusia dalam menjaga keseimbangan ekosistem disekitarnya. Dalam contohnya ia mengatakan, banjir dan longsor yang kerap melanda diakibatkan beberapa faktor seperti pembabatan hutan serta tidak berfungsinya sungai sebagai dengan semestinya.

"Bisa dikatakan ini semua bencana yang terjadi mayoritas karena ulah manusia, sehingga kapasitas kita untuk mencegah harus ditingkatkan. Dan tidak hanya menangani penanggulangan saja," lanjutnya.

Dirinya juga kembali mencontohkan yakni bencana kebakaran hutan gambut yang kerap terjadi di beberapa titik Indonesia. Musibah tersebut hampir terjadi di setiap tahun terutama di Sumatera dan Kalimantan.

Dari adanya hal tersebut pemerintah selalu mengeluarkan dana yang bisa dibilang cukup banyak. Dana tersebut dipergunakan untuk operasional helikopter untuk memadamkan di titik api.

"Setiap tahun itu pemerintah kehilangan uang triliunan rupiah hanya untuk memadamkan api, sedangkan api itu tidak padam-padam. Mengapa? karena kedalaman gambut disana rata-rata 20 meter bahkan sampai 36 meter," tambahnya.

"Ini semua kembali masalah manusia. Bisa dikatakan pembakaran lahan dilakukan manusia dengan sengaja. Intinya, Kita jaga alam, dan alam akan menjaga kita," tegasnya.

Untuk mengatasi terkait kebakaran hutan, BNPB dan Badan Restorasi Gambut (BRG) mendorong program dimana masyarakat untuk menanam kopi liberika di lahan gambut, baik yang pernah atau belum terbakar. Mengingat, kopi sampai dengan saat ini sudah menjadi komoditas yang sangat laris dipasaran.

Sementara itu terkait upaya BNPB dan Pemerintah untuk meminimalisir jumlah Korban Jiwa, diantaranya adalah pembangunan berorientasi pada daerah rawan kebencanaan, melibatkan pakar kebencanaan, dan memberikan peringatan dini yang terintegrasi.

Sleman Ditimpa 79 Kejadian Bencana Sepanjang Maret

Luncuran awan panas dari puncak Gunung Merapi terekam CCTV milik Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) di Sleman, DI Yogyakarta, Senin (11/2/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Joko Supriyanto mengatakan setidaknya terjadi 79 kejadian bencana di Kabupaten Sleman sepanjang Maret. Bencana tersebut terbagi atas empat kategori.

Ia menuturkan, terdapat 46 kejadian bencana angin kencang, 19 kejadian bencana tanah longsor, enam kejadian bencana banjir dan delapan kejadian bencana sambaran petir.

Untuk itu, Joko menekankan, pembinaan dan pelatihan kesiapsiagaan demi menghadapi bencana harus ditanamkan sejak dini. Terlebih, bencana memang tidak pernah bisa diprediksi.

Salah satunya dilakukan di lingkungan sekolah dengan membentuk Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) atau Sekolah Siaga Bencana (SSB). Hari ini, sudah ada 61 SPAB atau SSB.

Terakhir, dibentuk di SMP N 4 Pakem. Joko berpendapat, pengukuhan SPAB atau SSB telah dilaksanakan dengan penandatanganan kerja sama sister school sekolah terdampak.

Kerja sama itu dilakukan dengan menggandeng Universitas Islam Indonesia sebagai penyangga. Penandatanganan kerja sama dilakukan langsung Kepala SPM N 4 Pakem dan Rektor UII.

"Jadi, ketika ada bencana, sekolah terdampak dapat dievakuasi dan melakukan kegiatan belajar mengajar di UII," kata Joko usai Gladi Lapang SPAB/SSB di SMP N 4 Pakem, Jumat (12/4).

Sepanjang tahun ini, Kabupaten Sleman sendiri menargetkan 63 SPAB atau SSB dan 53 Desa Tangguh Bencana (Destana). Artinya, tinggal dua SPAB atau SSB untuk melengkapi target tahun ini.

Sedangkan, untuk Desa Tangguh bencana, saat ini Kabupaten Sleman baru memiliki 45 Destana. Itu berarti masih harus dikejar delapan Destana untuk merampungkan target 2019.

Pada kesempatan itu, Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun berpendapat, pengukuhan ini merupakan bentuk edukasi kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Termasuk, bagi siswa-siswa secara berkesinambungan.

"Kesadaran dan kesiapsiagaan seluruh masyarakat dalam menghadapi bencana perlu dibangun, bencana memang tidak dapat dihentikan, tapi dapat kita minimalisir dampaknya," ujar Sri.

Angka 79 kejadian bencana itu sendiri belum termasuk jumlah pohon tumbang yang juga cukup tinggi sepanjang Maret. Bahkan, belum pula menghitung kejadian bencana terkait Gunung Merapi.

Gunung Merapi sendiri masih berstatus waspada atau berada di level dua. Walau menunjukkan sedikit penurunan pada awal Arpil, aktivitas guguran terbilang tinggi pada pekan terakhir Maret.

Hal itu dapat dilihat dari aktivitas kegempaan yang dikeluarkan. Terlebih, pada pekan terakhir Maret, aktivitas kegempaan seperti lava pijar atau awan panas yang dikeluarkan cukup tinggi.

Selama periode 25-31 Maret 2019, tercatat setidaknya 11 guguran awan panas dikeluarkan Gunung Merapi. Guguran itu sebagian besar masih mengarah ke hulu Kali Gendol.

Awan panas memiliki jarak luncur paling rendah 850 meter yang terjadi pada 29 Maret 2019. Sedangkan, jarak luncur paling tinggi tercatat 1.000 meter terjadi pada 27 Maret 2019.

Sedangkan, untuk aktivitas guguran lava pijar terjadi setidaknya 30 kali. Jarak luncur paling rendah tercatat 350 meter, dan jarak luncur paling tinggi tercatat mencapai 1.000 meter.

Guguran lava pijar tertinggi terjadi pada 27 dan 30 Maret 2019. Praktis, hanya 26 Maret 2019 yang minim aktivitas berupa guguran awan panas ataupun guguran lava pijar.