logo2

ugm-logo

Blog

Banjir Konawe, Pengungsi Capai 4.095 Jiwa --------- Artikel ini sudah Terbit di AyoBandung.com, dengan Judul Banjir Konawe, Pengungsi Capai 4.095 Jiwa, pada URL https://www.ayobandung.com/read/2019/06/12/54903/banjir-konawe-pengungsi-capai-4095-jiwa Pen

KONAWE, AYOBANDUNG.COM--Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), mencatat warga yang terdampak dan menjadi pengungsi akibat banjir yang melanda daerah itu mencapai 4.095 jiwa. Kepala BPBD Konawe, Ameruddin mengatakan untuk sementara warga yang terdata mengungsi sebanyak 4.095 jiwa atau 1.365 Kepala Keluarga (KK).

Untuk sementara warga tersebut berada di tenda pengungsian yang tersebar pada 35 titik, katanya, seperti dikutip dari Antara, Rabu (12/6/2019). Disebutkan, terdapat 109 desa di Kabupaten Konawe yang terendam banjir trsebar pada 17 kecamatan.

Dikatakan, banjir Konawe disebabkan hujan yang terus turun sejak tanggal 2 sampai 10 Juni 2019. Yang puncaknya terjadi pada tanggal 9 juni 2019 dengan curah hujan 290 mm yang mengakibatkan Air Sungai Konaweha dan Air Sungai Lahambuti meluap, katanya. Diduga, penyebab bencana banjir salah satunya pendangkalan saluran pembuangan irigasi jarinagn primer dan sekunder yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Kemudian perambahan hutan di daerah hulu sungai yang menyebabkan terjadunya erosi dan pendangkalan di badan sungai. Tanggul banjir yang difungsikan oleh masyarakat sebagai tempat pemukiman, katanya.

Banjir dan 75 izin tambang mengepung Konawe

sumber: beritagar

Selain Kabupaten Konawe Utara, banjir selama sepekan mengepung Kabupaten Konawe di Sulawesi Tenggara (Sultra). Bila di Konawe Utara terdapat 6 kecamatan yang dilanda banjir, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), di Konawe ada 4 kecamatan yang tergenang.

Masing-masing adalah kecamatan Sampara, Bondoala, Batu Gong, dan Morosi. Banjir akibat meluapnya sungai Pohara pun memutus jalan trans Sulawesi yang mengubungkan Sultra dengan Sulawesi Tengah.

Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe, Rabu (12/6/2019), saat ini sudah 4.095 jiwa mengungsi akibat banjir. Bencana banjir muncul setelah hujan tiada henti turun sejak tanggal 2 hingga 10 Juni 2019.

Puncaknya, Minggu (9/6), hujan sangat lebat membuat air sungai Konaweha dan Lahambuti meluap. BPBD Sultra mengatakan dua di antara penyebab banjir adalah saluran pembuangan irigasi jaringan primer dan sekunder, serta perambahan hutan sehingga terjadi pendangkalan di badan sungai.

Sementara Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sultra menyebut banjir di Konawe dan Konawe Utara lebih banyak disebabkan oleh kerusakan lingkungan. Direktur Eksekutif WALHI Sultra, Saharuddin, mengatakan Konawe dan Konawe Utara merupakan daerah dengan izin usaha pertambangan terbanyak di Sultra.

Akibat ekspansi tambang dan sawit, sejak 2001 sampai 2017, Konawe Utara sudah kehilangan 45.600 hektare tutupan pohon. Pertambangan dan sawit juga merusak hutan primer hingga 954 hektare dan hutan alam 2.540.

Sedangkan alih fungsi perkebunan, Walhi Sultra menyebut, ada sekitar 20.000 hektare kebun sawit baru yang 90 persen di antaranya diambil dari pembukaan hutan. Secara umum, lanjut Saharuddin, aktivitas industri ekstraktif dan perkebunan di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara berdampak pada pendangkalan atau sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Lasolo dan Konawe.

"Kondisi DAS Konawe berstatus krisis sekarang," katanya saat dihubungi Beritagar.id, Selasa (11/6).

Menurut Udin, sapaan akrabnya, bila kawasan hutan sudah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit dan pertambangan, akan ada dampak kerusakan lingkungan. "Sudah pasti akan menimbulkan bencana alam seperti banjir," katanya.

Seharusnya, lanjut Udin, Pemprov Sultra segera mengevaluasi izin usaha tambang dan perkebunan sawit di dua daerah itu. "Secara umum di Sultra harusnya lebih dari 80 izin pertambangan harus dicabut," paparnya.

