logo2

ugm-logo

Blog

Hujan Deras, Banjir Sempat Genangi Sejumlah Gampong di Labuhan Haji Aceh Selatan

TAPAKTUAN - Hujan deras disertai angin kencang sejak Sabtu (22/6/2019) malam hingga Minggu (23/6/2019) pagi mengguyur wilayah Aceh Selatan dan mengakibatkan sejumlah Gampong di Kecamatan Labuhanhaji dilanda banjir.

Informasi yang diterima Serambinews.com, banjir dengan ketinggian hingga 20 - 30 cm yang diakibatkan oleh tersumbatnya saluran pembuang itu baru surut Munggu (23/6/2019) siang.

"Gampong yang terkena dampak banjir masing-masing Desa Hulu Pisang, Gampong Ujung Batu dan Gampong Padang Baru," kata Camat Labuhanhaji, Gusmawi Mustafa kepada Serambinews.com, Minggu,(23/6/2019).

Diungkapkannya, banjir mulai naik pukul 08.00 WIB pagi dengan ketinggian air 20 - 30 cm di ruas jalan.

Seperti Desa Hulu Pisang dan Ujung Batu, air masuk dalam rumah sekitar 40 cm.

"Penyebab banjir, selain derasnya guyuran hujan juga diakibatkan saluran pembuang (drainase) terlalu banyak belokan," jelasnya.

Disamping itu, tambah Gusmawi, pembangunan pagar kantor Keuchik Desa Hulu Pisang juga mempersempit ruang aliran air.

Karenanya, ke depan, solusinya saluran tersebut diluruskan dan sebagian pagar kantor keuchik akan dibuka.

"Karena saluran besar itu letaknya di jalan raya dan itu merupakan kewenangan Provinsi Aceh. Karenanya kita minta Pemerintah provinsi untuk membuat Box Culvert di Simpang Karaoke dan Saluran Banda Gadang sehingga aliran air lebih lancar dan tidak mudah terhambat," harapnya.

Ditambahkannya, dari pengamatan dan peninjauan langsung ke lapangan oleh Camat Labuhanhaji, pihak Damkar, Tagana, dan perangkat Gampong Tengah Baru.

Genangan air diseputaran Banda Gadang disebabkan oleh gorong-gorong yang berada diseputaran Banda Gadang dinilai sangat sempit

"Sehingga sangat mudah terjadinya penyumbatan dan mengakibatkan luapan air di seputaran jalan. Selain itu juga telah terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai Banda Gadang," ungkapnya.

Solusi penanganan, lanjutnya, yakni dengan pembuatan Box Culvert yang lebih besar, sehingga aliran air lebih lancar dan tidak mudah terhambat serta pelebaran dan normalisasi aliran alur sungai Banda Gadang.(*)

sumber: SERAMBINEWS.COM

Banjir Konawe, BNPB Desak Pengembalian Fungsi Hutan di Sultra

Banjir Konawe, BNPB Desak Pengembalian Fungsi Hutan di Sultra

Bisnis.com, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Pusat Letnan Jendral Doni Monardo mengatakan pengembalian fungsi hutan sebagai resapan air patut menjadi perhatian serius para pihak di Sulawesi Tenggara.

"Air adalah sumber kehidupan tetapi air akan murka ketika tidak lagi meresap ke dalam perut bumi. Bencana banjir adalah fakta yang harus menjadi pelajaran bagi kita semua," kata Doni disela-sela kunjungan di lokasi pengungsian korban banjir Kabupaten Konawe Utara dan Konawe, Senin.

Air yang turun dari langit idealnya meresap dalam tanah untuk kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan lainnya tetapi kalau air tidak meresap maka terus mengalir mencari jalannya sendiri hingga terkumpul merendam dan menghanyutkan apa pun, kata Doni yang pernah menjabat Wadanjen Kopasus.

Oleh karena itu, Doni mengimbau pemerintah daerah membentuk tim yang melibatkan ahli lingkungan, geologi, dan pemangku kepentingan lain untuk merumuskan sebab terjadinya bencana banjir, longsor dan apa rekomendasi tim pasca bencana meluluhlantakkan daerah ini.

"Kedatangan Komisi VIII DPR RI dan barusan juga berkunjung Komisi V DPR RI serta sejumlah menteri adalah penanganan jangka pendek untuk menyelamatkan warga korban banjir yang masih bertahan di pengungsian," kata alumni Akmil tahun 1985.

Sedangkan tim yang akan dibentuk adalah yang akan merumuskan rencana jangka panjang penanganan lingkungan yang rusak akibat alih fungsi lahan, baik kegiatan investasi sektor pertambangan, perkebunan maupun perambahan kawasan hutan lindung oleh oknum yang tidak taat hukum.