Khusus di Konawe Utara dan Konawe, ada tiga perusahaan sawit yang paling berkuasa; masing-masing PT Damai Jaya Lestari (DJL), Sultra Prima Lestari, dan PTPN.

Di sisi lain, Gubernur Sultra Ali Mazi membantah banjir karena aktivitas pertambangan dan kebun sawit. Ali menegaskan konsesi tambang berada di bagian utara sedangkan banjir berada di bagian timur Konawe Utara.

"Tidak juga penyebabnya karena aktivitas tambang," katanya usai mengikuti upacara HUT Pasarwajo ke-16, Senin (10/6/2019).

Ia berdalih, bencana serupa pernah terjadi pada 20 tahun silam ketika pertambangan belum booming. Namun, Wakil Gubernur Sultra Lukman Abunawas justru sependapat dengan WALHI.

Dari data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sultra, ada 72 izin usaha pertambangan di Kabupaten Konawe dan Konawe Utara yang statusnya sudah clear and clean (CnC). Dari 72 Izin Usaha Pertambangan (IUP) itu, ada beberapa pengusaha yang memiliki izin lebih dari satu.

Para pemilik tambang, sebagaimana data Dinas ESDM, berlatarbelakang anggota dewan legislatif hingga kerabat Ali Mazi. Poitikus Golkar di DPRD Sultra, Hery Asiku, misalnya, memiliki 5 IUP di Konawe Utara.

Ia bersama putranya tercatat menjadi direksi di tiga perusahaan berbeda. Sedangkan adik kandung Ali Mazi, Sahrin, menjadi pemegang saham di PT Daka Group --perusahan yang mengelola tambang nikel di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara dengan nomor IUP 212/2012 dengan masa berlaku 21 Mei 2012 hingga 21 Mei 2031 untuk luas lahan 200 ribu hektare.

Soal perkebunan sawit, ironisnya Dinas Perkebunan Sultra justru belum memiliki data komprehensif.

Banyak Warga Palu Tidak Patuhi Zona Rawan Bencana

 

Suarapalu.com, Palu – Bencana datang karena ulah manusia. Begitu pesan dalam Kitab Suci Ummat Islam agar manusia tidak merusak dan mencemari lingkungan tempat tinggal.

Bencana banjir yang kerap melanda Kota Palu juga dinilai tidak lepas dari perilaku masyarakat. Banyak warga tidak mematuhi peta Zona Rawan Bencana (ZRB) di Kota Palu dengan tetap membangun tempat tinggal dan bertahan di kawasan tersebut.

“Sudah dipasang patok dan penanda termasuk imbauan untuk tidak membangun seperti di pantai, kawasan likuifaksi dan di atas sesar. Hanya masyarakat yang tetap membangun punya argumentasi bahwa itu tidak bersifat regulatif. Artinya tidak tertuang dalam peraturan daerah,” kata Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan Kota Palu Dharna Gunawan saat rapat evaluasi penanganan pascabencana di Kota Palu, Selasa (11/6), dilansir Antaranews.

Dharna Gunawan menyebut alasan itulah yang mendasari sebagian warga tetap membangun dan tinggal di kawasan-kawasan yang dinyatakan sebagai Zona Rawan Bencana itu.

“Jadi mereka mengatakan kalau itu belum diperdakan maka mereka belum mau pindah dan mengikuti instruksi tersebut,” ucapnya di depan Wali Kota Palu Hidayat yang memimpin rapat tersebut.

Padahal Dharma Gunawan mengatakan kawasan ZRB tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sulawesi Tengah dan disertakan dalam patok-patok ZRB yang telah terpasang.

Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersama badan geologi, TNI-Polri serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat telah memasangi patok ZRB di antaranya di sepanjang pantai Teluk Palu, kawasan likuefaksi Balaroa dan Petobo serta kawasan-kawasan yang berada di bawah sesar.

Wali Kota Palu Hidayat dalam rapat yang dihadiri sejumlah camat, lurah dan Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu meminta agar secepatnya membuat peraturan wali kota (perwali) mengenai penetapan ZRB tersebut.

Tujuannya agar masyarakat mematuhi ZRB dan imbauan dalam patok-patok yang dipasang dan tidak tinggal di sana.