Alur sungai, muara sungai dan sekitar muara sungai yang saat ini mengalami sendimentasi yang tinggi sehingga sungai tidak mampu menampung air yang mengalir dari hulu menjadi obyek kajian menarik para ahli.

Gubernur Sultra Ali Mazi menyambut baik gagasan pembentukan tim yang akan menghimpun para ahli di bidangnya untuk merumuskan strategi penanganan lingkungan yang lebih baik di masa mendatang.

"Bapak Presiden, BNPB, DPR RI, TNI, Polri dan kementerian lembaga memberikan empati yang tinggi kepada Sultra yang dilanda musibah. Tentu, saran pembentukan tim evaluasi dan penanganan keselamatan lingkungan menjadi perhatian serius," kata Ali Mazi.

Doni Monardo mengunjungi lokasi banjir Konawe Utara dan Konawe bersama Komisi VIII DPR RI yang diketuai Ali Tahir Parasong didampingi Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, Danrem 143 Haluoloe Kolonel Inf Yustinus Nono Yulianto dan Dandim 1417 Kendari Letkol Fajar Lutvi Haris Wijaya.

Banjir di Konawe: Puluhan Desa di 8 Kecamatan Masih Terendam

Anak-anak menaiki sampan saat banjir di jalan Poros Kendari, Pondidaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Kamis (20/6/2019). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/aww.

tirto.id - Banjir membuat sebagian kawasan 8 kecamatan di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, hingga kini masih terendam air. Sebelumnya, banjir yang melanda Konawe sejak lebaran lalu sempat berdampak terhadap kawasan di 25 kecamatan. Pelaksana Tugas Sekda Kabupaten Konawe, Santoso menyatakan banyak warga dari puluhan desa di delapan kecamatan tersebut masih bertahan di tempat-tempat pengungsian.

Santoso memaparkan hal ini ketika menyambut kunjungan Kapusdokkes Mabes Polri Brigjen Pol Arthur Tampi dan Kapolda Sultra Brigjen Pol Iriyanto di Konawe, pada Minggu (23/6/2019). "Kami juga melaporkan warga [pengungsi] mulai terserang sakit flu dan gatal-gatal," kata dia.

Berdasar data yang dipaparkan Santoso, sebagian besar desa yang masih terendam air berada di kawasan kecamatan Pondidaha, Wonggeduku dan Wonggeduku Barat. Di Kecamatan Pondidaha, sebanyak 15 masih tergenang air. Di Pondidaha, 2.142 kepala keluarga yang terdiri dari 8.163 jiwa masih menghuni tempat pengungsian.

Sementara di Kecamatan Wonggeduku Barat, lima desa masih tergenang air dengan pengungsi sebanyak 4.070 kepala keluarga yang terdiri dari 5.312 jiwa. Sebanyak 2.246 kepala keluarga yang terdiri dari 8.548 jiwa juga masih mengungsi di Kecamatan Wonggeduku karena wilayah 14 desa di sana masih terendam air.

Santoso menambahkan banjir di Konawe diperkirakan membuat 9.000 hektare area pertanian dan persawahan hingga kini terendam. Baca juga: Ada Proyek Tambang di Balik Banjir Bandang Konawe Utara Data yang dipaparkan Santoso menunjukkan dampak banjir di Konawe yang mulai surut. Berdasar data yang dilaporkan pada 19 Juni lalu, di kabupaten ini sempat membuat 4.718 kepala keluarga yang terdiri dari 18.408 jiwa di 126 desa dan 8 kelurahan (18 kecamatan) mengungsi.

Banjir di Konawe juga tercatat mengakibatkan 193 unit rumah hanyut. Sebanyak 5.762 rumah dan 34 masjid juga sempat terendam air. Banjir yang melanda wilayah Konawe dalam setengah bulan terakhir disebut karena intensitas hujan yang tinggi membuat aliran Sungai Konaweha, Sungai Lahambuli, dan Sungai Rawa Aopa meluap. Kedatangan Kapusdokkes Mabes Polri dan rombongan pimpinan Polda Sutra ke Konawe pada hari ini untuk menyerahkan bantuan bahan makanan dan obat-obatan.

sumber tirto.id

Kisah Hilangnya Desa Tapuwatu Usai Diterjang Banjir Konawe Utara

Desa Tapuwatu, Kecamatan Asera, Kabupaten Konawe Utara yang hilang usai banjir Konawe Utara.(Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Konawe Utara - Desa Tapuwatu, adalah sebuah desa yang tak populer sebagai salah satu desa di Sulawesi Tenggara. Daerah ini, paling parah dilanda banjir Konawe Utara. Kini desa tersebut sudah menghilang dari peta akibat tersapu banjir.

Menuju Tapuwatu, memakan waktu sekitar 20 menit dari Wanggudu, ibukota Kabupaten Konawe Utara. Lokasinya tepat berada di bantaran sungai Asera, sungai terbesar di Konawe Utara.

Wilayah ini porak poranda, hancur bagai diterjang tsunami saat bencana banjir Konawe Utara, Jumat (7/6/2019). Dari 80 rumah, hanya tersisa 5 rumah saja yang masih berdiri usai banjir Konawe Utara.

Sebanyak 75 rumah lainnya, hilang tak berbekas diterjang banjir bandang setinggi 6 meter. Kondisi makin parah, saat banjir datang disertai material lumpur, pohon dan bebatuan.

Lima rumah yang tersisa, nyaris roboh dan sudah bergeser dari tempatnya semula. Tak bisa lagi ditinggali, karena diselimuti lumpur tebal bersama material bebatuan.

Saat Liputan6.com mendatangi wilayah ini, yang nampak seperti lapangan luas dengan pepohonan dan semak, semuanya berwarna kecokelatan. Padahal, lokasi ini tempat berdirinya 75 rumah yang dibangun memanjang di pinggir sungai Asera.

Sisi kiri-kanan jalan masuk desa sepanjang 300 meter, hanya ada sisa perabotan warga yang hanyut. Semuanya telah rusak, tertutup lumpur tebal hingga 1 meter.

Beberapa warga yang nampak berada di lokasi pada Sabtu (22/6/2019) siang, mengais-ngais lumpur. Mereka mencoba menemukan perabotan dapur yang tak sempat diselamatkan.

Erwin (38) salah seorang warga Desa Tapuwatu yang ditemui di lokasi, terlihat pasrah mengamati rumahnya yang hanya tersisa lantainya saja. Sedangkan dinding dan tiangnya, hanyut di sungai terbawa banjir.

"Saya mungkin tak akan tinggal disini lagi. Tetapi, saya belum tahu akan tinggal dimana," ujar Erwin, Sabtu (22/6/2019).

Dia melanjutkan, masih trauma saat banjir menerjang desanya. Air sungai yang naik dengan cepat saat tengah malam, membuatnya tak bisa menyelamatkan barang berharga miliknya.

"Malam itu, saya hanya bisa bawa istri dan anak-anak serta baju di badan. Keluarga juga hanya pakai baju di badan saat banjir Konawe Utara," ujar pria yang memiliki 4 orang anak ini.

Kepala BNPB Tak Mau Indonesia Disebut Supermarket Bencana

Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan Indonesia bukanlah supermarket bencana sebagaimana disebut-sebut banyak pihak. Doni mengatakan Indonesia lebih tepat disebut sebagai laboratorium bencana.

"Indonesia memiliki jenis bencana terlengkap di dunia. Peneliti dari luar negeri bisa belajar tentang kebencanaan di Indonesia," kata Doni saat Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan 2019 di Bogor, seperti mengutip Antara, Selasa (18/7).

Doni mengatakan saat pertama dilantik sebagai Kepala BNPB, dia langsung berkeliling ke wilayah-wilayah bencana yang terjadi saat itu, antara lain longsor di Sulawesi Selatan dan letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda.

Dalam perjalanan berkeliling selama tiga hari, dia didampingi oleh sejumlah pakar kebencanaan. Dari para pakar itu, dia berusaha menyerap dan belajar tentang penanggulangan bencana.

"Potongan-potongan kalimat dari para pakar dalam perjalanan tiga hari itu yang menjadi bekal saya menjadi Kepala BNPB," tuturnya.

Doni mengatakan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan sangat penting karena bisa menjadi ajang berdiskusi tentang konsep dan strategi kebencanaan mulai dari prabencana, tanggap darurat hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.

Di tahap prabencana, Doni berharap para peneliti dan ahli kebencanaan bisa memberikan masukan kepada pemerintah tentang pembangunan sebuah sistem yang terhubung satu sama lain sehingga mengecilkan jumlah korban.

"Kenali ancamannya, siapkan strateginya. Perlu pakar, penelitian dan anggaran," ujar Doni.

BNPB bersama Universitas Pertahanan dan Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI) mengadakan Pertemuan Ilmiah Tahunan Riset Kebencanaan 2019 di Kompleks Pusat Perdamaian dan Keamanan Indonesia (IPSC), Sentul, Kabupaten Bogor.

Pertemuan tersebut merupakan pelaksanaan yang keenam untuk mengumpulkan para ahli kebencanaan untuk meningkatkan budaya riset dan memberikan pemikiran secara komprehensif, holistik, dan sistemik.