“Buatkan saja perwalinya karena pergubnya sudah ada. Sudah dituangkan dalam patok-patok itu. Tinggal dibuatkan perwalinya,” perintahnya. (Aza/Ant)

Diterpa Banjir dan Konflik, Sultra Tetapkan Tanggap Darurat

Diterpa Banjir dan Konflik, Sultra Tetapkan Tanggap Darurat

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan masa tanggap darurat bencana alam dan konflik sosial selama 14 hari dari 10-24 Juni.

Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi meminta bantuan pemerintah pusat dalam menangani dampak banjir dan tanah longsor di Kabupaten Konawe Utara, Konawe, Konawe Selatan, dan Kolaka Timur, serta konflik sosial di Kabupaten Buton.

"Saya selaku Gubernur Sulawesi Tenggara mewakili pemerintah daerah setempat mengharapkan bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial dalam rangka mempercepat penanganan bencana banjir dan tanah longsor serta konflik sosial yang terjadi," katanya saat mendampingi Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita mengunjungi Posko Logistik Bencana Korem 143/HO Kendari, di Kendari, Rabu (12/6) dikutip dari Antara.


"Kami yakin dan percaya Presiden RI sangat menyayangi masyarakat seluruh Indonesia, khususnya yang ada di Sulawesi Tenggara yang terkena dampak banjir," ia menambahkan.

Menteri Sosial tiba di Posko Induk Logistik di Korem Kendari untuk menyerahkan bantuan senilai Rp3,7 miliar serta enam kontainer bahan pokok bagi korban bencana alam dan konflik sosial.

Gubernur Sulawesi Tenggara menerima bantuan itu lalu secara simbolis menyerahkannya kepada korban bencana.

"Bantuan dari Kemensos hari ini merupakan bantuan awal, dan untuk selanjutnya akan tetap kita berikan sepanjang pemerintah provinsi mengirimkan surat ajuan terkait kebutuhan yang mendesak," kata Menteri Sosial.

Ia menambahkan bahwa khusus kepada warga yang rumahnya rusak akibat konflik sosial yang terjadi di Buton, pemerintah akan memberikan bantuan dana rehabilitasi sebesar Rp15 juta per keluarga.

Diketahui, curah hujan tinggi di wilayah Sultra menyebabkan banjir di sejumlah wilayah di Sultra. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut banjir ini membuat puluhan ribu warga mengungsi dan membuat banyak rumah rusak.

Sementara, bentrok terjadi antara warga Desa Sampuabalo dan Desa Gunung Jaya di Kecamatan Siontapina, Kabupaten Buton, Sultra, dan menyebabkan 87 rumah terbakar dan dua orang meninggal dunia.

Bencana Banjir di Konawe Utara: 58 Rumah Hanyut, 4.089 Jiwa Mengungsi

Bencana Banjir di Konawe Utara: 58 Rumah Hanyut, 4.089 Jiwa Mengungsi

Konawe Utara - Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, diguyur hujan tanpa henti selama sepekan lamanya. Akibatnya 58 rumah warga hanyut terseret arus dan 4.089 orang harus mengungsi.

"Jadi perlu kami informasikan saat ini bajir dimulai dari tanggal 2 Juni 2019 dan kemudian hujan terus tanpa henti. Hujan mulai dari tanggal 31 Mei 2019 yang tidak ada henti hingga hari ini Minggu (9/6)," ujar Bupati Konawe Utara Ruksamin kepada detikcom, Minggu (9/6/2019).

Ruksamin mengungkapkan, jumlah korban mengungsi tersebut didata pihaknya hingga Sabtu (8/6) malam tadi pukul 23.00 Wita.

"Sampai tadi malam pukul 23.00 Wita kami data pengungsi sudah 1.054 KK atau 4.089 jiwa. Rumah rusak yang hanyut 58 unit. Hanyut dibawah air habis tinggal bekas," katanya.

Dikatakan Ruksamin, banjir juga merendam ribuan rumah. Namun pihaknya belum dapat memberikan jumlah pasti dari rumah yang terendam.

"Rumah terendam itu ribuan unit, belum bisa kami pastikan jumlahnya, sementara masih pendataan," ucapnya.

Sementara itu, pemerintah bersama BPBD setempat juga masih mengalami kendala dalam mengevakuasi korban. Ada 4 kecamatan yang susah diakses dengan transportasi air dan darat.

"Kendalanya, kami belum bisa mengakses transportasi di 4 Kecamatan, kemarin di Kecamatan Oheo itu kami diinformasikan itu baru 5 desa terendam, sekarang sudah rata semuanya, sekecamatan Oheo," tuturnya.
(nvl/hri)